Undang Tokoh Pers Dan Pemerintah Daerah Kalimantan Timur, Menteri Bambang Ajak Rampungkan Ibu Kota Baru Di 2024
Berita Utama - Selasa, 01 Oktober 2019
BALIKPAPAN – “Kita akan melihat langsung tempat yang nantinya menjadi pusat pemerintahan atau ibu kota negara kita, Insya Allah di 2024, yaitu sebagian Penajem Paser Utara dan Kutai Kartanegara, yang nantinya akan menjadi government quarter, wilayah yang akan menjadi tempatnya Istana, DPR, kantor kementerian, dan perangkat pemerintahan lainnya. Saya juga tidak mau menaruh lokasi ibu kota ini in the middle of nowhere, di mana untuk mencapai ke sananya susah, tidak ada kota yang bisa menunjang kegiatan, terutama ketika masa konstruksi maupun ketika mulai beroperasi sebagai kota. Belajar dari Brasilia, ketika dibangun in the middle of nowhere, maka membutuhkan waktu yang lama bagi Brasilia untuk akhirnya menjadi kota yang lebih besar dan menjadi pendorong ekonomi daerah sekitarnya,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam Talkshow Kesiapan Kalimantan Timur sebagai Ibu Kota Negara, Selasa (1/10), di Novotel Balikpapan, Kalimantan Timur, yang terselenggara atas kerja sama yang baik antara Kementerian PPN/Bappenas dengan Asosiasi dan Akademisi serta Tokoh Pers dan Media. Acara yang dihadiri pemimpin redaksi media massa, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya tersebut berfungsi sebagai jembatan sosialisasi dan penyampaian aspirasi publik untuk mencapai visi Ibu Kota Negara masa depan, yaitu kota yang Smart, Green, Beautiful dan Sustainable, merepresentasikan identitas bangsa dan Indonesia-sentris.
Menteri Bambang mencontohkan Brasil sebagai praktik baik negara yang dapat memindahkan ibu kota negara dari Rio de Janeiro ke Brasilia untuk mengatasi ketimpangan yang terjadi antara daerah pantai dan Amazon. “Pemindahan itu terjadi tahun 1956, ada ide memindahkan ibu kotanya dari Rio de Janeiro ke Brasilia yang waktu itu juga tanah kosong. Ternyata cukup membutuhkan lima tahun, hingga 1960, Presiden Brasil berhasil declare bahwa ibu kota Brasil sampai hari ini adalah Brasilia. Hanya membutuhkan waktu lima tahun. Pemerintah Brasil merasa ada ketimpangan yang luar biasa, mereka melihat daerah di sekitar Sungai Amazon ternyata hampir dilupakan oleh Pemerintah Brasil sehingga akhirnya ketika diputuskan ibu kota pindah, maka pindahnya langsung jauh menuju wilayah di dekat Amazon sebagai bentuk kehadiran Pemerintah Brasil di tengah masyarakat Amazon, di mana masyarakat Amazon pada saat itu jauh tertinggal dibanding warga Brasil yang tinggal di daerah pantai, yaitu Rio de Janeiro, Sao Paulo, dan di tengahnya ada Pelabuhan Santos,” jelas Menteri Bambang.
Menteri Bambang juga mencontohkan satu negara lain yang mampu memindahkan ibu kota dalam kurun waktu kurang dari empat tahun. “Pakistan ketika sudah merdeka, ibukota awalnya adalah Karachi, terletak di pinggir Samudera Hindia. Karachi berkembang menjadi kota dagang dan bisnis, kemudian Pemerintah Pakistan melihat perkembangan Karachi menjadi tidak terkendali karena agak chaos, padat, dan relatif kurang manageable. Maka, diputuskan pindah ibu kota pada tahun 1960-an dan berhasil dipindahkan dalam waktu 4 tahun. Islamabad akhirnya menjadi ibu kota Pakistan, dibangun dari nol. Islamabad adalah one of well designed city, karena memang kotanya ditata dari awal dan relatively sampai hari ini ter-manage dengan baik,” jelas Menteri Bambang. Karachi, ibu kota Pakistan, penduduknya lebih besar dari Jakarta. Penduduk Jakarta pada 2017 mencapai 10,3 juta orang, sementara penduduk Karachi berjumlah 17 juta orang. Hari ini, Islamabad, dengan penduduk sejuta lebih, tetap menjadi ibu kota yang nyaman. Hal yang sama dialami Brasil. Pada tahun 1960-an, ketika Brasilia dideklarasikan sebagai ibu kota, penduduknya hanya berjumlah 160 ribu jiwa. Lima puluh tahun kemudian, penduduk Brasilia berkembang menjadi 4,5 juta, dan hingga saat ini, Brasilia menjadi kota ketiga terbesar di Brasil.
