Strategi Pengembangan IPTEK di Indonesia: Riset, Inovasi, dan Peningkatan Kerjasama Triple Helix
Berita Utama - Rabu, 04 Juli 2018
Jakarta – Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sangat penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga mampu menjadi penggerak daya saing bangsa. Data Global Competitiveness Index menunjukkan, peringkat Indonesia masih rendah, terutama pada pilar kesiapan teknologi dan pilar inovasi. Indikator lain seperti kontribusi teknologi tinggi terhadap ekspor manufaktur juga masih rendah. Sumber daya IPTEK yang meliputi pendanaan, jumlah dan kualitas peneliti dan perekayasa, hingga tingkat produktivitas IPTEK yang berkaitan dengan paten dan publikasi ilmiah juga masih belum optimal. Menimbang potensi besar yang dimiliki, Indonesia harus bergerak maju menjadi salah satu pusat pengembangan IPTEK di kawasan Asia dan dunia, terutama di bidang ilmu keteknikan.
“Agar dapat mencapai tujuan dan sasaran ini, perlu disusun strategi yang tepat, yaitu: pertama, adopsi dan penerapan IPTEK. Kedua, peningkatan kemampuan dan kemandirian IPTEK. Ketiga, pengembangan teknologi berbasis maritim. Keempat, pengembangan dana inovasi. Kelima, pelembagaan model triple helix yang dapat dikembangkan menjadi N- helix, dan keenam, pengembangan IPTEK berbasis budaya,” tutur Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam Sidang Terbuka Institut Teknologi Bandung “Peringatan 98 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia” di Aula Barat ITB, Bandung, Jawa Barat, Rabu (4/7) pagi. Dalam hal pengembangan model triple helix, Indonesia perlu memperkuat kemitraan tiga pihak, yakni pemerintah, industri, perguruan tinggi/lembaga IPTEK. Melalui kerjasama dalam triple helix, hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh para akademisi dan peneliti di perguruan tinggi/lembaga IPTEK dapat diaplikasikan oleh industri dan dikembangkan menjadi produk komersial untuk kepentingan pasar dan bisnis.
Kerjasama tiga pihak ini juga menuntut perguruan tinggi/lembaga IPTEK untuk lebih reponsif terhadap kebutuhan industri, dengan merujuk pada kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang diperlukan, antara lain, pemberian insentif bagi universitas dan industri, termasuk insentif perpajakan dalam bentuk double tax deduction, untuk meningkatkan kerjasama dalam kegiatan riset dan pengembangan untuk menciptakan inovasi-inovasi baru. Inovasi adalah kunci bagi pertumbuhan ekonomi sebagaimana tren di banyak negara. Bahkan, innovation-driven economy menjadi tumpuan bagi negara-negara di Asia yang sedang bergerak maju, seperti Korea Selatan, Thailand, Malaysia, dan Taiwan. “Sangat jelas, inovasi merupakan faktor penentu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan produktivitas nasional. Inovasi selalu bermula dan berasal dari riset berjangka panjang, yang ditopang oleh peneliti-peneliti andal yang menguasai IPTEK. Inovasi juga dapat menciptakan efisiensi dalam perekonomian, sehingga produk-produk yang dihasilkan semakin kompetitif,” tegas Menteri Bambang.
Untuk itu, arah pembangunan IPTEK akan difokuskan pada pentingnya riset dan pengembangan untuk menciptakan inovasi. Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2018, kebijakan pembangunan IPTEK 2018 diarahkan untuk: (i) meningkatkan dukungan IPTEK bagi daya saing sektor produksi melalui riset dan pengembangan, layanan perekayasaan, layanan dukungan peningkatan mutu, dan pengembangan teknologi nuklir (sipil); dan (ii) meningkatkan dukungan IPTEK bagi keberlanjutan dan pemanfaatan sumber daya alam (sumber daya hayati, sumber daya nirhayati, penginderaan jauh, dan mitigasi perubahan iklim). “Pemerintah akan terus memberi dukungan penuh untuk mendorong percepatan pembangunan IPTEK dan dengan semangat Peringatan 98 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia, pemerintah menegaskan kembali perlunya pengembangan program studi keteknikan yang akan berkontribusi dalam percepatan pembangunan nasional,” tutup Menteri Bambang.