NARASI TUNGGAL: Mengawal Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Pengentasan Kemiskinan Melalui Pelaporan Keuangan Pemerintah yang Transparan, Akuntabel dan Berkualitas
Berita Pembangunan - Selasa, 20 September 2016
Jakarta, 20 September 2016 - Upaya pembangunan infrastruktur dan pengentasan kemiskinan sebagai misi Kabinet Kerja berkonsekuensi alokasi anggaran yang massif dalam APBN. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun anggaran 2015 menunjukkan realisasi belanja modal yang besar (Rp. 215 triliun lebih). Demikian pula dengan realisasi belanja bantuan sosial (Rp. 97 triliun lebih) dan Dana Desa (hampir mencapai Rp.21 triliun). Dengan alokasi dana yang besar pada sektor tersebut (dan sektor-sektor lainnya), pengelolaan atasnya harus dapat memastikan sumber-sumber pembiayaan telah digunakan secara efektif dan efisien serta sesuai dengan praktik-praktik pengelolaan keuangan negara yang sehat. Karena berasal dari rakyat, akuntabilitas dan transparansi pengelolaan atas dana APBN melalui laporan keuangan pemerintah adalah penting sebagai pertanggungjawaban kepada rakyat.
Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara, Pemerintah untuk tahun anggaran 2015 untuk pertama kalinya berhasil menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) berbasis akrual sebagai kemajuan signifikan dalam pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara sesuai best practices akuntansi pemerintahan secara internasional. LKPP tahun 2015 berbasis akrual yang telah mendapatkan audit dan opini dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut selanjutnya telah diterima dan mendapat persetujuan DPR untuk disahkan menjadi Undang-Undang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN Tahun 2015 pada tanggal 30 Agustus 2016.
Adapun opini audit BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL), Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN), dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2015 menunjukkan capaian Pemerintah dalam akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara, berupa 56 opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), 26 opini Wajar Dengan Pengecualian, serta hanya 4 opini disclaimer. Di sisi lain, semakin besarnya sumber daya keuangan yang dikelola melalui APBN ditambah semakin kompleksnya pula transaksi keuangan pemerintah, tetap terbuka potensi resiko penurunan kualitas pengelolaan keuangan negara, sebagaimana tercermin salah satunya melalui status opini BPK yang dicapai. Selain itu, upaya mencapai status WTP untuk LKPP secara keseluruhan tetap menjadi misi besar yang menjadi fokus misi Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan cq. Ditjen Perbendaharaan.
Guna mempertahankan dan meningkatkan kualitas Laporan Keuangan Pemerintah melalui penguatan pemahaman akan pentingnya keandalan informasi laporan keuangan berbasis akrual sebagai dasar pengambilan keputusan, penyamaan persepsi untuk menyempurnakan manajemen keuangan negara dan akuntansi berbasis akrual, serta menjaga semangat, komitmen serta dukungan para pimpinan Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah agar tetap konsisten dan berkelanjutan, keberadaan forum antar para pihak tersebut niscaya menjadi diperlukan, kini dan ke depan.