Implementasi Big Data Untuk Perumusan Kebijakan Publik
Berita Utama - Selasa, 21 Februari 2017
JAKARTA – Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam Konferensi Internasional tentang Revolusi Data untuk Perumus Kebijakan memaparkan pentingnya penggunaan big data untuk perumusan kebijakan pemerintah Indonesia. Dalam konferensi bertema “Mendorong Kebijakan Berbasis Data: Kebutuhan Pemerintah Indonesia untuk Analisis Data yang Lebih Maju di Indonesia” yang dilaksanakan pada 21-22 Februari 2017 dan dihadiri lebih dari 300 peneliti, perumus kebijakan, aktivis dan analis data, perwakilan Pemerintah Indonesia, sektor swasta, Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga swadaya masyarakat tersebut, Menteri Bambang menyatakan teknologi informasi dan komunikasi sudah menjadi arus utama kehidupan masyarakat sehari-hari, mempengaruhi aktivitas ekonomi, memfasilitasi perkembangan sosial politik, juga membantu pemerintah dalam memformulasikan kebijakan.
“Kita sekarang menjadi bagian dari komunitas digital dunia yang memproduksi dan menggunakan data secara masif. Singkatnya, pembaharuan teknologi informasi dan komunikasi telah menciptakan gaya baru bagi publik, yakni kemampuan untuk mengakses data dan informasi secara cepat, juga mengharapkan pemerintah untuk merespons isu dengan akurat dan tepat waktu,” ungkap beliau. Kini, mulai mencuat kebutuhan pola hubungan yang transparan antara pemerintah dan masyarakat. Di waktu yang sama, pemerintah diminta untuk dapat menyediakan kebijakan secara cermat yang berbasis pada data real-time sehingga mampu menjawab situasi terkini masyarakat. Dengan tren ini, penggunaan data dan informasi menjadi kebutuhan untuk meningkatkan kualitas kebijakan publik dan meningkatkan daya saing bangsa Indonesia.
Pemanfaatan big data saat ini sudah menjadi tren dunia. Contohnya, penggunaan big data untuk perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan. Food and Agriculture Organization (FAO) menggunakan Big Data Synthesis untuk mengembangkan sistem informasi air global (Global Water Information System). Di Tiongkok, big data digunakan untuk memetakan kemiskinan dengan memanfaatkan Call Data Records yang menyediakan data kemiskinan dari sumber yang ekonomis dan berkelanjutan. Nepal menggunakan data ponsel untuk memetakan perpindahan populasi. Sementara di Haiti, sekelompok sukarelawan menganalisis informasi dari Facebook, Twitter, dan pesan singkat untuk melaksanakan layanan gawat darurat setelah terjadinya gempa Haiti.
Indonesia sudah menyadari bahwa penggunaan big data dalam pemerintahan adalah sangat penting, terutama untuk pengambilan keputusan, perumusan kebijakan, dan acuan monitoring dan evaluasi aktivitas. “Kementerian PPN/Bappenas telah menggunakan big data sebagai acuan bagi analisis kebijakan, penyediaan rekomendasi kebijakan, dan formulasi perencanaan pembangunan,” tegas Menteri Bambang.
Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan Global Pulse Lab Jakarta telah beberapa kali melaksanakan pemanfaatan big data. Pertama, proyeksi langsung (nowcasting) harga pangan di Indonesia menggunakan sinyal-sinyal media sosial. Aktivitas ini mengeksplorasi data Twitter untuk memproyeksi langsung (nowcast) atau menyediakan harga pangan real-time dengan keluaran berupa model statistik atas indikator harga sehari-hari dari empat komoditas pangan: daging sapi, daging ayam, bawang merah, dan cabai. Ketika model ini dibandingkan dengan harga pangan resmi, hasilnya hampir berkorelasi sehingga sinyal media sosial real-time dapat digunakan sebagai salah satu dasar statistik harga pangan sehari-hari. Studi pendahuluan ini membuka jalan bagi penelitian lanjutan terkait bagaimana analisis media sosial dapat melengkapi pengumpulan data harga secara tradisional dengan menyediakan cara yang lebih cepat, lebih terjangkau, dan lebih efisien dalam pengumpulan data harga pangan real-time.
