Tingkat Harapan Hidup dan Perasaan Bahagia Lansia Malah Meningkat Semasa Covid-19

Pandemi Covid-19 dikhawatirkan tidak hanya mengganggu kesehatan fisik, tetapi juga mempengaruhi kesehatan mental lansia. Namun, survei pada sebagian besar penduduk dunia dan beberapa daerah di Indonesia menunjukkan kondisi kesehatan lansia tidak terkena dampak terlalu besar. Tingkat harapan hidup dan perasaan bahagia lansia malah meningkat semasa pandemi Covid-19. Lansia yang tinggal bersama anak dan cucunya pada masa pandemi cenderung memiliki tingkat harapan hidup lebih besar dibandingkan sebelum pandemi. Meski demikian, perlu riset lebih lanjut untuk membuat kebijakan penanganan krisis pandemi ke depannya.

 

“Perubahan kesehatan mental lansia akibat Covid-19 tidak terlalu signifikan. Yang mengalami stres adalah penduduk usia muda, yaitu 18–34 tahun, di mana pengaruhnya cukup moderat. Sementara lansia 65 tahun ke atas tidak memprihatinkan, lebih rendah. Namun kita akan mencoba melihat dari sisi kebijakan yang bisa kita tetapkan untuk menangani hal-hal seperti ini,” ucap Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas Maliki pada Webinar The Well-Being of Older People During the Covid-19 Pandemic in Indonesia, Rabu (7/10).

Tingkat kesehatan mental lansia di Indonesia juga bergantung dengan siapa lansia tersebut tinggal. “Adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa kota membuat terjadinya social distancing. Yang menarik ternyata untuk orang tua, social distancing itu bagian normal, di mana banyak orang tua yang tidak memiliki visitor, tidak ada pengharapan lain,” ujar Maliki. Sebanyak 12 persen lansia perempuan tinggal bersama pasangan, angka ini lebih rendah dibandingkan dengan 27 persen lansia laki-laki. Selain itu, 16,2 persen lansia perempuan tinggal sendiri jauh lebih tinggi dibandingkan lansia laki-laki sebanyak 5,7 persen. Kelompok tersebut mengkhawatirkan apabila dibanding kelompok yang tinggal bersama pasangan atau dengan anggota keluarga lainnya.  

Dari hasil riset, 9,7 persen penduduk lansia yang tidak puas dengan hidupnya adalah mayoritas laki-laki. Angka tersebut sedikit meningkat dibandingkan sebelum pandemi. Sebaliknya, 27 persen lansia yang merasa bosan selama pandemi adalah mayoritas perempuan. Tingkat kebosanan tersebut berbeda tergantung dengan siapa para lansia tersebut tinggal. “Yang tinggal dengan anak-anak lebih banyak penurunan kebosanan dibandingkan dengan yang tinggal dengan pasangan,” imbuh beliau. Maliki mengatakan, perlu analisis lebih lanjut untuk membuat kebijakan yang tepat untuk kesehatan para lansia. Pengumpulan data yang tepat, serta dukungan komunitas dan teknologi yang mempererat komunikasi dengan keluarga diperlukan untuk meningkatkan kesehatan lansia.