HLF MSP: Optimalkan Nilai Ekonomi Regional lewat Inovasi dan Kemitraan Multipihak

BALI – Untuk mencapai nilai ekonomi yang lebih optimal di tingkat regional, Menteri PPN/Kepala Bappenas 2016-2019 sekaligus Profesor Ekonomi di Universitas Indonesia Bambang Brodjonegoro, menekankan peran penting kemitraan multipihak dalam mendorong nilai ekonomi bagi negara berkembang. Dalam sesi paralel tematik “Innovate to Elevate: Multi-Stakeholder Partnerships for Promoting Higher Economic Value at the Regional Level” HLF MSP 2024, Bambang menyoroti negara berkembang yang kaya sumber daya perlu mengatasi kekurangan dalam modal, teknologi, dan sumber daya manusia untuk mengubah kekayaan sumber daya yang dimiliki menjadi pertumbuhan berkelanjutan. Salah satunya melalui Foreign Direct Investment (FDI) untuk membantu negara berkembang memproses sumber daya mereka.

Namun, Bambang mengingatkan pemerintah juga harus mengevaluasi jenis FDI yang diundang untuk mencegah investasi yang tidak menciptakan nilai tambah. “Evaluasi ini adalah apa yang sedang dilakukan Indonesia sekarang melalui hilirisasi. Misalnya, investor yang masuk untuk memproses sumber daya nikel kami, tidak hanya mendapatkan akses ke nikel, tetapi juga diminta mengembangkan dan memproses nikel menjadi baja tahan karat atau baterai EV. Itu nilai tambah,” kata Bambang, Selasa (3/9).

Bambang juga menekankan pentingnya mengatasi kekurangan teknologi di Global South, serta investasi pada SDM khususnya bidang STEM dan R&D, untuk memastikan tenaga kerja yang produktif dan terampil khususnya dalam mendorong pembangunan. “Produktivitas harus didukung teknologi. Tanpa adopsi teknologi yang tepat, kita akan selalu mengimpor teknologi dari ekonomi yang maju. Kita perlu memiliki kemampuan sendiri untuk memahami dan memanfaatkan teknologi, dan itu juga bergantung pada kemampuan manusia. Tentu saja, kita perlu berinvestasi di bidang ini agar itu terjadi, kita benar-benar perlu berinvestasi dalam infrastruktur digital,” katanya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta Kamdani mengungkapkan nilai ekonomi tinggi tidak dapat diciptakan oleh satu pelaku ekonomi. “Setiap pelaku harus bergerak dalam parameter pengaruh untuk memastikan bahwa kita dapat secara berkelanjutan menghasilkan inovasi dengan nilai ekonomi tinggi. Akan sangat sulit jika itu tidak terjadi,” kata Shinta. Shinta menyoroti tiga faktor utama yang dapat menghasilkan inovasi dengan nilai ekonomi tinggi. “Bisnis dan investor harus bersedia investasi dalam R&D untuk pertumbuhan mereka sendiri. Institusi pendidikan tinggi harus mampu menghasilkan penelitian berkualitas tinggi dan lulusan yang mampu menerjemahkan pengetahuan akademis menjadi inovasi praktis. Inovasi harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan standar regulasi agar terintegrasi secara efektif ke pasar,” katanya.

Turut hadir Duta Besar Spanyol untuk Indonesia dan ASEAN Fransisco de Asis Aguilera Aranda, Deputi Sekretaris-Jendral ASEAN untuk Komunitas dan Korporasi Nararya Sanggramawijaya Soeprapto, Direktur Eksekutif South Centre Carlos Maria Correa, Wakil Direktur-Jendral Swedish International Development Coorporation Agency Marie Ottoson, dan Wakil Tetap Republik Indonesia untuk PBB, Organisasi Perdagangan Dunia, dan organisasi internasional lainnya di Jenewa Febrian A. Ruddyard.