Pencarian Informasi Berita Dokumen Perencanaan Dokumen Hukum Data Statistik Infografis


Hasil Pencarian RPJMN


    RPJMN 2004-2009

    PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL TAHUN 2004 – 2009

    Unduh
    Pimpin Konreg RPJMN 2020-2024 Wilayah Maluku dan Papua, Menteri Bambang Paparkan Strategi Pembangunan Wilayah Timur Indonesia

    AMBON – Kementerian PPN/Bappenas menyelenggarakan Konsultasi Regional (Konreg) Penyusunan Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 Wilayah Maluku dan Papua di Ambon, Maluku, Kamis (12/9). Ambon menjadi lokasi penyelenggaraan terakhir setelah rangkaian Konreg Jawa-Bali, Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, dan Nusa Tenggara. Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menekankan, sesuai amanat Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, untuk menjadi negara maju dalam lima tahun ke depan, Indonesia harus mampu mengatasi lima inti permasalahan yaitu pembangunan infrastruktur, pembangunan SDM, investasi, reformasi birokrasi dan penggunaan APBD. “Kita harus mendorong investasi untuk meningkatkan pertumbuhan dengan membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya dengan cara mempercepat proses perizinan dan menghilangkan semua hambatan investasi. Namun demikian, hingga saat ini, masih terdapat regulasi berupa peraturan daerah di wilayah Maluku dan Papua yang sifatnya masih menghambat, di antaranya terkait perizinan yang belum terintegrasi dengan Online Single Submission dan masih terjadi kekosongan hukum yang mengatur tentang tata cara pembinaan jasa konstruksi, juga kontrak kerja, dan imbalan serta pengalihan perjanjian usaha konstruksi,” ujar Menteri Bambang.

    Kementerian PPN/Bappenas mengidentifikasi setidaknya tujuh isu mendasar wilayah Maluku dan Papua, yakni: (1) optimalisasi pengembangan industri skala kecil menengah berbasis sumber daya alam; (2) konektivitas yang memadai dan terintegrasi; (3) potensi kawasan pariwisata berbasis alam; (4) potensi bencana yang belum sepenuhnya diantisipasi dengan upaya kesiapsiagaan, mitigasi, dan adaptasi yang komprehensif; (5) terbatasnya infrastruktur dan layanan dasar; (6) rentannya ketahanan fisik dan sosial kota atas perubahan iklim, bencana dan polusi, serta akibat kesenjangan dan kemiskinan perkotaan; dan (7) perlunya peningkatan pelayanan Standar Pelayanan Minimal (SPM) daerah. Sementara itu, khusus untuk Papua, terdapat isu terkait optimalisasi pelaksanaan Otonomi Khusus Papua dan kapasitas pemerintahan daerah yang perlu ditingkatkan, serta pengembangan wilayah adat dalam mendukung perekonomian wilayah.

    “Pembangunan wilayah Maluku dan Papua akan diarahkan kepada pusat pertumbuhan dan pengembangan potensi wilayah dengan delapan strategi utama, yaitu pertama, pengembangan komoditas unggulan kakao, kelapa, pala, dan perikanan tangkap. Kedua, hilirisasi komoditas unggulan dengan nilai tambah tinggi. Ketiga, pengembangan potensi pariwisata daerah sebagai pendorong pengembangan ekonomi lokal. Keempat, pengembangan kawasan perikanan terpadu dan industri pengolahan hasil perikanan. Kelima, penguatan konektivitas antarpulau untuk mendukung industri perikanan dan pariwisata. Keenam, penguatan konektivitas antarpulau untuk mendukung industri perikanan, peternakan, dan pariwisata, serta mempercepat pembangunan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, dan perdesaan. Ketujuh, percepatan penerapan SPM dan terakhir, kedelapan, pengarusutamaan pengurangan risiko bencana melalui integrasi kebijakan dan penataan ruang berbasis risiko bencana serta penguatan sistem mitigasi bencana,” tegas Menteri Bambang.