Kedua, menambang tweet Indonesia untuk mengerti kondisi harga pangan. Penelitian tersebut menganalisis percakapan Twitter masyarakat Indonesia yang berhubungan dengan kenaikan harga pangan pada periode Maret 2011 hingga April 2013. Riset ini juga mengeksplorasi hubungan antara percakapan tersebut dengan inflasi harga pangan dan faktor eksternal lainnnya. Ditemukan bahwa hubungan antara statistik inflasi harga pangan dengan jumlah tweet yang membicarakan tentang kenaikan harga pangan. Juga, ditemukan bahwa ada hubungan antara tweet harga pangan dan harga bahan bakar minyak.
Ketiga, adalah pengumpulan big data untuk mengidentifikasi kasus konsumen di Indonesia. Data Twitter dan tren Google digunakan untuk menganalisis kasus komplain konsumen yang paling sering terjadi di Indonesia. Penelitian tersebut menemukan bahwa transportasi, listrik, pangan, finansial, dan properti adalah sektor-sektor dengan kasus komplain konsumen paling sering ditemukan. Penemuan ini menjadi dasar bagi Pemerintah Indonesia dalam memilih sektor prioritas dalam formulasi strategi nasional perlindungan konsumen.
Penggunaan Big Data juga telah dicanangkan oleh institusi pemerintahan Indonesia lainnya, seperti Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Tim Smart City dari Pemprov DKI Jakarta bersama Pulse Lab Jakarta berkolaborasi untuk mengeksplorasi data lokasi bus real-time. Pada fase pertama implementasinya, studi tersebut fokus pada dua aspek, yakni: (1) memetakan lokasi dengan situasi kemacetan yang tidak biasa; (2) memahami respons konsumen terhadap dinamika kemacetan. Informasi dari fase pertama akan digunakan untuk meningkatkan layanan Bus TransJakarta. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan perencanaan transportasi dan pengambilan keputusan operasional yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta dengan menggunakan analisis data real-time.
Proyek lainnya adalah penyediaan informasi real-time terkait lokasi titik api dan kabut di Indonesia dengan menggunakan beragam sumber data (media sosial, data ponsel, dan citra satelit). Otoritas manajemen bencana di Indonesia menanggulangi kebakaran lahan dan kabut berdasarkan data titik api dari satelit dan data statis terkait kepadatan dan distribusi populasi penduduk. Untuk lebih baik menjangkau populasi yang terdampak, pemerintah saat ini tengah mencari data paling terkini dan informasi dinamika bencana, khususnya situasi di lapangan. Haze Gazer, sebuah alat analisis, menggunakan analisis data tingkat lanjut dan data sains untuk menambang data, seperti informasi titik api dari satelit dan informasi dasar terkait distribusi dan kepadatan populasi, data yang didapat dari masyarakat, termasuk sistem komplain nasional Indonesia yang disebut LAPOR!, video jurnalisme warga yang diunggah ke media berita daring, dan big data real-time lainnya seperti media sosial yang berorientasi pada teks, gambar, dan video.
Penggunaan big data sangat prospektif karena pendekatan ini sangat berguna untuk melacak dan memonitor dampak dari kebijakan pemerintah, untuk menangkap krisis sosial ekonomi secara lokal dan global, untuk membantu mitigasi bencana, dan untuk menganalisis isu dalam rangka rekomendasi kebijakan yang lebih baik. “Mengacu pada hal tersebut, saya sangat mendukung penggunaan big data sebagai pelengkap data statistik tradisional untuk perumusan kebijakan di tengah situasi yang kompleks dan tidak pasti ini,” tutup Menteri Bambang.