Menteri Bambang Dorong Peningkatan Keragaman dan Kompleksitas Produk Ekspor Indonesia
Berita Utama - Selasa, 17 April 2018
JAKARTA – Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang P. S. Brodjonegoro memberikan sambutan kunci dalam acara The 4th Industrial Dialogue Grand Session: The Study on the Promotion of Globally Competitive Industry, yang terselenggara atas kerjasama Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang melalui Kementerian PPN/Bappenas dan Japan International Cooperation Agency (JICA), di Hotel Shangri-La, Jakarta. Dalam sambutannya, Menteri Bambang menyambut baik diskusi hari ini mengenai rekomendasi kebijakan yang dihasilkan dari studi yang telah dimulai sejak pertengahan tahun 2016. “Melalui diskusi hari ini diharapkan dapat menggalang kesepahaman dan komitmen di antara masing-masing instansi Pemerintah Indonesia, khususnya dalam menyikapi perkembangan sektor industri nasional. Saya berharap hasil studi ini sekaligus memberikan sumbangsih pada penajaman kebijakan pembangunan industri nasional,” kata beliau.
Menteri Bambang menjelaskan pengembangan industri nasional diarahkan untuk memecahkan tiga masalah utama. Pertama, stagnansi produktivitas tenaga kerja industri. Data IMF menunjukkan produktivitas tenaga kerja Indonesia stagnan selama lebih dari satu dekade terakhir, sementara China dan India mengalami kenaikan yang pesat. Kedua, daya saing industri nasional. Kenaikan Incremental Capital-Output Ratio (ICOR) Indonesia menggambarkan penggunaan kapital yang melemah dikarenakan belum optimalnya fungsi intermediasi perbankan dan akses keuangan yang terbatas bagi masyarakat. Ketiga, ekspor produk manufaktur Indonesia didominasi produk teknologi rendah. Rendahnya proporsi ekspor dengan kandungan teknologi tinggi mengindikasikan Indonesia belum berpartisipasi optimal dalam rantai nilai global.
“Saat ini karakteristik produk ekspor Indonesia bersifat homogen, dan kita tertinggal dalam mengembangkan produk baru di bidang manufaktur. Produk ekspor Indonesia terkonsentrasi pada produk hasil komoditi dan barang pertambangan, seperti batubara, CPO, dan karet, dengan sedikit kontribusi dari ekspor barang permesinan. Sementara Thailand dan Malaysia memiliki karakteristik produk ekspor yang lebih heterogen dan berada dalam posisi yang lebih baik dalam menangkap perubahan konsumsi global, mendorong nilai tambah yang tinggi, serta lebih kuat dalam menghadapi fluktuasi harga komoditas,” jelas Menteri Bambang.
Untuk itu, Menteri Bambang mendorong upaya untuk meningkatkan keragaman dan kompleksitas produk ekspor Indonesia agar mampu bersaing di pasar global. Kajian empris membuktikan tingkat kompleksitas dan keragaman produk ekspor suatu negara memiliki korelasi positif dengan tingkat pendapatan per kapita suatu negara. Berdasarkan data Atlas of Economic Complexity yang diterbitkan Harvard University menunjukkan produk yang diekspor Indonesia memiliki ragam yang terbatas, didominasi produk commodity-based, dan memiliki kaitan yang terbatas (limited forward and backward linkage) dengan sektor-sektor lain. Hal ini membuat Indonesia belum mampu menghasilkan produk baru dengan teknologi yang lebih tinggi.
“Produk ekspor Indonesia masih terbatas untuk ekspor tekstil, hasil perkebunan dan kayu, dan produk kimia. Untuk menjadi industri maju dan dapat bersaing di pasar global, kita perlu meningkatkan kemampuan know-how dari sektor industri nasional. Kita harus mengidentifikasi jalur tercepat meningkatkan kemampuan, baik melalui kebijakan industri yang tepat maupun dengan fokus pada beberapa produk strategis yang dapat memberikan daya ungkit paling tinggi pada perekonomian nasional. Kapasitas manufaktur lokal juga perlu dikembangkan untuk menghasilkan produk ekspor dengan kompleksitas dan nilai tambah yang tinggi. Studi Bappenas-JICA yang berfokus pada sektor otomotif, elektronika, dan pengolahan makanan memberikan gambaran atas strategi yang dapat ditempuh Indonesia dalam jangka menengah,” jelas Menteri Bambang.
Saat ini Indonesia juga tengah menghadapi tantangan terbesar dalam sektor Information, Communication, and Technology (ICT). Peringkat ICT Indonesia dapat dikatakan cukup baik, tetapi pertumbuhannya belum dapat memenuhi kebutuhan akses infrastruktur ICT nasional dan penggunaan ICT perorangan. Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan pengembangan industri nasional harus sejalan dengan perkembangan teknologi, baik yang digunakan produsen maupun konsumen. Hasil proyeksi ING Economics menunjukkan perkembangan teknologi mobil elektrik sangat pesat, hingga diperkirakan pada tahun 2030 pasar otomotif konvensional di Eropa senilai $200 miliar akan hilang dan digantikan sepenuhnya oleh pasar mobil elektrik.
Menurut Menteri Bambang, perkembangan ICT dan inovasi digital dapat dijadikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan produktivitas ekonomi nasional. “Otomatisasi proses produksi akan meningkatkan produktivitas secara signifikan. Dengan respon kebijakan yang tepat dapat meningkatkan nilai perekonomian secara keseluruhan. Pada tahun 2025, Indonesia diproyeksi akan menjadi barometer perkembangan industri digital dengan memiliki pangsa 52 persen pasar e-commerce di regional Asia Tenggara yang didorong oleh pertumbuhan kelas menengah dan perbaikan akses infrastruktur digital,” ujar Menteri Bambang.
Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2019, pemerintah menargetkan sektor industri nasional tumbuh dalam rentang 5,1–5,6 persen. Untuk mencapai target tersebut dan mendorong industri nasional ke arah yang lebih maju, pemerintah akan fokus pada beberapa isu strategis, seperti nilai tambah manufaktur, iklim usaha, produktivitas, kandungan teknologi, dan ekspor produk manufaktur. Rencana kerja yang mendukung pengembangan industri nasional di dalam Prioritas Nasional 3: “Peningkatan Nilai Tambah Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Kerja melalui Pertanian, Industri, Pariwisata dan Jasa Produktif Lainnya” tersebut, antara lain: (1) pengembangan industri berbasis UMKM pertanian, (2) pengembangan industri hulu, industri pendukung, dan perwilayahan industri, (3) peningkatan ekspor manufaktur, (4) pengembangan kompetensi SDM industri melalui pendidikan vokasi, serta (5) peningkatan penelitian dan pengembangan industri.
Khusus kegiatan penelitan dan pengembangan industri, pemerintah saat ini sedang menyiapkan skema insentif investasi industri, salah satunya adalah insentif pengurangan pajak melalui fasilitas tax holiday, tax allowance, dan import duty. “Strategi pengembangan industri nasional tersebut menjadi modal dasar dalam mencapai target visi pembangunan Indonesia tahun 2045 sebagai negara dengan tingkat pendapatan tinggi. Sektor industri diharapkan menjadi penggerak utama perekonomian nasional dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 7,8 persen per tahun dan kontribusi terhadap perekonomian sebesar 32 persen,” pungkas beliau.