    Pelaksanaan Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 diperkuat dengan penyusunan Major Project 2020-2024, yakni daftar proyek strategis untuk percepatan pembangunan. Di Maluku dan Papua, Major Project 2020-2024 meliputi pengembangan kawasan Kota Baru Sofifi dan Sorong, pengembangan wilayah adat Domberay dan Laa Pago, pengembangan Kawasan Perbatasan PKSN Jayapura dan PKSN Merauke; dan Pembangunan Jalan Trans/Lingkar pulau terluar/tertinggal Morotai dan Saumlaki. “Konreg ini menjelaskan agenda pembangunan lima tahun yang akan datang, akselerasi dan prioritas pembangunan empat wilayah di Indonesia Timur sangat diperlukan agar dapat tumbuh sama sejajar dengan wilayah Indonesia lainnya. Maluku dan Papua juga merupakan masa depan Indonesia, dengan kekayaan SDA berlimpah yang berkontribusi terhadap pembangunan nasional. Wilayah Maluku memiliki luas lautan yang lebih luas dari daratan, dengan ribuan pulau sehingga Maluku bertumpu pada potensi perikanan, meski hingga saat ini kegiatan sektor perikanan belum memberikan kontribusi terhadap perekonomian Maluku” ujar Gubernur Maluku Murad Ismail. Senada dengan Gubernur Murad, Wakil Gubernur Maluku Utara Al Yasin memaparkan isu strategis pengembangan wilayah Maluku dan Papua terletak pada pengembangan wilayah berbasis industri sumber daya alam yang terkendala isu konektivitas.

    Terkait Papua Barat, persoalan yang dihadapi juga masih berkutat di isu ketersediaan infrastruktur dan pemanfaatan sumber daya alam. Pemerintah Papua Barat menargetkan cadangan gas dapat dimanfaatkan untuk pengembangan listrik berbasis gas, mengingat Papua Barat memiliki SDA gas yang terbesar di Indonesia. Di bidang infrastruktur, konsep Tol Udara cukup baik karena membangun jalan perlu biaya yang sangat besar sehingga lebih murah membangun bandara untuk meningkatkan akses dan mendorong pariwisata. “Terkait investasi, Papua Barat sangat memperhatikan persyaratan ramah lingkungan dan memenuhi aspek keberlanjutan. Namun di sisi lain, terkendala dengan regulasi di tingkat pusat yang tidak memudahkan ruang gerak para investor. Aturan dan regulasi tentang investasi ini perlu diselaraskan,” tutur Wakil Gubernur Papua Barat Mohamad Lakotani.

    RPJMN 2020-2024 menargetkan tingkat pertumbuhan ekonomi 5,4-6,0 persen per tahun, tingkat kemiskinan menurun menjadi 6,5-7 persen, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) antara 4,0-4,6 persen, dan Gini ratio mencapai 0,370-0,374. Terdapat tujuh agenda pembangunan dalam Rancangan Teknokratik RPJMN 2020-2024. Pertama, memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan berkualitas yang dititikberatkan pada peningkatan daya dukung dan kualitas sumber daya ekonomi berkelanjutan serta meningkatkan nilai tambah, lapangan kerja, ekspor, dan daya saing ekonomi. Kedua, mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan yang dititikberatkan pada pemenuhan pelayanan dasar dan peningkatan ekonomi wilayah. Ketiga, meningkatkan SDM berkualitas dan berdaya saing yang dititikberatkan pada pemenuhan layanan dasar seperti pemerataan layanan pendidikan berkualitas dan meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta, memperkuat pelaksanaan perlindungan sosial, meningkatkan kualitas anak, perempuan, dan pemuda, mengentaskan kemiskinan, meningkatkan produktivitas dan daya saing SDM, serta mengendalikan pertumbuhan penduduk. Keempat, revolusi mental dan pembangunan kebudayaan dengan meningkatkan karakter dan budi pekerti yang baik, membangun etos kerja. Kelima, memperkuat infrastruktur dalam mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar. Keenam, membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim. Ketujuh, memperkuat stabilitas politik, hukum, pertahanan, dan keamanan serta transformasi pelayanan publik.

