Paket Kebijakan Ekonomi VIII: Satu Peta Nasional, Kilang Minyak dan Bea Masuk Suku Cadang Pesawat

Pemerintah kembali mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi VIII, Senin (21/12) di Istana Kepresidenan, Jakarta. Paket kebijakan kali ini meliputi tiga hal, yaitu kebijakan satu peta nasional (one map policy) dengan skala 1:50.000, membangun ketahanan energi melalui percepatan pembangunan dan pengembangan kilang minyak di dalam negeri, dan insentif bagi perusahaan jasa pemeliharaan pesawat (maintenance, repair and overhoul/MRO).

Kebijakan Satu Peta

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution yang membacakan Paket Kebijakan Ekonomi VIII menyatakan, pengembangan kawasan atau infrastruktur, seringkali terbentur dengan sejumlah masalah terkait pemanfaatan ruang dan penggunaan lahan. Konflik ini sulit diselesaikan karena Informasi Geospasial Tematik (IGT) saling tumpang tindih satu sama lain. 

Karena itu, kebijakan satu peta yang mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data dan satu geoportal untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional menjadi salah satu prioritas pemerintah. Basis referensi peta yang sama, juga akan meningkatkan keandalan informasi terkait lokasi dari berbagai aktivitas ekonomi. Ini akan memberikan kepastian usaha. Berbagai informasi yang dikompilasi dalam satu peta ini juga bisa dimanfaatkan untuk sejumlah simulasi, antara lain untuk mitigasi bencana. 

Melalui Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta ini, kementerian dan lembaga akan menyiapkan peta tematik skala 1:50.000 sesuai rencana aksi masing-masing dengan batas akhir tahun 2019. 

Menurut Darmin, kebijakan satu peta ini akan “Mempermudah dan mempercepat penyelesaian konflik tumpang tindih pemanfaatan lahan, penyelesaian batas daerah seluruh Indonesia.”

Pembangunan Kilang Minyak

Perhatian pemerintah terhadap ketahanan energi juga diwujudkan dengan percepatan pembangunan dan pengembangan kilang minyak di dalam negeri. Ini demi memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan mengurangi ketergantungan impor BBM. Kebijakan ini akan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres). 

Permintaan BBM yang lebih tinggi dari supply domestik saat ini akan terus semakin lebar jaraknya karena permintaan terus meningkat terutama untuk sektor transportasi. Selisih permintaan dan penawaran ini, diperkirakan melebar hingga sekitar 1,2 – 1,9 juta barel per hari pada 2025 jika tidak ada penambahan kapasitas produksi. 

Indonesia belum melakukan pembangunan kilang minyak sejak 21 tahun terakhir. Seperti diketahui, pembangunan kilang minyak terakhir dilakukan di Balongan pada 1994 dengan kapasitas saat ini 125 ribu barel per hari. Untuk itu, perlu dibangun kilang baru dengan kapasitas 300 ribu barel per hari yang akan membantu menambal selisih permintaan dan penawaran. 

“Pembangunan dan pengembangan kilang ini harus dilakukan dengan menggunakan teknologi terbaru, memenuhi ketentuan pengelolaan dan perlindungan lingkungan, dan tentu saja mengutamakan penggunaan produk dalam negeri,” kata Darmin. 

Selain itu, pemerintah juga akan memberikan insentif fiskal ataupun nonfiskal bagi terselenggaranya pembangunan dan pengembangan. “Pelaksanaan pembangunan dan pengembangan kilang diintegrasikan sedapat mungkin dengan petrokimia,” lanjutnya.

Selain membangun kilang baru, pemerintah juga akan meningkatkan (upgrade) kilang yang sudah ada. Pemerintah memproyeksikan produksi BBM akan meningkat dari 825 ribu barel per hari pada 2015 menjadi 1,9 juta barel per hari pada 2025. 

Dengan terpenuhinya kebutuhan BBM dari produksi kilang dalam negeri, maka harga jual BBM pada dunia usaha dan masyarakat, diharapkan dapat ditekan menjadi lebih murah. 

Sampai saat ini, setidaknya ada empat kilang yang beroperasi dan perlu perbaikan, yaitu di Cilacap, Balikpapan, Balongan dan Dumai. Kilang baru akan dibangun di Bontang dan Tuban.