Tiga Prinsip Penting Implementasi Sustainable Development Goals di Indonesia: Tugas Bersama, Efek Domino, dan Pembiayaan Inovatif
Berita Utama - Rabu, 17 Juli 2019
NEW YORK – “Dengan bangga saya menyatakan bahwa Agenda 2030 telah diinternalisasi dengan baik oleh Pemerintah Indonesia, utamanya dengan melibatkan sektor swasta dan partisipasi bawah ke atas (bottom-up) dari berbagai pemangku kepentingan. Meskipun seperti itu, Laporan Sekretaris Jenderal PBB dan Laporan Pembangunan Berkelanjutan Global menunjukkan bahwa meskipun kemajuan telah dicapai, namun masih terjadi pencapaian target yang tidak merata. Saya juga mengakui pencapaian sebagian besar target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) cukup menantang. Untuk itu, terdapat kebutuhan untuk melakukan perubahan transformasional baik dalam hal skala maupun kecepatan untuk mencapai target (TPB/SDGs). Pemerintah Indonesia juga telah menunjukkan komitmen yang tinggi dengan mengimplementasikan TPB/SDGs baik secara nasional maupun daerah, dan di dalam forum ini saya siap untuk berbagi pengalaman Pemerintah kami. Sekali lagi saya dengan bangga memberitahukan untuk kedua kalinya Indonesia secara sukarela mempresentasikan Voluntary National Review (VNR),” tutur Menteri PPN/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam sambutan kuncinya pada The United Nations High-Level Political Forum (HLPF): “The High-Level Political Forum on Sustainable Development and High-Level Segment of the Economic and Social Council (ECOSOC)”, di New York, Selasa (16/7).
Menteri Bambang menjelaskan tiga prinsip utama implementasi TPB/SDGs yang perlu diperhatikan Indonesia. Pertama, TPB/SDGs adalah tugas bersama. Semua pemangku kepentingan harus saling bahu-membahu berkontribusi dalam mencapai target TPB/SDGs, sehingga timbul rasa saling memiliki dan inklusivitas. Di Indonesia, TPB/SDGs telah dimasukkan ke dalam prioritas, perencanaan, dan pembiayaan pembangunan baik dalam lingkup nasional maupun daerah dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk DPR RI dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kedua, efek domino implementasi TPB/SDGs di Indonesia sangat besar. Contohnya, upaya menurunkan Rasio Gini menjadi 0,380 pada 2019 (yoy) dari Rasio Gini pada September 2018 sebesar 0,384, bersumber dari upaya peningkatan kesempatan kerja, perluasan akses ke pendidikan di semua tingkatan, dan penciptaan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Ketiga, pembiayaan inovatif tetap menjadi elemen kunci implementasi Indonesia. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia masih perlu meningkatkan mobilisasi sumber daya pembiayaan secara signifikan, dan juga untuk memaksimalkan upaya untuk mengeksplorasi sumber-sumber pembiayaan inovatif. “Seiring langkah meningkatkan rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), Pemerintah Indonesia juga memperkenalkan sumber pendanaan baru yang menjadi kerangka blended financing, meliputi Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), filantropi berbasis agama, pendanaan hijau, zakat untuk TPB/SDGs, juga penggalangan dana filantropi digital. Saya percaya rangkaian pertemuan tingkat tinggi selama Sidang Umum di September 2019 mendatang akan menjadi momentum yang tepat bagi para pemimpin kita untuk menegaskan kembali komitmen negaranya dalam mengimplementasikan Agenda 2030,” pungkas Menteri Bambang.