    “Pencapaian tujuh agenda pembangunan di atas, akan dilaksanakan dengan efisiensi dalam penggunaan pendanaan yang dilaksanakan dengan tiga strategi, yaitu memperkuat alokasi pendanaan pada program prioritas, memperbesar kapasitas pendanaan dengan mendorong inovasi pendanaan, meningkatkan peran BUMN, KPBU dan masyarakat, serta memperkuat delivery mechanism. Pelaksanaan RPJMN 2020-2024 juga diperkuat dengan melanjutkan reformasi regulasi dan kelembagaan yang salah satunya difokuskan untuk mengarahkan pembentukan regulasi dan penataan organisasi pemerintah sesuai dengan kebutuhan dan target-target pembangunan. RPJMN 2020-2024 ini juga menginternalkan pembangunan rendah karbon, dan target dan indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan,” pungkas Menteri Bambang.

    Selengkapnya
    Lapangan Kerja Indonesia Lampaui Target RKP 2018 dan RPJMN 2015-2019, TPT Turun Menjadi 5,34 Persen

    JAKARTA – Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2018 yang dilaksanakan Badan Pusat Stastistik (BPS), dengan sampel sebanyak 200 ribu rumah tangga hingga ke tingkat kabupaten/kota yang menangkap fenomena di luar masa panen menyatakan bahwa hasil data Sakernas Agustus 2018 terlihat lebih tinggi daripada angka Sakernas Februari 2018.

    Patut dicatat, data Agustus lebih baik jika digunakan untuk menggambarkan kondisi tahunan karena beberapa faktor, yakni masa tahun ajaran selesai sehingga banyak lulusan sekolah masuk angkatan kerja dan belum terserap pasar kerja, juga bukan merupakan masa panen besar sehingga terjadi perpindahan yang besar ke kelompok bukan angkatan kerja, dan jumlah angkatan kerja cenderung lebih kecil. Oleh karena itu, pembandingan harus merujuk angka pada periode yang sama di tahun sebelumnya atau year on year (yoy). Secara matematis, TPT akan membesar karena penyebut dalam rumus (angkatan kerja) berkurang banyak, meskipun jumlah pengangguran menurun.

    “Jumlah lapangan kerja Indonesia pada 2018 telah melampaui target Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2018 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, yaitu meningkat 2,99 juta dibandingkan 2017. Dalam rentang 2015-2018, Pemerintah telah berhasil menciptakan 9,38 juta lapangan kerja. Secara absolut, jumlah pengangguran juga turun sebesar 40 ribu orang, sehingga Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) telah berhasil diturunkan menjadi 5,34 persen tahun ini. Jika pertumbuhan ekonomi mencapai target RKP 2019 sebesar 5,2-5,6 persen, TPT dapat diturunkan menjadi 4,8-5,2 persen pada 2019. Penurunan ini dapat dicapai dengan penciptaan kesempatan kerja sebanyak 2,6-2,9 juta orang dan lapangan kerja formal di sektor bernilai tinggi dapat menyerap angkatan kerja berpendidikan SMA ke atas,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro yang disampaikan dalam Forum Merdeka Barat 9 “Pengurangan Pengangguran” di Gedung Bappenas, Jakarta, Kamis (8/11). FMB 9 tersebut turut dihadiri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy serta Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.

