Menteri Bambang Apresiasi PLTSa Putri Cempo Surakarta Sebagai Aksi Jawa Tengah Dukung Pembangunan Rendah Karbon
Berita Utama - Kamis, 14 Februari 2019
SURAKARTA – Salah satu arah pembangunan wilayah Jawa adalah mempercepat pengembangan kawasan industri. Menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Jawa Tengah adalah salah satu provinsi di Pulau Jawa yang memiliki industri potensial untuk dikembangkan. “Sejak 2014, perekonomian Jawa Tengah menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan pertumbuhannya selalu lebih tinggi dari nasional. Industri yang memiliki nilai tambah terbesar, antara lain pakaian jadi dari tekstil, furnitur dari kayu, kayu lapis laminasi, rokok, dan pemintalan benang. Untuk itu, saya mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melakukan upgrading dari industri tingkat kompleksitas rendah, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan kontribusi terhadap perekonomian nasional,” jelas Menteri Bambang pada acara Pembukaan Musrenbang Provinsi Jawa Tengah dalam rangka Konsultasi Publik Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Tengah 2020, Kamis (14/2), di Surakarta.
Menurut Menteri Bambang, sektor industri pengolahan manufaktur memegang peranan penting dalam perekonomian Jawa Tengah karena menjadi sumber pertumbuhan terbesar. Rentang 2011-2018, industri pengolahan menyumbang 35 persen pembentukan total output (PDRB) dengan rata-rata pertumbuhan 5,2 persen. Pertumbuhan sektor ini juga berpeluang membuka lebih banyak lapangan kerja dan mempercepat penurunan kemiskinan di Jawa Tengah. “Selama 2011-2018, rata-rata setiap 1 persen pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Tengah dapat mengurangi 35 ribu penduduk miskin per tahun, dan meningkatkan jumlah penduduk bekerja sebesar 33 ribu per tahun. Tingkat kemiskinan di Jawa Tengah juga terus menurun, meskipun masih lebih tinggi dari angka nasional. Untuk itu, saya mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk melanjutkan tren konvergensi dengan tingkat kemiskinan nasional, dan mengidentifikasi kantong-kantong konsentrasi kemiskinan baik secara spasial maupun sektoral,” jelas Menteri Bambang.
Tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah sangat bervariasi dan umumnya relatif rendah di daerah perkotaan. Tingkat kemiskinan tertinggi adalah Kota Semarang sebesar 4,14 persen, sementara terendah adalah Kabupaten Wonosobo sebesar 17,58 persen. Konsentrasi kemiskinan tertinggi di Jawa Tengah terdapat di tiga titik, yaitu: (i) Pegunungan: Wonosobo, Purbalingga, Banjarnegara, dan Banyumas; (2) Pantura, meliputi Brebes, Pemalang, Rembang, Demak, Grobogan, dan Blora; dan (3) Pantai Selatan, meliputi Kebumen, Cilacap, Purworejo, dan Wonogiri. Sementara untuk Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) relatif tinggi di daerah perkotaan seperti Tegal, Semarang, dan Magelang, serta di sekitar kota besar dan kawasan industri seperti Brebes, Tegal, Cilacap, Batang, dan Pemalang.
Dalam kunjungan, Menteri Bambang bersama Gubernur Provinsi Jawa Tengah Ganjar Pranowo menandatangani Nota Kesepahaman antara Kementerian PPN/Bappenas dengan Provinsi Jawa Tengah tentang Kerja Sama Pembangunan Rendah Karbon Indonesia (PRK). “Jawa Tengah merupakan provinsi kedua yang berkomitmen menandatangani Nota Kesepahaman terkait PRK, setelah Sulawesi Selatan pada Selasa lalu. Hal ini semakin menunjukkan semangat dan respon positif dari daerah untuk bersama-sama melaksanakan pembangunan berbasis rendah karbon di daerah, dengan mengarusutamakan PRK ke dalam kebijakan dan dokumen perencanaan. Saya harapkan daerah lainnya dapat menunjukkan komitmen yang sama,” kata Menteri Bambang. Provinsi Jawa Tengah menetapkan target penurunan emisi 9,48 persen dari business as usual pada 2030, utamanya di bidang berbasis lahan, energi, transportasi, pengelolaan limbah, dan sampah. Melalui Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Tengah No 43 Tahun 2012 juga menetapkan RAD-GRK dan mengintegrasikan kegiatan perubahan iklim ke dalam RPJMD Provinsi Jawa Tengah.
Kunjungan diakhiri dengan meninjau Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Putri Cempo di Surakarta. PLTSa Putri Cempo ini adalah proyek KPBU dengan Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) Walikota Surakarta. Per 28 Desember 2018 telah dilakukan penandatangan Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan investor PT Citra Metrojaya Putra dengan jangka waktu kontrak 20 tahun. Pada tahap pertama, PLTSa ditargetkan dapat menghasilkan 5 MW energi listrik, sehingga dapat menyuplai kebutuhan 10 ribu pelanggan. “PLTSa Putri Cempo merupakan bukti nyata manfaat dari KPBU, yaitu pihak swasta dapat membantu pemerintah dengan fasilitas pengolahan (waste to energy) memanfaatkan sampah untuk membangkitkan listrik secara berkelanjutan. Proyek ini diharapkan dapat menjadi contoh dan dapat segera direplikasi oleh daerah Iain. Dengan menggunakan bahan baku sampah, kita dapat mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, memperbaiki bauran energi terbarukan 23 persen pada 2025, sekaligus mendukung pembangunan rendah karbon Indonesia,” pungkas Menteri Bambang. Saat ini investor sedang memproses financial close dan pembangunan konstruksi akan memakan waktu 1,5 tahun, sehingga ditargetkan awal 2022 PLTSa Putri Cempo sudah beroperasi dan dapat disalurkan ke pelanggan.