Revolusi Mental Adalah Gerakan Korektif
Berita Pembangunan - Senin, 20 Juni 2016
JAKARTA – Dalam rangka mengisi kegiatan di Bulan Suci Ramadan, Korpri Kementerian PPN/Bappenas menyelenggarakan acara rutin yaitu Kultum Ramadan 1437 H. Acara yang digelar di Ruang Rapat SS-3 Bappenas pada Kamis (16/5) lalu mengangkat tema Internalisasi Nilai-nilai Agama dalam Pembangunan Revolusi Mental yang disampaikan Direktur Pendidikan dan Agama Hadiat.
Dalam tausiyahnya, Hadiat menjelaskan bahwa revolusi mental adalah gerakan korektif yang sejalan dengan konsep ‘hijrah’ dalam ajaran agama Islam, yaitu perubahan diri manusia untuk selalu menjadi lebih baik dari semula.
“Pada dasarnya revolusi mental adalah berhijrah, bagaimana kita mengubah pola pikir atau perilaku kita selama ini menjadi lebih baik lagi dengan melakukan banyak kebaikan-kebaikan. Esensi dari revolusi mental sebagai sumber kekuatan untuk melakukan perbaikan itu,” jelas Hadiat.
Hadiat menekankan urgensi Presiden Joko Widodo menggagas revolusi mental adalah untuk meningkatkan kualitas hidup setiap insan dan juga meningkatkan kualitas pembangunan untuk kesejahteraan bangsa. Revolusi mental harus diupayakan dengan melakukan kebaikan-kebaikan yang akan meningkatkan produktivitas hidup. Misalnya, dengan menguatkan kembali pola hidup bekerja keras, jujur, disiplin, bertanggung jawab dan berintegritas.
Revolusi mental juga berkaitan dengan kehidupan beragama, yaitu ajaran agama yang mengajarkan konsep kesalehan sosial. Agama, senada dengan revolusi mental, mengajarkan manusia untuk menjaga hubungan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Hubungan sosial juga menjadi salah satu cara untuk mengamalkan ajaran agama. “Kalau tidak ada keseimbangan antara yang ritual dan kesalehan sosial, sebenarnya kita belum utuh menjalankan ajaran agama,” tutur Hadiat.
Di akhir acara, beliau menegaskan pentingnya internalisasi tiga nilai besar dalam revolusi mental, yaitu integritas, etos kerja dan kerjasama. Di dalamnya, tercakup upaya perbaikan-perbaikan seperti menjaga kejujuran, disiplin, percaya satu sama lain, kreatif, inovatif, dan semangat bergotong-royong. ”Kalau kedua sistem itu, agama dan revolusi mental, benar-benar kita ikuti, tentu keseimbangan hidup dapat dicapai,” pungkas beliau.