    Berdasarkan Sakernas Agustus 2018, jumlah penciptaan lapangan kerja pada 2016 sebesar 3,59 juta, 2017 sebesar 2,61 juta, dan untuk periode Agustus 2018 sebesar 2,99 juta. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan kesempatan kerja adalah sebesar 1,99 persen. Dari target penciptaan kesempatan kerja pada tahun 2015-2019 sebesar 10 juta orang, hingga 2018 pemerintah sudah dapat menciptakan 9,38 juta kesempatan kerja. Penciptaan kesempatan kerja paling rendah yang terjadi di 2015 (0,19 juta) karena (1) Pelemahan USD memukul impor bahan baku yang berpengaruh pada terpukulnya sektor industri, dan (2) pengurangan jumlah pekerja yang cukup besar pada sektor pertanian karena beralih ke sektor jasa. Berdasarkan wilayah, pengangguran terendah pada 2018 adalah Provinsi Bali (1,37 persen), Nusa Tenggara Timur (3,01 persen), dan Sulawesi Barat (3,16 persen). Sementara pengangguran tertinggi pada 2018 adalah Banten (8,52 persen), Jawa Barat (8,17 persen), dan Maluku (7,27 persen). Dibandingkan setahun yang lalu, TPT di perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,34 poin, sedangkan TPT perdesaan meningkat sebesar 0,03 poin. Kondisi ini dipengaruhi oleh jumlah pekerja di sektor pertanian yang menyusut. Para pekerja di desa yang keluar dari sektor pertanian namun belum memperoleh pekerjaan baru menjadi beban pengangguran di perdesaan.

    Provinsi dengan TPT Tertinggi adalah Banten, Maluku, dan Jawa Barat. TPT Banten menurun dari 9,28 persen menjadi 8,52 persen. Ekonomi Banten Triwulan III tumbuh 5,89 persen dengan kontribusi sektor industri manufaktur yang besar. Sektor ini menarik banyak pendatang dengan keterampilan tidak sesuai kebutuhan industri. Kendala lain yang dihadapi Banten adalah tingginya upah minimum. Selain Banten, Maluku juga memiliki TPT yang menurun signifikan dari 9,29 persen menjadi 7,27 persen. Ekonomi Maluku Triwulan III tumbuh 6,34 persen, ditopang oleh sektor jasa administrasi pemerintahan dan jasa keuangan (penyerap lapangan kerja tertinggi, setelah pertanian. Meski TPT desa dan kota menurun, tetapi TPT perkotaan di Maluku masih jauh lebih tinggi dibanding perdesaan. TPT Jawa Barat TPT Jabar menurun dari 8,22persen menjadi 8,17 persen. Ekonomi Jabar Triwulan III tumbuh 5,2 persen dengan kontribusi terbesar dari sektor informasi dan komunikasi, real estate, serta akomodasi dan makan minum). Penciptaan lapangan kerja terjadi di sektor akomodasi dan makan minum, industri manufaktur, perdagangan, dan transportasi. TPT perdesaan meningkat 1,22 poin, tetapi TPT perkotaan turun 0,49 poin. Lapangan usaha banyak berkembang di daerah perkotaan. Kendala yang dialami Jawa Barat juga sama dengan Banten, yakni tingginya upah minimum.

    Lapangan kerja di sektor pertanian, industri dan jasa mengalami dinamika yang berbeda, mengingat penciptaan kesempatan kerja terjadi di sektor jasa. Proporsi lapangan kerja sektor jasa terus meningkat, sedangkan pertanian berkurang. Proporsi lapangan kerja sektor industri pengolahan stagnan di antara 13 persen-15 persen. Selama 2015-2018, sektor jasa menyerap 9,77 juta pekerja, sedangkan industri hanya 2,99 juta orang. Transformasi struktural tenaga kerja terjadi dari sektor pertanian ke sektor jasa. Sementara itu, lapangan kerja formal dan informal proporsi lapangan kerja formal terus meningkat. Lapangan kerja formal adalah mereka dengan status buruh/pegawai/karyawan dan berusaha dibantu buruh tetap. Pada 2014, proporsi lapangan kerja formal mulai di atas 40 persen, dan meningkat perlahan. Tahun 2018 proporsi lapangan kerja formal mencapai 43,16 persen atau 53,5 juta orang.

