Menteri Bambang: Pembaruan Sektor Hukum dan Peradilan Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
Berita Utama - Jumat, 21 Juni 2019
JAKARTA – Menteri PPN/Kepala Bappenas mengatakan berdasarkan kajian dari Growth Constraint Study yang dilakukan Bappenas diantara faktor yang menghambat laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia terdapat pada sektor hukum dan peradilan, terutama pada regulasi dan institusi. Regulasi dan institusi di Indonesia cenderung tertutup, memiliki kualitas institusi yang rendah dengan berbagai permasalahan yang ada, seperti korupsi dan inefisiensi, serta lemahnya koordinasi antar kebijakan. Catatan berbagai faktor diatas disampaikan oleh Menteri Bambang dalam sambutan penutup pada acara Seminar Pembaruan Sektor Hukum dan Peradilan untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi, yang diselenggarakan di Ruang DH 2-4 Bappenas, Rabu (19/6).
“Kita melakukan diagnosa pada kajian Growth Diagnostic tentang faktor apa saja yang menghambat pertumbuhan ekonomi di suatu negara, ternyata hasilnya di Indonesia bahwa the most binding constraint atau konstrain yang paling menghambat pertumbuhan ekonomi terletak pada kualitas regulasi institusi kita, dimana regulasinya dianggap terlalu kaku dan institusinya belum bisa membaca kebutuhan dari ekonomi secara umum, sehingga akhirnya terefleksi pada aturan kita yang tumpang tindih dan menghambat,” jelas Menteri Bambang.
Lebih lanjut, Menteri Bambang mengatakan regulasi yang kaku, tertutup dan atraktif bagi investor akan berdampak pada aturan ekspor impor. Hal ini sudah terlihat dari rendahnya nilai Indonesia terkait degan kemudahan berbisnis sub komponen perdagangan lintas batas jika dibandingkan dengan negara-negara peers atau negara yang harusnya setara dengan Indonesia. Berdasarkan Ease of Doing Business (EoDB) 2019, untuk komponen nilai trading across borders Indonesia berada jauh dari Korea dan Malaysia, yaitu terletak pada angka 67.3, sedangkan Korea berada di angka 92,5 dan Malaysia 88,5.
“Melihat angka tersebut itu berarti Indonesia dalam kondisi gawat, artinya regulasi yang ada cenderung tidak memudahkan perdagangan lintas batas. Karena kalau kita bicara pertumbuhan ekonomi maka itu pasti menyangkut investasi, investasi kemudian akan berdampak kepada ekspor impor. Investasi ekspor impor itu pasti butuh yang namanya trading across borders untuk menunjang kegiatannya sendiri. Jadi, kita tahu sekarang penyebab dari akibat ekonomi yang kaku dengan munculnya high cost economy, dan ini langsung dibaca oleh investor sehingga akan membuat volume perdagangan dan kegiatan ekonomi menurun,” ujar Menteri Bambang.
Untuk menyikapi permasalahan diatas, maka Menteri Bambang mengatakan harus fokus pada Program Prioritas ke-5 dalam RKP 2020, yaitu terkait stabilitas pertahanan dan keamanan dengan beberapa kegiatan dan proyek prioritas nasional. Pertama, melakukan penataan regulasi dengan pembentukan pusat legislasi nasional pembaruan substansi hukum. Kedua, perbaikan peradilan perdata untuk kemudahan berusaha. Ketiga, perbaikan peradilan pidana dengan pendekatan keadilan restoratif, dan terakhir penguatan upaya anti korupsi.
“Saya rasa lima tahun kedepan kita bisa melakukan penataan dengan membentuk badan legislasi nasional yang tugasnya memastikan mana aturan yang masih berlaku mana yang tidak. Kemudian, dari aturan yang ada kita lihat juga mana yang masih relevan mana yang tidak relevan. Lalu, untuk regulasi-regulasi yang baru harus dilakukan semacam clearing, kita lihat dulu apa sudah ada aturan di tempat lain atau jika ada aturan baru, aturan bari ini kira-kira ada kemungkinan tumpang tindih tidak dengan aturan lain,” jelas beliau.