Peran Riset Pandemi Covid-19 dalam Pengambilan Kebijakan
Berita Pembangunan - Selasa, 30 Juni 2020
Direktur Pendidikan Tinggi, IPTEK dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Hadiat menjelaskan perlunya supply dan demand ketika merencanakan kebijakan publik dengan dukungan riset untuk menghasilkan pengetahuan. Hal tersebut disampaikan ketika mengisi Webinar Penyelarasan Riset Pandemi Covid-19 dalam Proses Pengambilan Kebijakan yang Berkelanjutan dan Inklusif, Selasa (30/6). Hadiat mengambil contoh ketika menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, Kementerian PPN/Bappenas menggunakan pendekatan ekosistem pengetahuan dan inovasi.
Pendekatan yang dimaksud adalah tematik, holistik, integratif, dan spasial. Perbaikan ekosistem pengetahuan dan inovasi diharapkan dapat meningkatkan efektivitas tata kelola regulasi dan kebijakan, mendorong partisipasi dan kolaborasi pemangku kepentingan, pemenuhan ketersediaan SDM yang berkualitas sebagai modal pembangunan, meningkatkan kapasitas inovasi, serta penguatan kapasitas merespons dinamika global dan nasional.
Untuk menangani Covid-19 secara holistik, Kementerian PPN/Bappenas juga membentuk Gugus Tugas Covid-19 dengan melibatkan kementerian/lembaga dan pusat dengan daerah. Tugas gugus tugas Kementerian PPN/Bappenas ini adalah merumuskan kebijakan tanggap darurat dan merumuskan studi bersama yang digunakan untuk penyusunan kebijakan perencanaan dan penganggaran. Peran pemerintah daerah juga sangat diperlukan dalam arah menuju normal baru. Pemerintah daerah bertugas untuk menyiapkan protokol Covid-19 di zona-zona tertentu serta mendukung kelengkapan data untuk gugus tugas nasional.
Hadiat menambahkan bahwa perlu kebijakan yang responsif khususnya dalam menghadapi tantangan pandemi agar perekonomian Indonesia tetap kuat. Kebijakan yang diambil pemerintah harus berdasarkan pada bukti pengetahuan memadai dan kebijakan ekonomi tidak terlepas dari respons kebijakan kesehatan. Pengambilan kebijakan selama pandemi adalah kombinasi evidence based dan science based.
“Sebagai contoh bagaimana upaya kita di dalam merancang kebijakan Covid-19. Pertama proyeksi kasus dan kebutuhan penyediaan sarana kesehatan berbasis data untuk advokasi. Kedua, rancangan skenario kebutuhan peningkatan kapasitas uji Covid-19. Ketiga, pengembangan desain reformasi sistem kesehatan nasional,” jelas Hadiat. Pandemi Covid-19 juga memberi pembelajaran terkait sosial budaya. Perubahan yang terjadi ada yang permanen dan temporer. Tantangannya adalah bagaimana melembagakan dampak positif Covid-19, seperti rajin cuci tangan pakai sabun dan air mengalir.
“Pentingnya ekosistem pengetahuan dan inovasi supaya bisa memastikan bahwa kebijakan yang ditetapkan memang evidence based dan science based. Tentunya memerlukan upaya bersama terkait dengan mendukung penetapan kebijakan tersebut. Mulai dari tata kelola, tenaga, regulasi menjadi elemen penting bagaimana sebuah penelitian dapat mempengaruhi kebijakan. Harus ada kapasitas untuk komunikasi pengetahuan dan inovasi ini,” pungkasnya.