    Proporsi setengah penganggur atau tenaga kerja yang bekerja di bawah jam kerja normal atau kurang dari 35 jam seminggu dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan kini terus menurun. Karakteristik setengah penganggur di antaranya berpendidikan rendah, tinggal di perdesaan dan bekerja di kegiatan informal. Proporsi setengah penganggur 2018 tercatat 6,62persen atau setara dengan 8,21 juta orang, turun dari 8,45persen di 2014. Terkait Pendidikan Pekerja, Lapangan kerja masih didominasi oleh pekerja berpendidikan SMP ke bawah. Pekerja berpendidikan maksimal SMP ke bawah masih 58,77persen atau 72,88 juta orang. Untuk mengatasi isu tersebut, Pemerintah Indonesia mendorong perbaikan produktivitas kerja melalui pendidikan dan pelatihan kejuruan, dan pengembangan kewirausahaan dan peningkatan industri manufaktur padat pekerja.

    TPT pencari kerja lulusan SMK sebesar 11,24 persen atau lebih tinggi dibandingkan tingkat pendidikan lainnya. Besarnya TPT tersebut disusul oleh lulusan SMA. Penyebab utamanya adalah lulusan SMA/SMK belum memiliki keahlian yang dibutuhkan di pasar kerja. Pemerintah menetapkan lima strategi untuk pengurangan pengangguran lulusan SMK. Pertama, peningkatan kerja sama dengan dunia usaha dengan pengembangan bidang keahlian SMK, penyelarasan kurikulum SMK dengan kebutuhan industri, pemagangan siswa dan guru di industri, penugasan instruktur ke SMK. Kedua, penguatan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan vokasi dengan peningkatan kompetensi guru dan pendidik vokasi, peningkatan penguasaan bahasa asing, dan peningkatan pendidikan karakter (soft skill) siswa SMK, peningkatan prasarana dan sarana SMK, pengendalian ijin pembangunan SMK yang tidak memenuhi standar mutu dan bidang keahlian baru yang tidak sesuai dengan kebutuhan industri, dan pengembangan kebijakan pengelolaan keuangan untuk SMK dalam pengembangan unit produksi dan teaching factoryKetiga, peningkatan sertifikasi lulusan SMK melalui penguatan lembaga sertifikasi kompetensi dan Sinkronisasi sistem sertifikasi di sektor pendidikan dengan di sektor ketenagakerjaan. Keempat, penguatan pendidikan kewirausahaan di SMK dengan Pengenalan kurikulum kewirausahaan dan kerja praktik kewirausahaan.

    Selama 20 tahun, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) cenderung stagnan. Rata-rata TPAK laki-laki adalah 84 persen, sementara perempuan 50 persen. Pada 2018, tercatat 8,3 dari 10 laki-laki adalah AK, sementara perempuan hanya 5,2 dari 10. Meskipun TPAK perempuan secara umum stagnan, partisipasi perempuan berpendidikan tinggi dalam pekerjaan yang baik cenderung meningkat, sedangkan yang berpendidikan rendah terutama di perdesaan cenderung masuk lapangan kerja informal. Perempuan berpotensi untuk berkontribusi lebih besar kepada perekonomian Indonesia. Jika TPAK perempuan dinaikkan menjadi 64 persen, maka akan terdapat 20 juta angkatan kerja semi-skilled dan skilled baru. Di 2018, pertumbuhan upah buruh perempuan adalah 4,3 persen sedangkan laki-laki sebesar 2,3 persen. Upah tertinggi buruh laki- laki terdapat pada sektor pertambangan dan penggalian sebesar Rp 4,68 juta, sedangkan upah terendah pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar Rp 2,03 juta. Upah tertinggi buruh perempuan terdapat pada sektor pengadaan listrik dan gas sebesar Rp 4,42 juta, sedangkan upah terendah pada sektor jasa lainnya sebesar Rp 1,29 juta. Pada 2018, secara agregat, buruh laki mendapat Rp 3.064.920, sementara buruh perempuan mendapat Rp 2.398.674.

