Evaluasi Pembangunan Wujud Penghormatan Hak Rakyat
Berita Pembangunan - Jumat, 14 Oktober 2016
JAKARTA – Evaluasi pembangunan merupakan perwujudan dari penghormatan hak-hak konstitusional rakyat. Hal ini ditegaskan oleh Busyro Muqoddas saat menjadi pembicara kunci pada Rapat Kerja Deputi Bidang Pemantauan, Evaluasi dan Pengendalian Pembangunan di Bappenas, Jumat (14/10).
“Urgensi monev (monitoring dan evaluasi) diantaranya perwujudan keinsyafan relasi moral negara dengan rakyat serta penghormatan terhadap hak-hak konstitusional rakyat” terang Busyro. Lebih lanjut mantan Ketua KPK ini menambahkan bahwa evaluasi tidak sekedar memberikan data dan angka yang bersifat kuantitatif namun juga sebagai bagian pelaksanaan sistem demokrasi dan menjunjung tinggi HAM.
Perwujudan demokratisasi kebijakan publik bisa dilakukan oleh lembaga negara di Indonesia termasuk Kementerian PPN/Bappenas. Sebagai contoh peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran kementerian dan lembaga terkait program kementerian/lembaga.
“Demokratisasi kebijakan dalam arti rillnya misalnya pelibatan unsur masyarakat madani seperti Kampus, ormas dan LSM dalam penyusunan budgeting kementerian/ lembaga” jelas busyro.
Bappenas dapat meminta masukan dari akademisi dan organisasi masyarakat yang berkompeten dan menguasai konteks perencanaan saat penyusunan anggaran. Hal ini diistilahkan pengajar UII ini dengan “pemerakyatan perencanaan Bappenas”.
Selain itu, diharapkan dengan masuknya unsur masyarakat madani maka ongkos politik dapat ditekan dan kebijakan yang diambil pemerintah bisa mendapat legitimasi yang kuat. Saat ini menurut Busyro hubungan antara negara dan pelaku usaha (bisnis) sangat kuat dan mengerdilkan peran masyarakat madani yang terlepas dari unsur politik.
Secara sistem kenegaraan, Indonesia menurut Busyro, menganut sistem materialisme yang diwujudkan menjadi sistem pragmatisme para elit politik di tanah air. Hal ini dapat terlihat jelas dari perilaku para politisi dan pemangku kekuasaan di Indonesia yang memanfaatkan pengaruh dan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau golongannya.
“Materialismme melahirkan sikap-sikap pragmatis kalo bahasa gampangnya mumpung saat ini masih menjabat maka cari keuntungan banyak,” ungkap Busyro. Jika kemudian aturan yang ada belum mengakomodasi pelibatan masyarakat madani dalam perencanaan pembangunan maka menurut Busyro aturan tersebut harus diubah.
“Saya kira aturan bisa mengikuti jika memang belum ada yang mengatur masalah ini” pungkas Busyro.
Sebagai informasi, Rapat kerja ini menurut Deputi PEPP, Roni Dwi Susanto dilakukan dalam rangka meningkatkan upaya-upaya peningkatan kualitas hasil dari pemantauan perencanaan pembangunan dan untuk memastikan kegiatan pada kedeputian PEPP bisa tercapai di akhir 2016 dan sekaligus persiapan rencana kegiatan di 2017.