Bappenas Dukung Penerapan Keadilan Restoratif dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia Bappenas Dukung Penerapan Keadilan Restoratif dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia

Penerapan pendekatan Keadilan Restoratif dalam sistem peradilan pidana di menjadi salah satu strategi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Pemberian hukuman bagi pelaku berpotensi untuk memiliki berbagai dampak negatif, salah satunya kelebihan kapasitas di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM mencatat bahwa Lapas yang sewajarnya memiliki daya tampung 94.748 orang, kini menampung 189.414 penghuni. Selain itu, dampak buruk terjadi pada pasca penghukuman, di mana mantan narapidana mendapat stigma negatif dari masyarakat dan sulit diterima kembali menjadi bagian dari masyarakat (hambatan dalam proses reintegrasi sosial). Di samping itu, pidana kepada pelaku kejahatan selama ini belum terlalu memperhatikan kepentingan korban.

Penerapan Keadilan Restoratif yang efektif bergantung pada dua faktor. Pertama, dari unsur masyarakat, keberhasilan keadilan restoratif akan tercapai jika pola pikir masyarakat tidak hanya fokus pada efek jera pelaku, melainkan pemulihan kerugian korban. Kedua, dari sisi Aparat Penegak Hukum (APH), kerja sama antar institusi menjadi faktor penentu tercapainya tujuan di atas. “Demi mencapai kondisi ideal tersebut, diperlukan jangka waktu yang tidak sebentar untuk mengubah pola pikir (mindset) dan membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh pihak, baik aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, serta masyarakat. Pola pikir pemidanaan yang bersifat penghukuman (punitif) perlu didorong ke arah restoratif sehingga pencapaian keadilan dalam penegakan hukum dirasakan setiap pihak yang berkepentingan,” jelas Deputi Slamet. Penerapan Keadilan Restoratif merupakan kunci perbaikan sistem peradilan pidana di Indonesia. Saat ini, salah satu kendala penyelesaian perkara pidana di Indonesia ialah paradigma APH dan masyarakat yang berorientasi pada pemberian hukuman bagi pelaku atau yang dikenal pula dengan istilah punitif.

Dalam rangka mencari solusi atas isu tersebut, Kementerian PPN/Bappenas telah mengupayakan implementasi prinsip Keadilan Restoratif di Indonesia melalui penyusunan kertas kebijakan. Sebagai tindak lanjut kegiatan tersebut, Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI FH UI), dan Indonesia Judicial Research Society (IJRS), serta didukung oleh Australia-Indonesia Partnership for Justice (AIPJ2), melakukan penelitian terhadap penerapan keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidana di Indonesia pada tiga wilayah yakni Aceh, Mataram, dan Makassar. Selain itu, unsur masyarakat dan kementerian/lembaga terkait juga diajak berpartisipasi melalui diskusi kelompok terfokus. Dengan berbagai upaya yang dilakukan seluruh unsur masyarakat, diharapkan supremasi hukum yang berlandaskan kepada keadilan dapat tercapai.