    Kondisi ketenagakerjaan menunjukkan bahwa kendala terbesar yang dihadapi Indonesia bersumber dari terbatasnya keahlian (skill) angkatan kerja dan ketidakcocokan (mismatch) antara kebutuhan dengan ketersediaan tenaga kerja. Peningkatan kualitas dan keahlian angkatan kerja masih menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia. “Beberapa kebijakan yang ditempuh pemerintah di antaranya pengembangan pendidikan dan pelatihan vokasi, dan pemagangan pekerja di industri, pengembangan program link and match dengan dunia industri dengan dukungan informasi pasar kerja, pengembangan ekonomi lokal di perdesaan, peningkatan investasi padat pekerja dan formalisasi UMKM, serta perluasan cakupan dan skema perlindungan sosial bagi pekerja,” tutup Menteri Bambang.

    Selengkapnya
    RPJMN Hijau, Instrumen Indonesia Menuju Negara Maju

    Untuk mencapai visi tersebut, pemerintah telah mencanangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang disebut sebagai RPJMN ‘hijau’. Secara historis, “RPJMN 2020-2024 sangat monumental karena merupakan RPJMN ‘hijau’ pertama untuk Indonesia yang memasukkan Pembangunan Rendah Karbon (PRK) dan ketahanan iklim sebagai salah satu agenda prioritas nasional. PRK juga berperan sebagai dasar untuk mengubah ekonomi kita menuju ekonomi rendah karbon,” urai Menteri Suharso dalam Virtual 9th Indonesia EBTKE ConEx 2020, Senin (23/11).

    Menteri Suharso menekankan pentingnya kesehatan masyarakat sebagai kunci pemulihan ekonomi. Upaya pemulihan ekonomi melalui pembangunan berkelanjutan menjadi tantangan pemulihan ekonomi pascapandemi. “Kita mengetahui rebound ekonomi setelah krisis ekonomi 2008-2009 menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca global, karena upaya stimulus dan investasi tidak memanfaatkan peluang untuk pendekatan berkelanjutan, hijau, dan rendah karbon,” ujarnya.

    Selengkapnya
    Kawal RPJMN 2020-2024, Sesmen Himawan Lantik 24 Pejabat Fungsional Perencana

    “Kementerian kita, sedang dalam proses transformasi menuju lembaga yang dapat mewujudkan nilai-nilai yang sudah dirumuskan bersama, yaitu integritas, unggul, dan visioner,” jelas Sesmen Himawan dalam sambutannya.

    Beliau juga menyampaikan selamat serta mengingatkan bahwa di balik sebuah jabatan, ada kewajiban dan tanggung jawab yang diemban terhadap bangsa dan negara juga kepada rakyat Indonesia, serta kepada Tuhan YME. Sesmen Himawan juga mengimbau kepada Pejabat Fungsional Perencana Ahli Pertama untuk dapat terus belajar, terutama dari senior dan pimpinannya mengenai tugas yang sedang diemban Kementerian PPN/Bappenas dalam lima tahun ke depan. “Tugas utama kita dalam lima tahun ini, untuk menjabarkan RPJMN, mengawal, dan memastikan yang direncanakan dilaksanakan di lapangan oleh kementerian/lembaga, pemerintah daerah, maupun masyarakat sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat,” pungkas Sesmen Himawan.

    Selengkapnya
    Pelayanan Angkutan Massal, Prioritas RPJMN 2015-2019

    JAKARTA –  Pemerintah ingin memberikan pelayanan publik yang maksimal, salah satunya dengan memberikan penambahan enam ratus bus Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD) bagi masyarakat di kawasan Jabodetabek.

    Sejak APBN 2014, sebagian dana yang diperoleh dari efisiensi subsidi bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 382 miliar telah dialokasikan sebagai kompensasi bagi para pengguna angkutan jalan. Saat itu, lebih dari 200 bus berhasil didistribusikan untuk memperkuat pelayanan angkutan massal berbasis jalan di sejumlah kawasan aglomerasi yang saat ini terbagi di enam wilayah, antara lain kota Jakarta, Medan, Bandung, Surabaya, Makassar dan Denpasar. Bukan berarti daerah lain tidak diperhatikan, melainkan diprioritaskan pada daerah tersebut sebagaimana yang ter-cantum dalam RPJMN 2015-2019.

