Bappenas Gandeng Diaspora Indonesia Bangun Sekolah Berasrama di Papua
Berita Utama - Senin, 21 Agustus 2017
JAKARTA – Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mendorong warga Indonesia di luar negeri yang tergabung dalam Diaspora Indonesia untuk terlibat memajukan pendidikan di provinsi Papua dengan membangun sekolah berpola asrama. Hal ini ditegaskan Menteri Bambang saat memberikan paparan kunci pada Global Summit Indonesian Diaspora di Hotel J.S Luwansa, pada Senin (21/8).
Beliau juga memaparkan kondisi geografis yang luas dengan medan yang relatif sulit menyebabkan banyak siswa sekolah yang harus menempuh perjalanan jauh untuk sekolah. Lokasi kampung penduduk yang tersebar di berbagai wilayah menambah sulit menciptakan pendidikan yang baik bagi generasi muda di provinsi paling timur di Indonesia ini. Dua aspek tersebut kemudian mendorong Bappenas melakukan terobosan dengan membangun sekolah berasrama guna meningkatkan angka partisipasi sekolah. “Waktu itu saya sudah cukup banyak berdiskusi dengan Pak Heri dan beberapa teman yang beradai di Washington DC, ide sekolah berasrama ini dari SD kelas 4 sampai SMA,” tutur Menteri Bambang.
Pembangunan pendidikan dan kesehatan di Papua membutuhkan inovasi dan terobosan baru. Data BPS tahun 2017 menyebutkan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua dan Papua Barat berturut-turut adalah 62.21 dan 58.05. Angka ini jauh di bawah rata-rata nasional yang mencapai 70.18.
“Rata-rata lama sekolah di Provinsi Papua dan Papua Barat masih relatif rendah, dan ketimpangan antar kabupaten/kota juga cukup tinggi. Sebagai perbandingan rerata lama sekolah per tahun di Papua 6.15 dan Papua Barat 7.06. Untuk tahun yang sama rerata lama sekolah tingkat nasional pertahun mencapai 7.95,” ungkap Menteri Bambang.
Beberapa faktor yang menyebabkan terbatasnya siswa yang melanjutkan ke pendidikan lebih tinggi, dikarenakan beberapa hal, yaitu pemukiman yang tersebar dan berjauhan, ketidakhadiran guru masih cukup tinggi terutama di wilayah pegunungan tengah, keterbatasan tenaga guru dan kurikulum nasional yang diterapkan tidak cukup efektif.
Pendidikan berpola asrama diyakini mampu memajukkan dunia pendidikan di Papua. Sebagai ide awal sasaran sekolah berasrama menyasar siswa kelas 4, 5 dan 6 SD, lalu siswa SMP dan SMA. Pengelola Sekolah bisa dikelola dinas pendidikan kabupaten/pemerintah daerah atau di kerjasama operasionalkan (KSO) dengan yayasan dan bisa juga dilakukan dengan dikerjasamakan pengelolaannya oleh sukarelawan.
“Misalnya kita dapat mengambil contoh inovasi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Lanny Jaya, mereka bekerjasama dengan Surya Institute yang dipimpin oleh Prof. Yohanes Surya untuk membangun tiga sekolah berasrama dan dampaknya langsung bisa dirasakan oleh banyak orang, yaitu dalam enam bulan jumlah buta huruf di Lanny Jaya menurun drastis,” pungkas Menteri Bambang.
Global summit Diaspora Indonesia ini digagas oleh perkumpulan diaspora Indonesia yang tersebar di berbagai negara. Khusus tahun ini, tema pertemuan adalah percepatan pembangunan khususnya pendidikan dan kesehatan di Papua.
Selain Menteri Bambang hadir pula Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan, Prof. Herri Utomo yang menjabat presiden Diaspora Indonesia, Staf Ahli Bidang Pemerataan dan Kewilayahan Bappenas Taufik Hanafi serta Edward Wanandi yang menggagas program terobosan pendidikan dan telemedicine di Papua.