Menteri Bambang: Program Prioritas Kedaulatan Energi Meningkatkan Peran EBT
Berita Utama - Senin, 24 Oktober 2016
JAKARTA – Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menghadiri Senior Official Meeting di Gedung Nusantara III, DPR RI pada Senin (24/10). Menteri Bambang memaparkan potensi tantangan dan usulan solusi pengembangan panas bumi di Indonesia.
Dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2015-2019, kedaulatan energi dan kelistrikan merupakan sektor yang menjadi prioritas nasional di samping sektor-sektor lain, seperti pangan, maritim, pariwisata dan industri. Penyediaan energi juga masih belum dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia, termasuk beberapa desa di daerah-daerah. Masih ada 12.600 desa yang belum dialiri listrik.
“Program prioritas dalam kedaulatan energi adalah meningkatkan peran energi baru dan terbarukan (EBT). Artinya, energi harus dapat dimanfaatkan untuk sebesarnya menghasilkan nilai tambah. Peran energi baru dan terbarukan dalam memenuhi kebutuhan energi nasional harus terus ditingkatkan, dari saat ini sebesar 6% menjadi 16% pada tahun 2019, dan meningkat lagi menjadi 23% di tahun 2025,” jelas Menteri Bambang.
Sumber daya energi terbarukan yang ada di Indonesia meliputi energi air, matahari, panas bumi serta bio energi. Energi air atau hydro merupakan energi terbarukan yang paling berpotensial. Saat ini contoh hydro yang banyak berkembang seperti microhydro dan minihydro yang sudah tersebar di seluruh Indonesia. Maka dari itu, energi air/hydo perlu diprioritaskan, selain relatif murah karena hanya mengandalkan arus sungai, masyarakat juga tidak terganggu akibat adanya relokasi tempat.
Selain air, panas bumi sebagai salah satu energi terbarukan yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Perkiraan sumberdaya dan cadangan sebesar 29 GW, pemanfaatannya baru sebesar 1,4 GW. Namun untuk dapat meningkatkan pemanfaatan panas bumi perlu beberapa terobosan, berkaitan dengan masih adanya kendala dalam pemanfaatan panas bumi.
Pada dasarnya, permasalahan pengembangan panas bumi dapat dikelompokkan pada tiga masalah utama, yaitu ketersediaan dan kualitas data, perijinan serta pendanaan. Melihat masalah tersebut perlu dukungan pemerintah untuk melakukan terobosan sehingga masalah yang ada dapat teratasi.
“Pertama, perlu adanya perbaikan kualitas data, terutama pada kegiatan eksplorasi yang dilakukan swasta. Kualitas data yang baik akan meningkatkan kepastian usaha dan akhirnya akan menekan biaya. Selain itu perlunya penetapan clear and clean pada lapangan panas bumi sebelum di lelangkan. Penetapan ini dikoordinasikan dengan Kementerian Kehutanan, Kemeterian ATR dan Kemeterian ESDM guna menghindari suatu lapangan yang sudah diberi hak pengelolaan, namun tidak berjalan akibat belum mendapat ijin,” tutur Menteri Bambang.
Sedangkan dalam mengatasi masalah pendanaan, perlunya meningkatkan minat investor asing dengan kebijakan penawaran lapangan atau dapat memanfaatkan dana internasional yang terkait perubahan iklim, seperti contoh yang sudah ada di Bappenas adalah ICCTF (Indonesia Climate Change Trust Fund).