Kunjungan Media Program ICCTF ke Kotawaringin Barat: HKm Lindungi Kawasan Hutan dan Tingkatkan Ekonomi Masyarakat

Kunjungan ini dipimpin langsung oleh Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam sekaligus sebagai Sekretaris Majelis Wali Amanat (MWA) ICCTF, dan didampingi oleh Direktur Eksekutif Sekretariat ICCTF Tonny Wagey bersama rombongan dari dua belas media massa nasional dan media lokal.

Dalam sambutannya pada hari pertama di Kantor Bupati Kotawaringin Barat, Direktur Midrilzam menjelaskan bahwa tujuan kunjungan bersama media massa dalam dua hari tersebut antara lain adalah untuk melihat langsung kegiatan yang sudah dilaksanakan. “Kami membawa rombongan teman-teman media nasional ke Pangkalan Bun, khususnya untuk melihat kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan bersama teman-teman Yayasan Orangutan Indonesia (Yayorin) di Kotawaringin Barat ini, yang dananya dibantu melalui kegiatan ICCTF itu sendiri. Salah satu yang memang kita support di sini dan kita lihat performance yang cukup bagus adalah kegiatan di Tanjung Puting. Harapan kami, ini bisa menjadi bahan referensi bagi kabupaten lain untuk dapat direplikasi,” jelas beliau.

Secara garis besar, ICCTF memiliki tiga fokus area, salah satunya adalah mitigasi berbasis lahan dalam rangka mencapai target Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API). Fokus dari area ini ada dua, yaitu: (i) reforestasi dan rehabilitasi lahan terdegradasi, restorasi lahan kritis menjadi hutan masyarakat, dan kebun energi, serta (ii) manajemen lahan gambut terdegradasi yang rendah emisi, dan manajemen area konservasi yang berkelanjutan. Khusus untuk Provinsi Kalimantan Tengah, salah satu program ICCTF untuk fokus mitigasi berbasis lahan adalah Konservasi Ekosistem Nipah dan Hutan Penyangga Bagian Timur Suaka Margasatwa Sungai Lamandau sebagai Kawasan Pencadangan Hutan Kemasyarakatan (HKm) oleh Yayorin.

Selain itu, menurut Direktur Midrilzam kunjungan hari ini juga bertujuan untuk mendengar cerita sukses dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan Yayorin. “Kami ingin lihat dan dengar langsung success story Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB). Teman-teman Yayorin telah melakukan banyak hal, terutama untuk mengejar target menjadikan Suaka Margasatwa Lamandau menjadi HKm. Harapan kami Suaka Margasatwa Lamandau dapat menjadi kawasan penyangga (buffer zone) untuk di Desa Tanjung Putri. Tujuan besar dari HKm ini adalah selain untuk melindungi kawasan hutan juga sekaligus untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang lebih baik dari jasa-jasa lingkungan yang ada di dalam hutan,” jelas beliau. 

Hari kedua dilanjutkan dengan perjalanan ke site proyek Yayorin di Desa Tarantang RT 23. Di desa tersebut telah dilakukan penyebaran bibit ikan ke keramba ikan ICCTF-Yayorin. Melintasi Sungai Lamandau dengan menggunakan kelotok, perjalanan kemudian dilanjutkan ke lokasi keramba di Desa Tanjung Putri. Di desa tersebut, dilakukan dialog dengan para pemangku kepentingan, komunitas lokal, dan media massa, utamanya membahas PLTB di Balau Desa Tanjung Putri. Kemudian peserta mengunjungi site pemanenan ikan di Keramba Jaring Apung di sisi Sungai Buluh, dan diakhiri dengan menyusuri Sungai Lamandau yang didominasi hutan rawa gambut dan menjadi daerah pencadangan karbon sekaligus penyerap emisi karbon di Provinsi Kalimantan Tengah.

Tonny Wagey menambahkan bahwa pemilihan lokasi kunjungan media kali ini ke Kotawaringin Barat didasarkan pada besarnya dampak kegiatan ICCTF yang dihasilkan. “Kami menyeleksi lokasi mana yang memberikan dampak baik untuk adaptasi, mitigasi berbasis lahan, maupun energi. Yayorin yang berada di kota Waringin Barat ini menjadi salah satu lokasi terbaik dari dua puluh proyek mitigasi berbasis lahan di Indonesia yang dikelola ICCTF,” jelas beliau. Hasil yang diharapkan dari kegiatan dengan empat wilayah intervensi program ini adalah tertanamnya 40.000 pohon dengan rincian 20.000 tanaman Jelutung dan 20.000 tanaman kayu dan buah di 400 ha lahan, terbangunnya 20 Keramba Jaring Apung untuk budidaya ikan sungai endemik, pengelolaan lahan rehabilitasi seluas 600 ha dan pertanian pada PLTB seluas 300 ha.