Pelatihan dan Pendidikan Tenaga Kerja Sangat Penting untuk Menghadapi MEA

JAKARTA - Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang telah berjalan sejak 1 Januari 2016 membuka peluang untuk bekerja lintas negara ASEAN, sehingga menurut Direktur Perdagangan, Investasi dan Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti, pelatihan dan pendidikan sangat penting untuk para tenaga kerja Indonesia .

Menurutnya dalam MEA, setiap tenaga kerja harus siap bersaing, namun bukan berarti semua pekerja dari luar Indonesia bisa bekerja di dalam negeri, begitu pula sebaliknya. Sebab, ada persyaratan mutlak yang harus dipenuhi terkait kategori profesi dan persyaratan lain yang tercantum dalam Mutual Recognizing Agreement (MRA).

“Ada delapan bidang yang memang sudah disepakati MRA-nya. Artinya, untuk bisa bekerja di negara lain, setiap pekerja harus punya sertifikasi. Selain itu, perlu mengikuti aturan yang berlaku di negara masing-masing. Maka pelatihan pendidikan untuk para tenaga kerja kita menjadi sangat penting. Dalam hal ini, kebijakan pemerintah sudah ke arah itu,” jelas Amalia di Kantor Bappenas (4/3).

Delapan profesi yang sudah disepakati dalam MRA adalah insinyur, arsitek, tenaga pariwisata, akuntan, dokter gigi, tenaga survei, praktisi medis dan perawat. Tenaga kerja profesi tersebut dapat bekerja lintas negara ASEAN, setelah memiliki sertifikasi pelatihan dan pendidikan.

“MEA adalah ujung dari perjalanan panjang yang sudah dilakukan, salah satunya adalah AFTA yang disepakati sejak 1992. MEA sendiri dibentuk sejak KTT 2007 di Cebu, Filipina. Yang penting adalah bagaimana masyarakat Indonesia memanfaatkan peluang yang ada dari MEA. Walaupun MEA berarti keterbukaan,  tetapi tetap ada rambu-rambu hukum yang berlaku. Mari kita lihat sisi positifnya, yaitu dengan adanya MRA di delapan bidang profesi tersebut, tenaga kerja Indonesia dapat memiliki sertifikasi untuk bekerja lintas ASEAN,” tutur Amalia.

Senada dengan Amalia, Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas Theresia Ronny Andayani dalam sambutannya di Rapat Koordinasi Kegiatan Kajian Dampak Masyarakat ASEAN terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan (7/3) juga menginginkan agar MEA dipandang dengan kacamata positif.

Theresia menuturkan, “MEA ini sebetulnya adalah upaya berkelompok untuk mewujudkan ASEAN sebagai kawasan yang damai, adil dan sejahtera. Oleh karena itu, mari kita lihat sisi positifnya. Semua negara ASEAN ingin melaksanakan perbaikan untuk mencapai kondisi sejahtera bersama-sama.”

Menurutnya, slogan One VisionOne Identity dan One Community adalah landasan kuat kerjasama ini, dan seharusnya tidak menimbulkan kekhawatiran akan persaingan dalam MEA. Jika tidak memiliki kelemahan, tentu tidak akan khawatir. Salah satu cara menghadapi MEA adalah dengan membenahi kelemahan tersebut.

Amalia pun menambahkan bahwa Bappenas dan Kementerian Perdagangan sudah membentuk AEC (Asean Economic Community) Center sebagai pusat layanan informasi mengenai MEA. Selain itu dapat pula diakses melalui web www.aeccenter.kemendag.go.id dan media sosial. Artinya pemerintah ingin mensosialisasikan dan memberikan edukasi dengan jangkauan yang lebih luas tentang MEA. Kedepan Bappenas memiliki rencana untuk mereplikasi AEC Center ini ke beberapa provinsi dengan bekerjasama dengan Pemda untuk memperluas informasi mengenai MEA.*