Jawab Tantangan Perkotaan Indonesia Masa Depan, Bappenas Gelar Urban Resilience Forum
Berita Pembangunan - Selasa, 30 Juli 2024
Kementerian PPN/Bappenas menggelar Indonesia Urban Resilience Forum yang mempertemukan para pembuat kebijakan, pakar, dan pemangku kepentingan untuk membahas tantangan dan solusi dalam membangun ketahanan perkotaan di Indonesia, Selasa (30/7). Selain menjadi wadah berbagi pengetahuan dan praktik terbaik dalam menghadapi berbagai guncangan dan tekanan yang dihadapi kota-kota di Indonesia, forum ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang isu-isu ketahanan perkotaan, serta mendorong kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan dalam membangun kota-kota yang lebih tangguh dan berkelanjutan.
Deputi Bidang Pembangunan Regional Kementerian PPN/Bappenas Tri Dewi Virgiyanti, menekankan pentingnya ketahanan perkotaan dalam menghadapi urbanisasi yang pesat, perubahan iklim, dan bencana alam. Beliau juga menyoroti berbagai kebijakan dan program yang telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan ketahanan kota di Indonesia. “Pemerintah menyadari pentingnya menginternalisasi ketahanan bencana dan adaptasi perubahan iklim ke dalam rencana pembangunan dan tata ruang di tingkat nasional dan lokal. Peraturan zonasi dalam rencana tata ruang di tingkat kota harus secara jelas menunjukkan daerah rawan bencana, dan membatasi kegiatan yang diperbolehkan di daerah tersebut dengan kriteria yang ketat. Tujuan utamanya adalah untuk meminimalkan kerugian ekonomi dan jumlah orang yang terkena dampak bencana alam,” papar Deputi Virgi.
Ketahanan urban didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat kota untuk bertahan, beradaptasi, dan tumbuh di tengah berbagai tekanan, termasuk bencana alam dan perubahan iklim. Kemampuan ini dilakukan melalui empat tahapan. Pertama, kesadaran, yaitu mengidentifikasi risiko, meningkatkan pengetahuan dan kesiapsiagaan, serta mendorong tindakan dan perilaku tangguh. Kedua, mengatasi, yaitu membangun infrastruktur yang kuat, mengembangkan rencana darurat, dan mekanisme respons yang efektif. Ketiga, beradaptasi, yaitu melakukan perubahan perilaku dan kelembagaan berdasarkan pembelajaran dan refleksi. Terakhir adalah transformasi, yaitu mengubah kebijakan dan investasi untuk membuka potensi ekonomi dan sosial. Mengingat kompleksitas tantangan ini, pemerintah mendorong kolaborasi multi-pemangku kepentingan untuk membangun sinergi dalam berbagi pengetahuan, teknologi, pelatihan, dan pemberdayaan masyarakat rentan.
Urban Resilience Forum diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi konkret untuk memperkuat ketahanan perkotaan di Indonesia. Rekomendasi ini akan menjadi masukan berharga bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan dan program pembangunan perkotaan yang lebih efektif dan berkelanjutan. Deputi Virgiyanti menekankan pentingnya kolaborasi multi-pemangku kepentingan dalam membangun ketahanan perkotaan. “Di tengah upaya Indonesia mewujudkan visi tersebut, kontribusi keahlian dari semua pihak, mulai dari pemerintah pusat, daerah, mitra pembangunan, dan sektor swasta, sangat dibutuhkan. Kita perlu memiliki kolaborasi yang baik untuk mendukung tindakan kita dalam mewujudkan ketahanan urban Indonesia. Saya berharap dapat melanjutkan kolaborasi dengan semua pihak,” pungkas Deputi Virgi.