    “Mengapa pemerintah sangat konsentrasi dengan ini, karena dalam RPJMN Tahun 2015-2019 spesifik diangkat mengenai angkutan massal perkotaan. Sebagian besar kota tersebut dan wilayah pendukungnya membutuhkan bus rapid transit, maka kebijakannya yang diambil adalah pengadaan bus melalui Kementerian Perhubungan. Dengan membagikan 600 bus besar, akan menjadi tulang punggung sarana angkutan massal perkotaan,” tutur Bambang Prihartono, dalam bincang santai dengan wartawan Pokja Bappenas.

    Secara teknis dan finansial, angkutan massal berbasis jalan merupakan solusi paling layak dibandingkan dengan moda transportasi massal lainnya. Selain berbiaya murah, proses pengadaannya pun paling mudah sehingga program ini lebih realistis dan bermanfaat cepat bagi masyarakat pengguna angkutan umum. Penambahan armada ini merupakan langkah awal untuk kemudian dilanjutkan dengan perencanaan pembenahan infrastruktur transportasi publik lainnya, termasuk di antaranya adalah pembenahan fasilitas pejalan kaki.

    Enam ratus bus baru PPD merupakan wujud penyertaan modal negara pada BUMN yang ditugaskan untuk memberikan pelayanan publik di sektor angkutan jalan. Hanya saja, dalam tataran implementasinya diharapkan bisa berkoordinasi baik dengan pemerintah daerah, pelaku industri yang ada di wilayah tersebut, maupun masyarakat luas yang menjadi target pelayanan. Layaknya hal ini disikapi dengan positif.

    Persaingan angkutan umum akan terbentuk dari bagaimana pelayanan dan perawatannya. Selain penyediaan bus tersebut pemerintah sudah menunjukkan beragam upaya lain untuk meningkatkan ketersediaan transportasi yang kuat, misalnya membangun MRT dan kereta cepat antar kota. Kemudian pemerintah telah merencanakan untuk memaksimalkan angkutan logistik, disamping fokus pada angkutan transportasi masyarakat.

    Selengkapnya
    Pertama Kali Dalam Penyusunan RPJMN, Lingkungan Hidup Masuk Indikator Makro Ekonomi

    KLHS merupakan mandat UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Untuk itu, pada RPJMN kali ini sudah kita lakukan kajian lingkungan hidupnya serta strateginya. Bagaimana dampaknya pada sumber daya air, sumber daya hutan, itulah nanti menjadi instrumen yang akan kita kaji lebih lanjut," ujar Deputi Arifin dalam sambutannya dalam Konsultasi Publik Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) di Hotel Ayana Mild Plaza, Jakarta, Rabu (18/12).

    LKHS ini merupakan yang pertama dalam penyusunan RPJMN. “Di Bappenas telah dilakukan dialog dengan deputi lain terkait lingkungan hidup. Dari situ diharapkan dapat bersinergi dalam penyusunan RPJMN yang lebih baik. Prinsip dasar KLHS adalah menerapkan kajian berbasis science, menempatkan carrying capacity, serta menekankan pada trade off analisis kebijakan. KLHS adalah kendaraan atau tool untuk mengaplikasikan analisis kebijakan, rencana, dan program untuk menghasilkan Pembangunan Rendah Karbon dalam RPJMN 2020-2024 dan SDGs Roadmap 2030. Untuk roadmap ke depan, yang kita siapkan adalah regulatori framework. Kita butuh landasan hukum dan financial framework yang kuat," ucap Arifin.

    KLHS memberi warna baru dalam RPJMN 2020-2024. Bappenas saat ini sedang menyusun rancangan Permen tentang tata cara penyelenggaraan KLHS untuk menjadi dasar hukum pelaksanaan KLHS di RPJMN. "Waktu kita menyusun RPJMN, kita menghitung dua constraint. Pertama terkait biaya, kedua terkait daya dukung dan daya tampung lingkungan. Dari situ kita menghitung, berapa pemasukan negara lima tahun ke depan serta dampaknya pada lingkungan," jelas Arifin.

