Sawit, Motor Hilirisasi dan Penguat Ekonomi dalam RPJMN 2025-2029

Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy memaparkan arah pengembangan dan kebijakan strategis untuk komoditas sawit dalam kerangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Sawit telah ditetapkan sebagai salah satu komoditas unggulan yang berkontribusi signifikan pada perekonomian nasional. Sebagai produsen CPO terbesar di dunia, Indonesia menghasilkan 47,08 juta ton atau 56 persen dari total produksi global pada 2023. Tiga provinsi utama penghasil CPO nasional adalah Riau (9,22 juta ton), Kalimantan Tengah (8,46 juta ton), dan Kalimantan Barat (5,20 juta ton). “Potensi besar ini harus kita kelola dengan optimal agar tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan dan sosial untuk kemakmuran bangsa,” ujar Menteri Rachmat Pambudy, Kamis (9/1).

Menteri Rachmat Pambudy juga menyampaikan produksi sawit diproyeksikan terus meningkat rata-rata 3,7 persen per tahun hingga 2045. Namun, ekspor CPO dan PKO diperkirakan stagnan karena kebijakan hilirisasi yang bertujuan menyerap produksi di dalam negeri untuk menghasilkan produk bernilai tambah, seperti bahan pangan, bioenergi, serta produk kesehatan dan farmasi. Di sisi lain, luas lahan sawit yang mencapai 16,38 juta hektar, termasuk 3,2 juta hektar di kawasan hutan, menghadirkan tantangan tersendiri. Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), yang telah berjalan selama delapan tahun, juga masih menghadapi kendala dengan capaian realisasi hanya sekitar 373.728 hektar dari target tahunan rata-rata sebesar 180.000 hektar.

Untuk menjawab tantangan ini, Kementerian PPN/Bappenas menetapkan langkah-langkah strategis, antara lain meningkatkan pengembangan produk turunan seperti bioavtur, biosurfaktan, dan substitusi impor untuk produk-produk farmasi. Selain itu, ada usulan pembentukan kelembagaan sawit yang terintegrasi dari hulu ke hilir, sebagaimana telah diterapkan di Malaysia. Upaya lain termasuk memperkuat ekosistem industrialisasi melalui riset, inovasi, dan insentif, serta meningkatkan daya saing untuk ekspansi produk hilir di pasar internasional. Dengan kebijakan yang tepat, sawit diharapkan tidak hanya menjadi andalan ekonomi nasional tetapi juga mendukung upaya pengentasan stunting melalui produk farmasi berbasis sawit yang kaya akan vitamin A dan E. “Kita saat ini dituntut untuk merumuskan tidak hanya kebijakan, tetapi juga grand strategy dalam pengelolaan sektor persawitan. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan pilot project yang dapat menjadi model keberhasilan. Semoga diskusi dan kerja sama kita hari ini dapat menghasilkan solusi konkret dan berkelanjutan bagi pengembangan persawitan nasional,” tutup Menteri Rachmat Pambudy.