Di Bangkok, Menteri Bambang Paparkan Komitmen Indonesia Untuk Capai Target Energi Bersih Dan Terjangkau Dalam Sdgs

BANGKOK – Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjelaskan strategi energi Indonesia dalam The 10th International Forum on Energy for Sustainable Development di United Nations Conference Center, Bangkok, Thailand, Senin (7/10). Dalam acara yang diselenggarakan UN Economic and Social Commission of Asia and Pacific atau UN ESCAP tersebut, Menteri Bambang juga membahas cara Indonesia mencapai indikator Tujuan 7: Energi Bersih dan Terjangkau dalam kerangka Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), yaitu rasio elektrifikasi, konsumsi listrik per kapita, jaringan gas perkotaan, bauran energi baru dan terbarukan, serta intensitas energi primer.

“Indonesia memiliki sumber energi baru dan terbarukan yang sangat melimpah, sebesar 419,3 GW, namun kapasitas yang digunakan tercatat hanya 10,2 GW atau 2,5 persen dari total potensi yang dimiliki. Saat ini, porsi energi baru dan terbarukan dalam bauran energi tak lebih dari 10 persen, lebih rendah dari target 15 persen di tahun ini. Progres yang agak lambat tersebut dipengaruhi banyak faktor, salah satunya adalah pilihan energi yang akan diutamakan untuk masa depan. Untuk itu, Indonesia fokus untuk mengembangkan sumber energi baru dan terbarukan yakni geotermal, biomassa, dan energi hidro,” ungkap Menteri Bambang.

Energi baru dan terbarukan menjadi fokus utama karena Indonesia mengejar pertumbuhan ekonomi berkualitas yang turut mempertimbangkan faktor penting lainnya seperti isu lingkungan. Analisis terbaru menunjukkan bahwa performa ekonomi negara dengan skenario business as usual, tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan, akan menimbulkan kemunduran ekonomi dalam jangka Panjang. Hal ini membuat Indonesia meluncurkan inisiatif Pembangunan Rendah Karbon (PRK) atau Low Carbon Development Indonesia, sebagai salah satu kerangka kerja untuk Rencana Pembangunan Jangka menengah Nasional 2020-2024. PRK mendorong penurunan intensitas dan kuantitas gas rumah kaca sekaligus memastikan pertumbuhan ekonomi memperhatikan kualitas lingkungan. Lima kebijakan utama PRK sebagai strategi untuk mewujudkan visi pembangunan rendah karbon, yakni: (1) Transisi Menuju Energi Terbarukan dan Efisiensi Energi; (2) Perlindungan Hutan, Moratorium Gambut dan Meningkatkan Reforestasi; (3) Penanganan Sampah dan Pengelolaan Industri; (4) Meningkatkan produktivitas lahan pertanian; dan (5) Perbaikan Kelembagaan dan Tata Kelola.

“Pengembangan energi baru dan terbarukan adalah salah satu kunci sukses implementasi PRK di Indonesia. Dalam Paris Agreement, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi 29 persen emisi gas rumah kaca di 2030. Target pengurangan di sektor energi tercatat sebesar 314 juta ton CO2. Target dan tujuan ini membuat Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi baru dan terbarukan sebagai strategi kunci dari pengembangan energi tanah air,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro. Selain PRK, efisiensi energi, regulasi ramah lingkungan, peran institusi pendukung, juga sumber pembiayaan alternatif turut dibahas sebagai solusi permasalahan energi dan lingkungan di masa depan. Indonesia juga turut menyambut baik diluncurkannya Asia Pacific Network of Energy Think Tanks (APNETT), wadah untuk saling berbagi best practices sektor energi yang diluncurkan di sela The 10th International Forum on Energy for Sustainable Development tersebut.