Membaiknya Situasi Gizi Indonesia di tengah Memburuknya Perkembangan Pangan dan Gizi di Asia Pasifik

 Pada tahun keempat penerapan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs), Indonesia telah membuat kemajuan luar biasa dalam pencapaian Tujuan-2 TPB/SDGs. Data terbaru menunjukkan Pemerintah Indonesia telah berhasil menunjukkan perkembangan positif dalampembangunan ketahanan pangan dan gizi. Namun demikian, perkembangan positif tersebut masih diikuti dengan tantangan besar terhadap tingginya masalah gizi, terutama angka stunting.  Hampir satu dari tiga anak di Indonesia masih terhambat pertumbuhannya.

“Dalam pencapaian tanpa kelaparan, saya juga ingin menekankan pentingnya sistem pangan berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan dan produktif akan menjadi tantangan nyata kami dalam waktu dekat. Dalam konteks Indonesia, sistem produksi pangan sebagian besar mengandalkan petani kecil, meningkatkan produktivitas petani adalah salah satu kebijakan penting kami,” kata Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/BAPPENAS, sebagai Penanggung Jawab Tim Koordinasi Strategis Pelaksanaan TPB/SDGs Nasional Pelaksanaan, Arifin Rudiyanto, dalam sambutannya di Forum “Tinjauan Ketahanan Pangan dan Gizi di Indonesia” yang diadakan di Jakarta, pada Selasa (2/4).

Tahun lalu, konsumsi makanan per kapita di Indonesia meningkat sekitar 5 persen, dan bahkan konsumsi kalori pada masyarakat berpendapatan rendah meningkat sekitar 8 persen. Dalam kondisi ini, tingkat stunting untuk anak di bawah lima tahun di Indonesia turun 7 persen dibanding kondisi tahun 2013, menjadi 30,8 persen tahun 2018. Prevalensi kekurangan berat badan (wasting) pada anak di bawah lima tahun juga turun 2 persen, menjadi 10 persen selama periode yang sama. Indonesia berada dalam kondisi transisi ekonomi, dengan pertumbuhan pendapatan lebih dari 5 persen per tahun, dan permintaan akan makanan tumbuh lebih dari 4 persen. Perubahan ini tidak bisa dihindari karena pertumbuhan ekonomi yang cukup cepat, urbanisasi dan perubahan gaya hidup. Faktor-faktor di atas berdampak pada ketahanan pangan dan gizi masyarakat. Seperti di banyak negara lain di kawasan ini, Indonesia juga berjuang dalam mencapai keberlanjutan dan produktivitas sistem pangan dan gizi           .

 

Tren negatif di Wilayah Asia-Pasifik

Menurut “Tinjauan Regional Asia dan Pasifik tentang Ketahanan Pangan danGizi” – diterbitkan pada Oktober 2018 oleh FAO, UNICEF, WFP dan WHO – berkurangnya jumlah orang yang kelaparan dan kekurangan gizi, termasuk anak-anak, telah terhenti di banyak bagian wilayah tersebut. Wilayah Asia danPasifik menyumbang lebih dari setengah dari jumlah anak kekurangan gizi dunia pada tahun 2017 sebesar setengah miliar manusia (486 juta), sementara jumlah orang yang kelaparan di dunia telah mencapai 821 juta, atau satu dari setiap sembilan orang. Akibatnya, prevalensi kelaparan di seluruh dunia telah kembali ketingkat yang sama dengan satu dekade lalu. Sekitar 79 juta anak di bawah usia lima tahun di Asia dan Pasifik menderita stuntingdan 34 juta anak kekurangan berat badan,  12 juta di antaranya menderita kekurangan gizi akut dengan peningkatan risiko kematian secara drastis.

Laporan ini juga menyoroti kenyataan yang hampir paradoksal dari peningkatan obesitas anak-anak dan orang dewasa di kawasan tersebut, yang kini memiliki prevalensi obesitas anak yang tercepat di dunia. Diperkirakan 14,5 juta anak balita kelebihan berat badan dan hampir semua anak di kawasan ini semakin terpapar makanan olahan yang tidak sehat dan tinggi garam, gula, dan lemak tetapi miskin gizi penting. “Kita memiliki peluang yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk secara dramatis mengubah stagnasi saat ini dalam pengurangan kelaparan, kerawanan pangan, dan kekurangan gizi di kawasan Asia Pasifik dengan membangun pencapaian saat ini,” kata Koordinator Residen PBB Anita Nirody dalam pidato pembukaan di forum tersebut.

Sementara mengakui prestasi signifikan yang dicapai di kawasan ini di antara tahun 2000 dan 2015, dengan 181 juta orang terbebas dari kelaparan dan jumlah total anak yang terhambat berkurang sebesar 45 juta, Ms. Nirody juga mengatakan: "Kemakmuran masa depan kita akan tergantung pada tindakan yang kita ambil sekarang. Dunia tidak bisa memenuhi target Nol kelaparan tahun 2030 jika Asia danPasifik tidak bisa meraihnya”.

 

Melihat ke depan

Pemerintah Indonesia bersama lembaga PBB di Indonesia menegaskan kembali komitmen mereka untuk mencapai target SDG-2 dalam mengakhiri semua bentuk kekurangan gizi dan mencapai nol kelaparan pada tahun 2030. Beberapa langkah yang telah dan akan terus dilakukan oleh pemerintah dan Lembaga PBB di Indonesia adalah: Memperluas cakupan program Manajemen Gizi Buruk Terintegrasi secara nasional, sebuah intervensi yang terbukti menyelamatkan jiwa (UNICEF), penerapan strategi komunikasi perubahan perilaku untuk mengatasi beban ganda gizi buruk pada anak usia sekolah (WFP), penguatan kapasitas nasional dalam aspek keamanan pangan, dan pengembangan lintas sektoral terhadap kebijakan dan tata kelola sistem pangan (FAO), serta peningkatan berkelanjutan pemberian label gizi (WHO).