Sanitasi Aman Berkelanjutan untuk Ketahanan Iklim

Direktur Perumahan dan Permukiman Kementerian PPN/Bappenas Tri Dewi Virgiyanti menjelaskan keterkaitan sanitasi dengan ketahanan iklim. “Dampaknya terhadap sanitasi, tentu saja kalau banjir, air sungai yang tercemar akan mencemari wilayah lebih luas lagi. Kalau kekeringan, kualitas air di sungai semakin pekat sehingga sulit untuk diolah menjadi air bersih. Dampak yang muncul saling terkait antara sanitasi dengan perubahan iklim,” urai Virgi pada Webinar Sanitasi Aman Berkelanjutan Demi Ketahanan Iklim untuk memperingati Hari Toilet Sedunia 2020, Rabu (18/11).  Sanitasi aman termasuk ke dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) Tujuan 6: Air Bersih dan Sanitasi Layak yang berkelanjutan bagi semua.

Virgi menambahkan sumber pencemaran berasal dari sanitasi yang kurang baik., salah satunya dari toilet. Tangki septik di Indonesia sebagian besar belum terstandar dengan baik, di antaranya tidak kedap dan tidak pernah disedot. “Saat ini Indonesia masih di 77 persen untuk akses layak. Sedangkan akses aman, di mana tangki septik disedot secara berkala dan lumpurnya diolah dengan baik atau saluran dari toilet bisa langsung ke IPAL dan bisa langsung diolah, itu baru 7,5 persen. Padahal yang merasa tangki septiknya sudah aman dan tidak bau, belum tentu aman,” jelasnya. 

Menurut Peta Program Air dan Sanitasi Bank Dunia pada 2013, kurang lebih 6 juta ton kotoran manusia setiap tahunnya dibuang tanpa diolah dan berpotensi mencemari sumber air di Indonesia. Untuk itu, pemerintah daerah dan pusat harus bekerja sama mengelola limbah domestik. Langkah yang ditempuh dengan Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) untuk diolah di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dengan memenuhi standar baku mutu sehingga tidak akan mencemari lingkungan saat dibuang ke sumber air. Semua proses ini adalah syarat untuk memiliki sanitasi aman, yaitu sistem sanitasi yang memutus sumber pencemaran limbah domestik ke sumber air.

Pada 2019, dari 500 kabupaten/kota hanya 196 kabupaten /kota yang sudah memiliki IPALD dan 255 kabupaten/kota yang memiliki IPLT. Namun, belum semua beroperasi dengan optimal karena kesadaran masyarakat untuk melakukan penyedotan rutin masih rendah. “Ini tantangan kita, baik dari sisi capaian, kondisi yang masih harus kita tingkatkan, termasuk tantangan yang datang secara alamiah ini, yaitu perubahan iklim. Meskipun perubahan iklim tidak alamiah sepenuhnya karena dipengaruhi kegiatan kita dalam mengeluarkan emisi. Jadi saling terkait,” pungkasnya.