Ketahanan Pangan Masa Depan Bangsa
Berita Utama - Senin, 21 Maret 2016
JAKARTA – Menteri Sofyan Djalil menyebutkan beberapa upaya mendukung ketahanan pangan masa depan seusai mengikuti diskusi Penyusunan Visi Pembangunan Indonesia 2045 dan 2085 pada Jumat (18/3) di Gedung Bappenas, yaitu memaksimalkan reforma agraria, menyiapkan pangan alternatif, serta fokus riset dan pemanfaatan teknologi pertanian.
Dalam diskusi, ketahanan pangan tetap merupakan tantangan besar dalam 30 dan 70 tahun ke depan, yang perlu diantisipasi secara dini. Sofyan memandang reforma agraria penting untuk menambah jumlah lahan pertanian. Sebab dari sisi produksi pangan, keberlanjutan produksi perlu diperkuat dengan peningkatan jumlah produksi dan lahan pertanian, juga pengaturan tata ruang dan insentif yang tepat untuk memperlambat konversi lahan ke non-pertanian.
“Reforma agraria menjadi penting sehingga lahan idle bisa dikonversi menjadi lahan produktif untuk pangan pertanian. Lahan pertanian kita masih kurang. Secara umum total lahan pertanian cuma 35 juta hektar dari 88 juta hektar luas lahan untuk pertanian seluruh Indonesia. Masih kecil sekali dibanding Amerika Serikat yang punya 414 juta hektar lahan pertanian," jelas Bapak Menteri Sofyan Djalil.
Melihat potensi ke depan akan terjadi perubahan pola konsumsi, Sofyan menyebutkan banyak sekali ide-ide kreatif yang mendesak dilakukan untuk meningkatkan produksi pertanian. Ide seperti pangan alternatif yang kaya karbohidrat sekaligus protein, pemanfaatan riset pertanian, dan juga pemanfaatan teknologi pertanian yang mudah diakses petani kecil.
“Oleh sebab itu mulai 2017 anggaran untuk pangan akan lebih fokus. Salah satu contoh pemanfaatan teknologi, membuat storage untuk petani karena masih ada masalah setelah panen hasil tani yang harus langsung dijual karena tidak punya storage. Lalu kerjasama dengan BMKG, jadi setiap daerah memiliki perhitungan cuaca untuk dukung pertanian," jelas Sofyan.
Menurut Sofyan hasil riset bidang pertanian dapat memberikan input metodologi terbaru untuk improve produktivitas pertanian. Ia mengatakan saat ini hanya 2,5 persen hasil publikasi riset yang telah dimanfaatkan, sementara 97,5 persen masih tersimpan di perpustakaan. Maka riset perlu jadi perhatian khusus dan difokuskan. Anggaran riset sudah ada dan tersebar di mana-mana, sehingga pembiayaan riset berkelanjutan dan prioritas juga perlu dipikirkan.
Untuk setahun ke depan, agenda pembangunan bidang pangan menurut Sofyan dapat didukung oleh perbaikan infrastruktur dan memperbaiki kelembagaan, khususnya mengorganisasi petani. Juga adanya ide untuk membuat pasar online. Masalah distribusi pangan pertanian yang terhambat karena tengkulak juga merupakan mata rantai panjang yang harus segera diatasi.
“Yang kita coba perbaiki sekarang adalah tahap infrastruktur dulu. Untuk mendukung petani, memudahkannya mencapai pasar untuk jual hasil pertanian. Selain itu kita akan coba BUMR satu di Sukabumi, membangun link antara pabrik pangan dengan petani. Konsep besarnya adalah integrity farming," pungkas Sofyan.