Menakar Potensi Investasi Keuangan Syariah di Tengah Pandemi
Berita Pembangunan - Senin, 15 Juni 2020
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Bambang Prijambodo menegaskan bahwa pandemi Covid-19 mengakibatkan kerugian fisik dan material serta memberikan dampak langsung pada kegiatan ekonomi Indonesia, yakni pada sektor bisnis termasuk investasi. Berdasarkan perkembangan pada Bursa Efek Indonesia (BEI), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai titik terendah selama 5 tahun pada akhir Maret 2020, yaitu pada angka sekitar 3.938. Namun, hingga 10 Juni, sudah terjadi rebound, turun 122 poin atau 2,4 persen ke 4.913 dengan net sell atau aksi jual bersih asing sebesar 637,2 miliar di pasar saham.
“Aksi ini mengakibatkan saham emiten di seluruh sektor berada pada zona merah, dengan sektor yang mengalami penurunan paling banyak, yaitu sektor keuangan yang melemah kira-kira 3,4 persen,” jelas Deputi Bambang dalam Webinar Potensi Investasi Keuangan Syariah pada Saat Pandemi yang terselenggara atas kerja sama Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) didukung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, Bahana TCW Investment, Komunitas Syariah saham, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Hijrahfest, dan Republika, pada Jumat (12/6).
Pandemi Covid-19 terbukti sangat memberikan dampak pada instrumen investasi, baik syariah maupun konvensional. Namun, instrumen keuangan syariah lebih kebal terhadap pengaruh pandemi dibandingkan dengan instrumen keuangan konvensional. Berdasarkan data OJK dan BEI, kapitalisasi dan kinerja pasar saham syariah Indonesia mengalami penurunan year to date, yaitu sebesar masing-masing 22,4 persen dan 16,3 persen. “Hal tersebut menunjukkan bahwa pada era pandemi ini resistensi saham syariah relatif lebih stabil dibandingkan dengan saham-saham konvensional,” jelas Bambang.
Selain itu, sukuk juga dianggap lebih tahan terhadap dampak Covid-19 dibandingkan dengan instrumen obligasi. “Berdasarkan data penilai harga efek Indonesia, return sukuk di pasar sekunder selama 3 bulan terakhir turun sebesar 2,5 persen atau 6,5 poin, sementara pasar sekunder obligasi secara composite mengalami penurunan lebih dalam, yaitu sekitar 4,5 persen atau 12,6 poin,” urai Bambang.
Reksadana saham syariah dan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana juga mengalami penurunan tetapi kembali meningkat, masih lebih aman dibandingkan dengan NAB reksadana konvensional yang terus menurun sebesar 10,9 persen. Menurut Deputi Bambang, pandemi Covid-19 tidak seharusnya menjadi penghalang untuk berinvestasi. “Hal-hal yang menjadi kunci utama berinvestasi di tengah wabah ini antara lain melakukan evaluasi kembali nilai ekonomi dengan cermat dan memilih sektor-sektor yang akan menjadi tujuan,” pungkas Bambang.