Menteri Bambang: Indonesia Perlu Antisipasi Perang Dagang AS dan China
Berita Utama - Jumat, 23 Maret 2018
JAKARTA – Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan perang dagang yang saat ini sedang terjadi antara AS dan China memberikan dampak yang tidak baik bagi situasi global, tidak terkecuali Indonesia. Hal ini disampaikan beliau saat menjadi narasumber dalam Program Live “Bloomberg Market Asia”, di kantor Bloomberg, Deutsche Bank Jakarta, Jumat (23/3). “Menurut perspektif kami, apabila ada batasan dari AS terhadap barang-barang ekspor dari China, maka hal yang perlu diantisipasi adalah kemungkinan adanya pergeseran produk yang diekspor China ke negara lain, termasuk Indonesia. Kita sudah mempunyai defisit perdagangan dengan China, sehingga apabila adanya pergeseran ekspor dari AS ke negara lain termasuk Indonesia, maka ini akan menjadi tantangan besar untuk kita, karena tidak hanya Indonesia, tapi juga negara bagian Asia Tenggara akan turut mengantisipasi dampak perang dagang ini,” tutur Menteri Bambang.
Menteri Bambang juga mengatakan saat ini pemerintah perlu menaruh perhatian terhadap daya saing ekspor dan cara mempertahankan keseimbangan perdagangan. Dalam dua bulan terakhir, Indonesia mengalami defisit perdagangan yang disebabkan oleh meningkatnya barang-barang impor terutama pada barang-barang modal (capital goods). “Ketika terjadi perang dagang, yang harus kita lakukan adalah memastikan apakah defisit perdagangan ke depan disebabkan karena memang meningkatnya impor dari capital goods, atau disebabkan karena sesuatu hal yang berhubungan dengan perang dagang antara AS dan China,” ungkap Menteri Bambang.
Selain itu, Menteri Bambang juga mengatakan untuk tetap terbuka terhadap investor luar negeri, tidak hanya dari China namun semua investor yang siap berinvestasi di Indonesia. “Kita terbuka terhadap investor yang ingin berinvestasi di Indonesia, dan berdasarkan pengalaman kami, para investor yang membuat perjanjian investasi antara pemerintah dengan investor itu sendiri merupakan perjanjian standar antara pemerintah dengan private sector,” ujar beliau.