Musrenbangnas Didukung Kesiapan Tiga Aspek

JAKARTA – Kepala Bappeda NTT, Ir. Wayan Darmawa, MT mengemukakan Musrenbangnas 2016 perlu didukung kesiapan 3 aspek yaitu kesiapan sistem, kesiapan para pelaku perencanaan pembangunan dan kesiapan informasi, seusai mengikuti rangkaian forum musyawarah tersebut di Hotel Bidakara, Jakarta pada Selasa (26/4) lalu.

Jika ditilik dari pendekatan terbaru perencanaan pembangunan yaitu holistik-tematik, terintegrasi dan spasial, sisi positifnya adalah untuk efektivitas, transparansi dan fokus pada upaya keberpihakan kepada masyarakat. Dengan adanya sistem ini peran Bappenas lebih jelas, begitupun dengan peran dan tanggung jawab baik Kementerian/Lembaga maupun pemerintah daerah. Menurut Wayan hal itu mengarah pada keterpaduan pembangunan di pusat dan daerah untuk mencapai efektivitas pembangunan.

”Untuk mencapai keterpaduan itu butuh kesiapan sistem, kesiapan para pelaku dan kesiapan informasi. Inilah yang harus kita benahi. Sekarang didorong dalam waktu singkat kita bekerja secara terpadu, ini memang perlu komitmen yang sangat tinggi,” jelas Wayan.

Berkaitan dengan informasi, menurut Wayan perlu kesamaan perspektif perencanaan pembangunan sejak proses musyawarah di daerah hingga pusat. Apakah semua pihak perencana sudah punya  kebutuhan informasi pembangunan dalam perspektif yang sama. Sebab, kalau resources informasi rendah proses musyawarah akan terganggu.

”Kalau informasinya berbeda mungkin diskusinya tidak lancar. Misalnya kabupaten yang akan menginput E-Musrenbang Kabupaten, provinsi yang akan memverifikasi input tersebut kemudian kementerian dan lembaga yang akan mendesain program-program pembangunan kabupaten. Kalau tiga-tiganya maksimal berjalan tidak perlu terlalu lama waktu untuk diskusi dalam Musrenbangnas,” tuturnya.

Untuk itu Wayan memandang dibutuhkan komitmen kuat dari semua pihak perencana pembangunan. Bappenas pun sebagai leader dari perencanaan turut mengarahkan agar tercipta kesamaan informasi  dan pemahaman sehingga dalam pembuatan usulan yang diajukan daerah telah sesuai dengan indikator usulan yang diberikan oleh Kementerian/Lembaga.

Wayan menyebutkan, ”Harus bersinergi dulu dalam perencanaan sebelum dibahas di sini. Harus punya syarat standar yang sama dulu. Standar yang sama akan memudahkan, jadi tidak ada penafsiran keliru. Sehingga waktu diskusi bisa dipersingkat dan lebih efektif. Kalau deskripsi pemahamannya beda, butuh waktu lagi untuk menyamakannya.”

Ia sendiri pun merasakan manfaat dari sinergi kuat ini, terutama dalam proses perencanaan pembangunan di daerah. Forum diskusi yang rutin terjalin antara Bappeda NTT dengan Kementerian/Lembaga sangat membantu dalam menciptakan kesepahaman antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

”NTT mengalami tantangan terkuat di bidang infrastruktur selain isu kesehatan dan pendidikan. Kesepahaman di sana terjalin bagus karena sebelumnya kami telah rutin berdiskusi misalnya dengan intens berdiskusi dengan Kementerian PUPR. Sehingga di Musrenbangnas tidak perlu bicara banyak lagi karena sudah ada kesepahaman dahulu sebelumnya. Jadi apa yang diusulkan Kementerian harus kami pahami sebagai prioritas kami juga. Mengenai prioritas kami sudah tetapkan bersama, tinggal dimasukkan ke dalam aplikasi. Harus ada kesepahaman ke depan bahwa daerah dan pusat adalah satu tim. Kita bukan berbeda tim,” tutur Wayan.

Khusus untuk NTT, Wayan mengharapkan program pembangunan yang akan dilaksanakan lebih spesifik dan tidak perlu terlalu banyak program. NTT termasuk daerah dengan pendapatan perkapita yang rendah, untuk itu skala pembangunan harus memberi ruang pertumbuhan ekonomi yang besar dengan program spesifik. Ia khawatir jika terlalu banyak kegiatan malah hasilnya tidak maksimal. ”Jadi kalau anggaran terbatas, jangan terlalu banyak kegiatan,” tegasnya.

Selain itu NTT memiliki potensi pembangunan yang cukup signifikan untuk dikembangkan di bidang pariwisata dan ternak sapi. Menurut Wayan pariwisata di NTT termasuk beragam dan khas misalnya objek wisata Komodo, danau tiga warna dan artefak manusia purba. Di balik potensi itu, masih ada kondisi mendesak yang sangat butuh perhatian. Kabid Perencanaan Pembangunan I Bappeda NTT Djose Nai Buti menyebutkan bahwa provinsi NTT masih membutuhkan dukungan penuh dari pemerintah pusat pada berbagai bidang pembangunan, misalnya di bidang kesehatan, aspek aksesibilitas dan pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan masih butuh banyak perhatian.

Aksesibilitas jadi priroritas utama karena NTT memiliki 1192 pulau. Bisa dibayangkan tingkat kesulitan akses untuk mencapai keseluruhan pulau itu. Aksesibilitas menjadi sangat penting dan high cost. Konektivitas pun menjadi prioritas pembangunan, terutama konektivitas laut dan jalan darat.

Selain itu Djose menjelaskan khusus untuk isu kesehatan usulan terbanyak yaitu mendukung pelaksanaan kebijakan nasional berkaitan dengan promosi kesehatan, perluasan akses kesehatan, peningkatan kecukupan gizi, KB dan Kesehatan reproduksi. Fokusnya pada perluasan akses, penanganan gizi buruk dan promosi kesehatan, perilaku hidup sehat, pembangunan masyarakat, hingga peran serta masyarakat termasuk penguatan komitmen pada penggunaan dana desa untuk mendukung kesehatan.

Seperti diketahui Undang-undang Desa No.6 sudah mendukung penggunaan dana desa untuk pembangunan kesehatan. NTT pun kini menjadi salah satu daerah sasaran program Aksi Solidaritas Era (OASE) Kabinet Kerja yaitu Kampung Sejahtera.