NARASI TUNGGAL: Kemenperin Transformasi Pendidikan Kejuruan Sesuai Kebutuhan Dunia Industri
Berita Pembangunan - Kamis, 27 Juli 2017
Presiden Joko Widodo meresmikan peluncuran pendidikan vokasi industri yang diperkuat oleh kerjasama antara 140 perusahaan dan 372 SMK di Provinsi Jawa Barat. Program peluncuran ini akan menghasilkan 780 perjanjian kerja sama karena beberapa SMK dibina oleh lebih dari satu industri, sesuai dengan program keahlian yang dimiliki.
Peluncuran ini merupakan yang terbesar setelah dua tahap yang memfasilitasi kerja sama sebanyak 166 perusahaan dengan 626 SMK di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta. Dalam acara tersebut, Presiden juga didampingi oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi M Nasir serta Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan turut hadir dalam peresmian ini.
Untuk memfasilitasi hasil karya yang gemilang dari sekolah vokasi, pada hari ini juga dilangsungkan pameran produksi hasil karya SMK yang diisi oleh SMK Binaan Kementerian Dikbud, SMK Kementerian Perindustrian, SMK Binaan PT. Astra Group, Pondok Pesantren, dan Balai Latihan Kerja (BLK) Kementerian Ketenagakerjaan.
“Kami mendorong pendidikan kejuruan ini untuk diubah sistemnya, dari yang awalnya menitik beratkan ke pelajaran umum, menjadi spesialis. Jadi, siswa itu nanti belajar 50 persen di kelas dan 50 persen di industri,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Kamis (27/7).
Menperin menjelaskan, saat ini lulusan dari sekolah tingkat menengah di Indonesia mencapai 3,3 juta siswa, sementara perguruan tinggi yang ada hanya mampu menyerap sebanyak 1,7 juta siswa. Oleh karena itu, sekitar 1,6 juta siswa harus diarahkan untuk masuk ke pasar kerja agar tidak menambah tingkat pengangguran.
“Namun, mayoritas dari mereka, setelah lulus belum siap bekerja,” ungkapnya. Kondisi ini, menurut Airlangga, karena fasilitas dan peralatan praktik yang dimiliki rata-rata SMK di Indonesia tertinggal dua generasi. Dengan program link and match, diharapkan para siswa SMK bisa belajar secara langsung mesin produksi generasi saat ini yang digunakan oleh industri dalam proses produksinya,
“Misalnya di industri otomotif, para siswa SMK akan diajarkan mengenai pengelasan dan permesinan. Dan, untuk industri pertokimia, tentunya siswa SMK dari program studi kimia. Jadi sesuai,” imbuhnya. Di dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan Berbasis Kompetensi yang Link and Match dengan Industri, disebutkan bahwa industri dapat membina sebanyak lima SMK di wilayahnya, dan setiap SMK bisa dibina lebih dari satu industri.
“Karena pembangunan industri di Indonesia berbasis kewilayahan, maka pengembangan SMK-nya juga berbasis kewilayahan. Untuk itu, kami pun mengharapkan dukungan dan partisipasi yang kuat dari pemerintah daerah baik itu kabupaten/kota maupun provinsi,” paparnya.
“Pada tahun 2019, kami menargetkan program pendidikan vokasi industri ini akan melibatkan sebanyak 1.775 SMK dan 355 perusahaan dengan perkiraan jumlah lulusan tersertifikasi yang dihasilkan sebanyak 845.000 orang,” tutur Airlangga.