Transformasi Pertanian dan Ketahanan Pangan Indonesia

Dari paparan laporan JICA, terkait dengan hasil studi tranformasi pertanian dan ketahanan pangan pada tahun 2040 di negara ASEAN, dengan fokus penelitian pada negara Vietnam, Indonesia dan Philipina, diketahui bahwa produksi pertanian Indonesia (hasil padi) terus berpacu dengan tingginya konsumsi pertumbuhan penduduk di Indonesia. Sejak awal tahun 2000, hasil panen padi hanya meningkat sekitar 1 persen per tahun, sementara pertumbuhan penduduk di Indonesia bertumbuh 1,5 persen per tahun. Ini terlihat dalam data jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah hingga mencapai 242 juta jiwa pada tahun 2011, dari jumlah 213 juta jiwa pada tahun 2000. Demikian hal ini dikatakan oleh Mr. Gollen, konsultan JICA dari Centennial International, dalam Rapat Diseminasi Kajian Bappenas-JICA, yang dipimpin dan dimoderatori oleh Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Dr.Ir.RR.Endah Murnitingtyas, MSc, yang mengangkat tema, “ASEAN Dynamism: Agricultural Transformation & Food Security 2040 Indonesia Country Study, Selasa, (25/9), di Gedung Bappenas.

Hal ini, menurut Mr. Gollen karena belum ada peningkatan jumlah lahan pertanian padi di Indonesia beberapa tahun terakhir ini, khususnya di daerah Kalimantan dan Papua. Justru, dalam 20 tahun terakhir ini di Indonesia yang meningkat tajam itu adalah perluasan lahan untuk perkebunan kelapa sawit di Sumatera dan Kalimantan serta lahan untuk tanaman kakao di Sulawesi, jelas Mr. Gollen. Sementara itu, rata-rata konsumsi beras di Indonesia sekarang ini sebesar 113 kg/per orang/per tahun.

Diketahui pada tahun 1984-1985, Indonesia mampu berswasembada beras karena adanya dukungan penuh dari pemerintah dalam hal perbaikan tata kelola dan prediktabilitas aturan hukum, pembangunan irigasi, penelitian pedesaan, pemberian perpanjangan kredit sehingga hal itu menarik perhatian partisipasi sektor swasta untuk bersedia melakukan investasi dalam hal pertanian pada periode tersebut. Namun, saat ini, pertumbuhan sektor pertanian dan produktivitas pertanian mengalami penurunan. Salah satu faktor yang melatabelakangi adalah dukungan pemerintah untuk pertanian yang telah menurun seiring dengan lepas landas sektor industri manufaktur. Dukungan untuk pertanian telah bergeser dari kebijakan produksi dan institusi menjadi pemberian subsidi. Dapat dikatakan bahwa pertanian telah mengambil kursi belakang untuk industrialisasi, papar Mr. Gollen. Padahal pertumbuhan pertanian baru memberikan dampak dalam mengurangi tingkat kemiskinan dan pedesaan, terutama di daerah miskin kepulauan luar. Studi ekonometrik menunjukkan bahwa sektor pertanian menyumbang setengah dari pengurangan kemiskinan, bahkan terbukti hingga saat ini. Seperti diketahui, akibat krisis tahun 1998 tingkat kemiskinan naik dari 11 persen menjadi 25 persen. Sebagian besar masyarakat miskin (lebih dari 80%) masih tinggal di daerah pedesaan dan bekerja di sektor pertanian.

Untuk visi pertanian Indonesia tahun 2040, Mr. Gollen memberikan beberapa rekomendasi, di antaranya hendaknya sektor swasta lebih memberikan perhatian lagi pada perkembangan sektor pertanian di Indonesia, Indonesia kembali bisa berswasembada pangan dengan pemerintah lebih berperan aktif dan memberikan perhatian yang lebih banyak lagi pada sektor pertanian, komiditas terkait isu, serta meningkatkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan.