Rencanakan Pembangunan Berkelanjutan, Bappenas Tinjau Pengelolaan Sampah, Air Limbah, serta Waduk di Bali
Siaran Pers - Selasa, 04 Agustus 2020
DENPASAR – Dalam kunjungan ke Tempat Pembuangan Akhir/Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (TPA/PLTSa) Sarbagita Suwung yang dilaksanakan sebagai rangkaian Kunjungan Kerja Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Gugus Tugas Kementerian PPN/Bappenas untuk Percepatan Penanganan Covid-19 dalam rangka Peninjauan Kesiapan Pemulihan Ekonomi dan Sosial untuk Revitalisasi Bali sebagai Destinasi Pariwisata Dunia serta Mengatasi Kesenjangan Pembangunan di Provinsi Bali, Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas Himawan Hariyoga menekankan pentingnya menerapkan strategi pembangunan dengan prinsip clean and green. Tujuan utama pengembangan TPA/PLTSa Sarbagita Suwung adalah membangun fasilitas pengolahan sampah yang terintegrasi dan efisien, meningkatkan kondisi kesehatan dan sanitasi masyarakat melalui penyediaan fasilitas pengolahan sampah, mendukung upaya pengurangan sampah di wilayah pelayanan Kota Denpasar, serta Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan, serta mendukung penerapan konsep circular economy di Provinsi Bali. “Provinsi Bali selain merupakan daerah tujuan wisata dunia juga dikenal sebagai daerah yang memiliki kebijakan Bali Energi Bersih dan regulasi daerah terkait rencana penerapan pengelolaan sampah menjadi energi listrik atau Pembangkit Listrik Tenaga Sampah. Sampah, jika dikelola dengan baik, dapat menciptakan berbagai produk yang bernilai ekonomi. Konsep ini dimaknai sebagai proses circular economy dan sejalan dengan kebijakan Pembangunan Rendah Karbon,” jelas Sesmen Himawan, Senin (3/8).
Berdasarkan data dokumen Prastudi Kelayakan Awal, total timbunan sampah TPA Sarbagita Suwung telah mencapai 1.400 ton per hari dengan persentase penyumbang sampah terbesar adalah Kota Denpasar 50 persen atau setara dengan 740 ton per hari. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan TPA/PLTSa Sarbagita Suwung sebagai salah satu upaya utama dalam pengembangan fasilitas pengolahan sampah yang terintegrasi dan efisien untuk melayani wilayah Kota Denpasar serta Kabupaten Badung, Gianyar, dan Tabanan. Pengembangan TPA/PLTSa Sarbagita Suwung menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) yang mencakup lingkup kerja Design – Finance – Build – Operation – Maintenance (DBFOM) dengan nilai investasi mencapai Rp 2,35 triliun dan masa kerja sama selama 20 tahun. Adapun fasilitas yang akan dibangun meliputi pembangunan fasilitas pengolahan sampah dengan ketersediaan lahan sebesar 10 Ha, terdiri atas 5 ha untuk sanitary landfill dan 5 ha untuk lokasi teknologi pengelolaan sampah yang terpilih.
Pada tahap perencanaan KPBU, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali sebagai Penanggung Jawab Kerjasama Proyek telah menyusun dokumen studi pendahuluan proyek pada November 2019. Pada tahap penyiapan, dokumen Pra Studi Kelayakan Awal proyek (Outline Business Case/OBC) yang menghasilkan perhitungan awal Biaya Layanan Pengelolaan Sampah (BLPS) sebesar Rp 615.000,-/ton telah disusun pada Desember 2019 dengan asistensi dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Untuk mendukung kelayakan proyek ini, Kementerian PUPR menunjuk Dinas PUPR Provinsi Bali untuk melakukan Revitalisasi TPA Suwung/Sarbagita selama kurun waktu empat tahun, yakni Desember 2017-Desember 2021. Pada 2 Desember 2019, telah dilakukan market sounding dengan hasil bahwa Badan Usaha membutuhkan kepastian teknologi yang akan diterapkan, kepastian ketersediaan lahan, kepastian biaya layanan pengelolaan sampah, kepastian dukungan pemerintah, serta kepastian bahwa PT Perusahaan Listrik Negara akan membeli listrik sesuai dengan Peraturan Presiden 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Proyek ini sudah masuk ke dalam PPP Book 2020 dengan status “dalam proses penyiapan”. Selanjutnya, Pemprov Bali perlu menyusun dokumen Pra Studi Kelayakan Akhir (Final Business Case/FBC) untuk finalisasi kajian-kajian pada OBC.
Pemprov Bali juga berkewajiban menunjukkan komitmen untuk menghasilkan dan mengoptimalkan dana retribusi sampah serta keberpihakan dana APBD untuk alokasi persampahan, mengingat PLTSa membutuhkan investasi serta biaya operasional dan perawatan dan tipping fee yang sangat besar. Bila sistem insinerator dipilih, akan menyebabkan kenaikan retribusi Rp 69.500 hingga Rp 105.065 per KK/bulan. Pilihan yang rasional terhadap bentuk pengelolaan sampah menjadi produk akhir harus ditunjang dengan kajian kelayakan yang memadai. Salah satu yang harus diperhatikan adalah pembangunan PLTSa berpotensi mendorong masyarakat membuang sampah sebanyak-banyaknya ketimbang mengurangi dan memilah sampah.
Agar TPA Sarbagita Suwung yang telah direvitalisasi dapat berfungsi dengan baik, retribusi dana pengelolaan sampah di Bali memerlukan pembaruan untuk ditingkatkan dengan berbagai inovasi. Hasil pengumpulan retribusi dan pembiayaan dari Pemerintah Provinsi Bali harus tersedia secara memadai untuk mengelola sistem persampahan sanitary landfill. Selain itu, pemda juga harus memastikan tersedianya pendanaan untuk operasional pengumpulan dan pengangkutan. “Selain pengelolaan sampah, pengelolaan air limbah domestik (buangan dari jamban) yang aman juga sangat penting dilakukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, termasuk pengurangan stunting, mengurangi sumber penyakit, mengurangi pencemaran air dan peningkatan kualitas lingkungan,” ujar Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Rudy Soeprihadi Prawiradinata dalam kunjungan lanjutan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Denpasar Sewerage Development Project (DSDP).
Akses sanitasi (layanan air limbah domestik) layak Indonesia terus meningkat dengan rata-rata 2,4 persen sejak 2011. Namun, akses yang aman di 2019 masih sekitar 7,5 persen dan masih ada 7,61 persen rumah tangga yang mempraktikkan Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di tempat terbuka (open defecation) atau sekitar 20,3 juta jiwa. Pembangunan sistem pengelolaan air limbah terpusat atau sistem perpipaan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan akses sanitasi aman. Di Bali, pengelolaan air limbah dilaksanakan melalui DSDP yang diinisiasi pada 1992 dan dikerjakan dari 2003 hingga 2017 dalam dua kegiatan besar. Saat ini kapasitas DSDP mencapai 51.000 m3/hari dengan total 17.370 Sambungan Rumah (SR) (153.900 jiwa) terkoneksi pada sistem. Peningkatan sistem dengan penambahan kapasitas sebesar 79.200 m3/hari untuk melayani sekitar 31.050 SR (329.500 jiwa) telah direncanakan karena meningkatnya permintaan, serta demi upaya pembangunan bersih dan hijau dan peningkatan kualitas kawasan pariwisata Bali.
Dengan peningkatan tersebut, Pemda perlu memastikan tersedianya alokasi APBD untuk pembangunan jaringan pipa servis dan lateral, sambungan rumah, serta biaya operasional dan pemeliharaan. Selain itu, Pemda perlu memastikan rumah tangga mau menyambung terhadap layanan ini sehingga target sambungan rumah dan akses sanitasi aman tercapai. Sistem billing collection harus optimal agar layanan dapat terus dipastikan kualitas dan pengembangan ke depannya. Penetapan tarif harus mengacu pada prinsip full cost-recovery meski masih dimungkinkan adanya subsidi APBD. Untuk itu harus dipastikan pula alokasi APBD untuk layanan ini. Kelembagaan pengelola yang profesional juga diperlukan dengan sumber daya manusia harus diperhatikan dan ditingkatkan oleh Pemda. Diperlukan pula dukungan teknis dari Kementerian PUPR dan dukungan pemantauan kualitas efluen dari Kementerian KLHK agar dapat dipastikan layanan yang ada memenuhi standar keamanan layanan sanitasi.
Neraca Air Baku Nasional menunjukkan hanya 30 persen kabupaten/kota yang kebutuhan air bakunya telah terpenuhi penuh, sebesar 100 persen. Zona Sarbagita, termasuk Kabupaten Badung juga mengalami defisit air yang cukup siginifikan. “Berdasarkan laporan kinerja PDAM Kabupaten Badung, pada 2019, terjadi kehilangan air sebesar 40,14 persen. Untuk itu, revitalisasi waduk dapat membantu memenuhi kebutuhan air baku yang dibutuhkan PDAM Bandung sekaligus penyaringan sampah dan pengendalian sedimen untuk pelestarian lingkungan dan perlindungan kawasan mangrove. Selain itu, kawasan waduk juga dapat dimodifikasi untuk menjadi tempat rekreasi dan pariwisata,” tegas Deputi Rudy dalam kunjungan lokasi ke Waduk Muara Nusa Dua yang berfungsi sebagai pengendali banjir Tukad Badung, pengendali sedimen dan melindungi kawasan mangrove, dan sebagai sumber suplai air baku kawasan Kuta, Nusa Dua, dan Tanjung Benoa. Revitalisasi Waduk Muara Nusa Dua ditargetlan mampu mengembalikan kondisi tampungan waduk ke kondisi efektif, meningkatkan produksi PDAM Kab. Badung menjadi 500 liter/detik, memisahkan jalur sedimen agar tidak masuk ke waduk, serta melindungi hutan mangrove dari sampah kiriman sungai. Selain revitalisasi Waduk Muara Nusa Dua, Bendungan Sidan yang membendung aliran Sungai Ayung juga diproyeksikan selesai pada 2022 untuk memberikan kontribusi air baku sebesar 1,75 m3/detik.