Manfaatkan Data Studi 1.732 Keluarga Miskin, Bappenas Rumuskan Strategi Peningkatkan Akses Pelayanan Dasar Bagi Perempuan
Berita Pembangunan - Senin, 28 September 2020
JAKARTA – Kementerian PPN/Bappenas bersama Program Kemitraan Australia-Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (MAMPU) dan The SMERU Research Institute menyelenggarakan diseminasi dan dialog bertajuk “Mendorong Akses Layanan Perempuan Miskin yang Lebih Baik”, Senin (28/9). Kegiatan ini menjadi wadah sosialisasi hasil penelitian tahap akhir dalam kerangka studi longitudinal per periode 2017-2019. Studi ini telah dilakukan MAMPU sejak 2014-2019 untuk meningkatkan akses dan penghidupan perempuan miskin terhadap layanan publik di 15 desa wilayah kerja MAMPU dan non MAMPU di lima kabupaten, yaitu Deli Serdang (Sumatera Utara), Cilacap (Jawa Tengah), Timor Tengah Selatan (Nusa Tenggara Timur), Kubu Raya (Kalimantan Barat), serta Pangkajene dan Kepulauan (Sulawesi Selatan).
“Penting bagi kita untuk menganalisis data lebih dalam dan memahami konteks masing-masing daerah, apa yang menjadi faktor pendorong dan penghambat akses perempuan miskin juga kelompok rentan lainnya, apa yang menjadi tantangan dan peluangnya sehingga kita dapat merumuskan strategi dan intervensi yang tepat dan efektif untuk mendekatkan akses berbagai layanan kepada kelompok yang paling membutuhkan. Meskipun MAMPU akan berakhir, tidak berarti kegiatan yang sudah dikerjakan juga berakhir. Kami mendorong agar praktik baik dari MAMPU ini dapat dilanjutkan, diinternalisasi, dan diperluas pelaksanaannya di berbagai daerah sesuai konteksnya masing-masing,” ujar Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Subandi Sardjoko saat membuka webinar bersama Counsellor for Poverty and Social Development Australian Department of Foreign Affairs and Trade Aedan Whyatt.
Dalam delapan tahun terakhir, MAMPU mendukung pencapaian target RPJMN dan TPB/SDGs dengan meningkatkan akses perempuan miskin terhadap program dan layanan dasar di lima tema, yaitu program perlindungan sosial, akses perempuan miskin pekerja rumahan terhadap perlindungan sosial tenaga kerja, akses perempuan buruh migran luar negeri terhadap perlindungan, peningkatan status kesehatan dan gizi perempuan, dan pengurangan kekerasan terhadap perempuan. “Dari hasil studi SMERU, ditemukan terjadi perubahan akses perempuan miskin pada 2017–2019, yakni pada tema perlindungan sosial dan peningkatan gizi perempuan. Aksi kolektif juga ditemukan berkontribusi terhadap peningkatan akses perempuan miskin yang ditemukan signifikan di desa dampingan MAMPU. Hal ini menjadi temuan penting bagi MAMPU yang berupaya mendorong pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender di Indonesia. Perempuan yang aktif bersuara menuntut layanan dari pemerintah memperlihatkan perempuan telah mulai berdaya. Ini menjadi langkah penting dalam agenda kesetaraan gender yang lebih luas,” ujar Senior Monitoring, Evaluation and Research Specialist MAMPU Stewart Norup.
Studi ini mendata lebih dari 6.100 individu dari 1.732 keluarga miskin. Individu dan keluarga yang sama didatangi dalam tiap tahapan pengukuran, yaitu baseline pada 2014, midline pada 2017, dan endline pada 2019. Dengan responden yang sama, studi ini memungkinkan untuk mengukur perubahan akses di lokasi studi. Perubahan dipotret dari dua sisi, yaitu dari penyedia layanan (pemerintah) dan dari sisi pengguna layanan (perempuan miskin). Perempuan miskin menjadi fokus studi karena kondisi mereka yang terbatas secara sumber daya sehingga lebih rentan untuk ditinggalkan. Upaya melihat perubahan dari dua sisi yang berbeda dan dengan metode analisis gabungan antara kualitatif dan kuantitatif menghasilkan gambaran yang menyeluruh terhadap kondisi akses layanan dan interaksi antar aktor di dalamnya. Khusus pada tahapan pengukuran endline dilakukan analisis perbandingan antara daerah yang didampingi MAMPU dan non MAMPU untuk mendapatkan temuan yang lebih spesifik atas kontribusi MAMPU terhadap perubahan yang terjadi.
“Secara garis besar, data kuantitatif yang dibandingkan antar periode dapat menangkap perubahan kondisi perempuan miskin dalam mengakses layanan dasar publik pada dua tahun terakhir. Sementara itu, data kualitatif yang dikumpulkan akan mampu menjelaskan proses terjadinya perubahan pada akses tersebut,” jelas Peneliti The SMERU Research Institute Hafiz Arfyanto. Salah satu hasil utama dari studi ini adalah pentingnya kolaborasi antar pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan pemerataan akses terhadap layanan publik. Pemangku kepentingan yang dimaksud adalah seluruh aktor yang mempengaruhi akses layanan dari sisi pemerintah maupun perempuan miskin. OMS atau mitra MAMPU juga berperan, terutama dalam upaya sosialisasi, peningkatan pemahaman dan kegiatan lain yang bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik ataupun kebutuhan layanan pada perempuan miskin. Perempuan miskin memiliki tantangan ataupun kebutuhan khusus yang dapat mempengaruhi perilaku mereka dalam mengakses layanan.
Untuk itu, kita perlu memahami preferensi perempuan miskin untuk optimalisasi penyediaan dan pemanfaatan layanan. Namun, pemahaman atas karakteristik perempuan miskin tetap harus diimbangi dengan upaya peningkatan cakupan layanan yang dibutuhkan. Upaya peningkatan akses terhadap layanan publik, tak terkecuali bagi perempuan miskin, tidak lepas dari adanya faktor- faktor penghambat, seperti keterbatasan pengetahuan dan pemahaman tentang layanan serta keterbatasan cakupan layanan. Faktor-faktor tersebut harus dieliminasi sehingga akses perempuan miskin terhadap layanan publik dapat lebih merata. “Apabila faktor-faktor penghambat ini tidak dihilangkan, upaya peningkatan akses yang selama ini gencar dilakukan akan jadi sia-sia, sehingga perempuan miskin menjadi semakin sulit untuk meningkatkan kesejahteraan mereka,” pungkas Hafiz.