Menuju pemindahan IKN di 2024, menurut Menteri Bambang, jelas bukan pekerjaan yang mudah, meskipun pengalaman menunjukkan ternyata ada dua negara di periode 1950-1960 yang mampu memindahkan ibu kota dengan waktu kurang dari lima tahun untuk membuat kota yang dibuat dari nol, kota yang kemudian sudah beroperasi sebagai pusat pemerintahan atau ibu kota negara. “Negara lain bisa melakukan pemindahan ibu kota dalam waktu 5 tahun atau kurang dan dalam periode yang lebih tua dari pada periode saat ini. Periode sekarang, dengan teknologi yang jauh lebih maju, skill tenaga kerja yang lebih baik, dan dukungan infrastruktur yang juga lebih baik, harusnya kita bisa mewujudkan mimpi tersebut, membangun ibu kota baru di Penajem Paser dan Kutai Kartanegara dalam waktu yang hampir sama tadi, lima tahun atau kurang sehingga pada awal 2024, Insya Allah kita sudah memulai pemerintahan dari ibu kota baru. Jadi memang harus ada deadline yang ketat, harus ada contoh yang jelas supaya semua orang termotivasi untuk bisa melakukannya tepat waktu,” tutur Menteri Bambang.
Ketika menghadapi pilihan tiga antara Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan, maka lokasi Kalimantan Timur kami pilih karena dekat, tidak hanya dengan satu kota yang fungsional, tetapi dengan dua kota yang fungsional, yaitu Balikpapan dan Samarinda. “Kita melihat sudah ada dua kota yang fungsional sehingga nantinya biaya logistik pembangunan ibu kota bisa lebih murah. Demikian juga ketika kota mulai beroperasi, saya bayangkan, tidak mungkin kota di tahun pertama beroperasi sudah lengkap, pasti masih ada kekurangan sana sini, dan sebenarnya jarak dari Balikpapan ke nantinya government quarter di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara sekitar 60 kilometer, dan akan dibangun jalan bebas hambatan yang memudahkan mobilitas antara Balikpapan dan ibu kota baru. Sangat mungkin di awal-awal ketika kotanya masih terus membangun, melengkapi dirinya, maka sebagian aktivitas akan dilakukan dari Balikpapan,” jelas beliau.
Menteri Bambang juga menjelaskan pembangunan ibu kota baru tidak akan mendorong deforestrasi, namun justru mendorong reforestrasi. “Kota ini akan tetap memegang konsep forest city, kota di dalam hutan. Jadi, kita tidak membuat hutan kota, tapi kita mengembangkan kota di dalam hutan sehingga unsur hutannya itu yang tidak boleh terganggu. Kita komitmen untuk tidak boleh mengganggu hutan yang dikategorikan hutan lindung dan kita pastikan minimum 50 persen ruang terbuka hijau itu tersedia di ibu kota, baik yang di Penajam maupun di Kutai Kartanegara,” jelas beliau. Talkshow Kesiapan Kalimantan Timur sebagai Ibu Kota Negara yang diadakan sebagai rangkaian kunjungan kerja Menteri PPN/Kepala Bappenas ke calon lokasi ibu kota baru tersebut turut dihadir Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor, Bupati Penajam Paser Utara Abdul Ghofur Masud, Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah, Walikota Balikpapan Rizal Effendi, Rektor Universitas Mulawarman Masjaya, Ketua Forum Jurnalisme Profesional untuk Bangsa Margiono, moderator Usman Kansong, serta peserta Kementerian dan Lembaga, BUMN, dan tokoh pers nasional dan daerah.