Pembangunan Berbasis Sosiokultural di Papua
Berita Pembangunan - Rabu, 04 Mei 2016
JAKARTA – Pemerintah Daerah Provinsi Papua mengapresiasi pemerintah pusat karena telah menegaskan dan mengakomodir kepentingan pembangunan di Papua seperti tercantum dalam RPJMN 2015-2019 Buku III. Demikian penuturan Kepala Bappeda Provinsi Papua Dr. Muhammad Musaad, M.Si. Ia melihat perubahan positif dalam pelaksanaan pembangunan di Papua yang berbasis sosiokultural.
Menurut Musaad, demikian ia biasa disapa, Papua telah lebih dahulu mencoba melakukan perencanaan pembangunan dengan model serupa dengan pendekatan terbaru dalam penyusunan RKP 2017. Hanya saja saat itu pelaksanaannya belum lintas sektor.
”Bahkan model pembangunan Papua yang berbasis sosiokultural telah terakomodir dalam RPJMN. Saya pikir ini suatu perubahan positif, sejak sebelumnya kami sudah memulai model perencanaan pembangunan yang mirip dengan saat ini. Selain itu yang pertama kami lihat adalah pembangunan kawasan, di Papua terbagi ke dalam 5 kawasan yang memiliki prioritas pembangunan masing-masing,” jelas Musaad.
Sebagai langkah terobosan yang berbasis sosial budaya, Bappenas dan Pemda Papua merumuskan pendekatan pembangunan kawasan strategis berbasis 5 wilayah adat atau budaya. Kelima wilayah budaya itu adalah Kawasan Saereri yang mencakup kabupaten-kabupaten di Teluk Cenderawasih, Kawasan Mamberamo Tabi (Mamta) meliputi pantai utara Papua, dan Kawasan La Pago mencakup wilayah Pegunungan Tengah sisi Timur. Demikian pula, Kawasan Animha di pantai Selatan Papua, dan Kawasan Mee Pago-Bomberai di Pegunungan Tengah sisi Barat dan Mimika. Pembagian kawasan ini berdasarkan kedekatan kultur, kedekatan teritorial, dan kedekatan dalam indikator pembangunannya.
Ketika itu forum perencanaan di daerah Papua dibagi ke dalam ruang-ruang sesuai kawasan pembangunan tersebut. Mirip dengan forum diskusi dalam Musrenbangnas 2016 yang dibagi-bagi ke dalam 18 prioritas pembangunan nasional. Dengan begitu menurut Musaad pembahasan perencanaan akan lebih terarah dan lebih tepat sasaran. Selain itu dalam proses perencanaan hingga pembangunan di Papua ada 5 prinsip utama yang dikedepankan.
Pertama adalah proteksi terhadap orang asli Papua. Kedua afirmasi keberpihakan pada hak masyarakat. Selanjutnya pemberdayaan masyarakat dan keterpaduan yang tercermin dari integrasi lintas sektoral dalam pembangunan Papua. Prinsip terintegrasi ini juga termasuk pendekatan baru dalam penyusunan RKP 2017 sehingga kesamaan ini diharapkan Musaad akan membuahkan hasil pembangunan yang maksimal. Kelima adalah prinsip percepatan.
”Jadi untuk membangun Papua tidak bisa dengan cara yang biasa-biasa saja. Salah satunya dengan melakukan percepatan sehingga kami menyambut baik dengan adanya pendekatan baru dalam perencanaan pembangunan saat ini. Supaya lebih terfokus dan tepat sasaran sesuai kebutuhan daerah. Dengan melibatkan semua Kementerian/Lembaga dalam satu isu strategis pembangunan akan lebih efektif,” tutur Musaad.
Ia beranggapan perspektif sosiokultural sangat mendukung percepatan pembangunan di Papua. Sebab, setiap masalah dalam masyarakat berbeda-beda sesuai sosiokultural dan kondisi geografisnya. Misalnya kawasan Lapago adalah yang paling luas daerahnya dan paling banyak penduduknya. Namun masih sangat tertinggal dibandingkan kasawan lain karena sulitnya konektivitas. Maka penanganannya tentu berbeda dengan kawasan lainnya di Papua.
Musaad menjelaskan, ”Treatment tidak dapat tidak kita samakan. Pendekatan pembangunan di gunung berbeda dengan pendekatan di pantai. Pendekatan yang kami gunakan untuk penyelesaian masalah di kawasan Mamta berbeda dengan di Seireri. Hal yang sama kami harapkan dalam pendekatan nasional tidak menyeragamkan namun sesuai kebutuhan setiap daerah yang berbeda-beda.”
Tantangan utama pembangunan di Papua selama ini adalah wilayah yang sangat luas dan penduduknya terbatas namun tinggal berpencar. Tempat tinggal yang sangat berjauhan dengan konektivitas transportasi minim membuat pelayanan dan aksesibilitas sulit dilakukan. Masih banyak daerah yang belum terjangkau akses memadai. Oleh karena itu Musaad memandang perlunya percepatan pembangunan di Papua.
”Kalau di daerah lain mungkin butuh waktu membangun 4 tahun, sementara di daerah kami bisa 15 tahun atau tiga kali lipatnya, maka butuh percepatan. Kami sangat bersyukur sudah banyak kemajuan saat ini. Pemerintah sudah mengeluarkan Kepres No.16/2015 tentang percepatan pembangunan Papua dengan memanfaatkan total sumber daya Papua, juga untuk menyumbangkan peningkatan pendapatan nasional,” tegas Musaad.
Maka prioritas pembangunan Papua saat ini adalah menjangkau daerah-daerah tersulit dan pegunungan seperti di kawasan Lapago, Meipago dan sebagian Animha. Menurut Musaad, 10 daerah di Lapago masih tertinggal dan banyak penduduk asli Papua menetap di sana. Di Animha memang ada daerah yang sudah cukup maju yaitu Merauke, namun Boven Digul dan Asmat juga masih tertinggal.
Papua sendiri memiliki potensi siginifikan untuk dikembangkan, salah satunya mencanangkan komoditas-komoditas unggulan pertanian di kawasan. Misalnya Merauke dengan komoditas padinya yang dipersiapkan menjadi lumbung padi nasional, kemudian di kawasan Seireri seperti Biak dan sekitarnya yang kaya dengan potensi kelautan dan perikanan yang luar biasa.
Wilayah pegunungan menghasilkan biji kopi berkualitas tinggi dan buah merah untuk pengobatan dan industri kosmetik. Belum lagi potensi pariwisata yang sangat beragam di Papua, baik wisata bahari maupun wisata alam kaya flora dan fauna. ”Masih banyak potensi yang dapat digali di Papua untuk menyumbang pendapatan nasional. Jangan selalu melihat pertambangan saja karena kondisinya tak stabil,” tutup Musaad.