    Direktur Lingkungan Hidup Medrilzam menekankan pelaksanaan kajian lingkungan hidup merupakan hal yang wajib dilakukan karena sudah ada landasan hukumnya. Menurut Medrilzam, dalam penyusunan KLHS, Bappenas memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan agar menjadi modal utama dalam pembangunan Indonesia ke depan. Hutan Indonesia kini semakin terdegradasi sehingga perlu upaya mitigasi untuk menanganinya. Untuk membuat perencanaan, harus menghilangkan ego sektoral agar dapat tercapai kemajuan yang sama antarlembaga. "Prinsip penerapan KLHS dalam RPJMN 2020-2024 bersifat wajib sesuai dengan PP No 46 Tahun 2016, untuk mewujudkan RPJMN yang hijau dan rendah karbon pada 2020-2024. Pembangunan harus terus berkelanjutan, daya dukung SDA dan carrying capacity menjadi pertimbangan kebijakan. Pemangku kepentingan punya hak suara yang sama dalam perencanaan,” kata Medrilzam.

    Madrilzam menjelaskan jika target ekonomi di angka 5,3-5,7 persen maka bisa dibuatkan skenario mempertahankan emisi 29 persen di 2030, sesuai dengan kesepakatan Paris Agreement. Tetapi jika skenario pertumbuhan ekonomi di angka 6 persen, maka akan berimplikasi pada beban energi. Terdapat dua pendekatan utama yang dilakukan Bappenas dalam penyusunan KLHS ini, yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif sekaligus untuk menghitung dampak dari pembangunan pada ekosistem. “Kita juga lakukan pendekatan sistem. Ini pekerjaan yang tidak mudah, karena selama ini, sebelum KLHS, kita hanya memeriksa energi industri, pertanian, kehutanan, permukiman, perikanan, dan lain-lain," tukas Madrilzam.

    Selengkapnya
    Ulas Evaluasi Pelaksanaan RPJMN di Daerah, Kementerian PPN/Bappenas Gelar Seminar Akhir Evaluasi Kinerja Daerah

    Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan Universitas Mataram menggelar Seminar Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) yang dihelat di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Selasa (20/10). Turut hadir dalam acara tersebut, Deputi Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan Roni Dwi Susanto, Wakil Rektor IV Bidang Kerjasama Suwardji, Tim EKPD Propinsi Nusa Tenggara Barat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten/Kota, serta Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkup propinsi NTB.

    Tahun ini, pelaksanaan EKPD mengacu pada dua fokus utama, yakni (1) pembangunan database indikator sasaran  Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dengan indikator dari masing-masing provinsi agar dapat menjadikan baseline untuk evaluasi ke depan; (2) pembangunan model harmonisasi RPJMN 2015-2019 dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

    “Kegiatan EKPD 2015 berfokus pada evaluasi tematik terkait pengembangan model harmonisasi perencanaan pusat dan daerah dalam mendukung sasaran Nawa Cita dan penyusunan database sasaran pokok pembangunan di tiap provinsi,” tutur Deputi Roni. Seminar Akhir EKPD 2015 yang bertujuan untuk lebih meningkatkan kualitas laporan EKPD dan pemanfaatannya untuk pusat dan daerah tersebut berlangsung sejak awal Oktober hingga akhir November 2015.

    Tim EKPD Provinsi NTB memaparkan hasil draft laporan akhir yang berfokus pada evaluasi tematik terkait revolusi mental, kedaulatan pangan, dan pariwisata serta pengumpulan data sasaran pokok pembangunan untuk NTB. Seminar Akhir EKPD di pusat akan dilaksanakan di Kementerian PPN/Bappenas pada 12 November 2015. “Seminar ini bertujuan membahas laporan akhir EKPD seluruh propinsi dan mendapat masukan seluruh Bappeda,” tegas Deputi Roni.

    Selengkapnya