Menteri Bambang: Mangrove Terbukti Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Berita Utama - Jumat, 08 September 2017
JAKARTA – Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjadi pembicara dalam seminar Internasional The 1st World Blue Carbon Conference yang diselenggarakan di Balai Sidang Jakarta, pada Jumat (8/9). Dalam paparannya, Menteri Bambang mengatakan hutan mangrove memiliki peran untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekaligus menahan daerah pantai dari gelombang tsunami, hal ini terbukti di Lombok dan Maumere Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Sebuah program yang diinisiasi oleh International Fund for Agricultural Development (IFAD) bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan didukung komunitas LSM terbukti telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Lombok Barat. Sebelum program pemberdayaan masuk, masyarakat yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan hanya bisa melaut untuk jangka waktu enam bulan, sedangkan sisanya tergantung oleh kondisi cuaca. Lebih parahnya adalah ketergantungan pada tengkulak dalam menjual hasil ikannya. Karenanya mereka sangat rentan terhadap kemiskinan. “Pendapatan mereka hanya Rp. 500.000 untuk setahun, hal ini dikarenakan para nelayan hanya bisa melaut untuk enam bulan saja,” tutur Menteri Bambang.
Program IFAD mengajak masyarakat untuk menanam dan merehabilitasi hutan mangrove disepanjang pantai dekat rumah. Selain penanaman, masyarakat juga diajak untuk membudidayakan kepiting mangrove yang memiliki pangsa pasar tinggi. Pengembangbiakan kepiting mangrove yang dilakukan masyarakat memberikan alternatif mata pencaharian selain mencari ikan di laut. Program tersebut juga mengajak masyarakat untuk menjaga terumbu karang sebagai habitat ikan. Sebagai hasilnya tidak kurang dari dua tahun semenjak program diluncurkan pendapatan masyarakat naik menjadi tiga kali lipat.
“Dalam program yang diinisiasi oleh IFAD, terdapat dua fokus program yaitu pertama adalah restorasi ekosistem mangrove dan kedua merehabilitasi terumbu karang. Melalui dua program ini dapat mengajarkan para nelayan untuk mengetahui bagaimana memproses kepiting dan ikan serta memotong langsung rantai distribusi,” tegas Menteri Bambang.
Untuk wilayah Maumere, menteri Bambang mengatakan bahwa kawasan mangrove memiliki nilai estetika sehingga mendukung pariwisata. Jumlah kunjungan wisatawan yang berkunjung ke kawasan mangrove di Maumere terbukti meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Trauma akibat serangan tsunami yang menerjang Maumere pada tahun 1992 dan memporakporandakan wilayah ini menyadarkan masyarakat untuk menanam mangrove. Ekosistem mangrove berdasarkan penelitian terbukti mampu menahan gelombang tsunami sebagai dampak gempa bumi. Dalam penutupnya menteri bambang menekankan pentingnya kerjaasama antara akademisi, ilmuwan. LSM dan akademisi untuk menciptakan program yang mendukung program ekonomi hijau dan “Blue Carbon”.