Menteri Suharso Monoarfa Ingin Kembalikan Peran Bappenas Sebagai Clearing House Perencanaan Pembangunan
Berita Utama - Kamis, 24 Oktober 2019
JAKARTA – Suharso Monoarfa resmi menjabat sebagai Menteri PPN/Kepala Bappenas Kabinet Indonesia Maju, setelah dilantik Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara, Rabu (23/10). Menteri Suharso menyatakan mendapat tugas dari Presiden untuk memperkuat peran Kementerian PPN/Bappenas. “Saya diberi pesan oleh Presiden untuk mengembalikan peran Kementerian PPN/Bappenas sebagai clearing house (perumus kebijakan dan peraturan). Semoga keberadaan saya di sini bisa mengembalikan posisi itu,” ujar Menteri Suharso saat Serah Terima Jabatan Menteri PPN/Kepala Bappenas dari Menteri PPN/Kepala Bappenas Periode 2016-2019 Bambang Brodjonegoro, di Gedung Bappenas, Rabu (23/10).
Di era tahun 1980-1990-an, Menteri Suharso melihat bagaimana peran Kementerian PPN/Bappenas begitu kuat. Tidak ada perencanaan sendiri-sendiri di masing-masing sektor, semua sifatnya konvergen, dan dapurnya adalah Kementerian PPN/Bappenas. “Saat itu, Kementerian PPN/Bappenas adalah raksasa. Sayang sekali memang, setelah UU No. 17 Tahun 2003 dan UU No. 1 Tahun 2004, itu seperti dicabut kukunya. Saya kira Pak Bambang juga merasakannya. Peran itu mungkin yang harus dikembalikan dari Kementerian PPN/Bappenas, sesuai dengan pesan Presiden kepada saya,” kata beliau.
Terkait program kerja 100 hari, Menteri Suharso menegaskan tidak ada masa transisi sebagaimana telah disampaikan Presiden Jokowi. Tetapi beliau telah menyiapkan target-target yang akan diselesaikan. “Presiden mengatakan tidak ada masa transisi, tidak ada 100 hari kerja, karena ini pemerintahan berkelanjutan. Cuma saya punya target-target, seperti Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN), bisa kita wujudkan. Lalu, isu memperkuat peran Kementerian PPN/Bappenas, harus terus diperdalam,” tukasnya. Menteri Suharso juga mendapat tugas dari Presiden untuk menyelesaikan persoalan perundang-undangan, dan menjadikan Kementerian PPN/Bappenas sebagai contoh birokrasi yang tertib, sehat, efisien, dan cerdas.
Mengenai IKN, Menteri Suharso menyatakan dua hal penting. Pertama, keputusan lokasi. Secara umum lokasi memang sudah diputuskan, yakni di Kalimantan Timur, tetapi kita masih ada pekerjaan rumah (PR), yaitu payung hukumnya. “Supaya bisa mengikat. Jangan sampai nanti Presiden tahun 2024 meninggalkan PR itu. Jadi kita harus bisa mengikat dan menjamin tidak ada lagi intervensi di masa depan,” kata Menteri Suharso. Kedua terkait teknis, yang harus dikerjakan secara teknokratik. Sejauh ini belum ada keputusan mengenai lokasi kota di kawasan IKN. “Dari 180 ribu hektare lahan yang disediakan, hanya 6 ribu hektare untuk menjadi kota, kira-kira setengah dari Kota Bogor yang luasnya 11 ribu hektare,” jelasnya.
Fungsi ibu kota baru tersebut juga masih perlu diperjelas, apakah hanya sebatas sebagai pusat pemerintahan. Menteri Suharso tak ingin ibu kota baru itu nantinya seperti Canberra di Australia, di mana jika sudah malam hari seakan tidak ada kehidupan. “Tapi kita juga tidak mau menjadikan kota metropolitan baru. Mungkin tengah-tengahnya itu, ibu kota kita itu seperti Washington DC, atau seperti ibu kota Kazakhstan yaitu Astana,” kata Menteri Suharso. Oleh karena itu, diskusi mengenai filosofi ibu kota baru masih harus dibahas lebih intens, sehingga tidak ada penyesalan di kemudian hari. “Secara teknis, tidak ada istilah yang baku untuk menyebut kota spesifik. Misalnya, tidak ada ini kota khas Timur Indonesia, ini kota khas Barat Indonesia. Saya masih ingat, ketika Jakarta menjadi contoh kota, hampir semua kota di Indonesia meniru Jakarta. Kenapa kita harus kaji secara menyeluruh, karena ini soal ongkos. Maka kita tidak bisa menggelar perdebatan biasa, maka harus debat secara serius, debat secara akademis, debat secara politik supaya berkualitas hasilnya,” pungkasnya.