Outlook Pembangunan Tahun 2018: Tantangan di Tahun Politik

JAKARTA – Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro memaparkan mengenai potensi pemanfaatan bonus demografi yang merupakan pendorong pertumbuhan ekonomi, hal ini disampaikan beliau dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) dengan tema “Outlook Pembangunan 2018: Tantangan di Tahun Politik”, di Gedung Widjojo Nitisastro Bappenas, Senin (18/12). FMB 9 diselenggarakan Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Menteri Bambang menjelaskan periode bonus demografi dihitung berdasarkan economic support ratio yaitu jumlah tenaga kerja produktif yang menopang setiap seratus orang penduduk. “Economic support ratio dapat memberikan gambaran secara lebih efektif potensi penduduk usia produktif yang tersedia untuk dioptimalkan dalam pembangunan,” ujar beliau.

Data Badan Pusat Statistik memproyeksikan bahwa pada tahun 2019, kelompok usia produktif akan mencapai besaran 67 persen dari total populasi penduduk dan sebanyak 45 persen dari 67 persen tersebut berusia antara 15–34 tahun. Namun, setelah 2030, angka ketergantungan mulai mengalami peningkatan karena jumlah penduduk usia tua (65 tahun ke atas) meningkat. Hingga pada 2045, Indonesia sudah menjadi aging society dengan perkiraan penduduk tua mencapai 12,45 persen dari total penduduk.

“Perubahan struktur penduduk merupakan peluang untuk memanfaatkan produktivitas penduduk usia produktif agar mendorong pertumbuhan ekonomi negara. Namun, bonus demografi dapat menjadi bencana demografi jika sumber daya manusia tidak memiliki kualitas baik. Untuk itu, Indonesia perlu mempertimbangkan kebijakan untuk mengoptimalkan perubahan struktur penduduk tersebut,” tutur Menteri Bambang.

Puncak bonus demografi pertama akan terjadi pada tahun 2034, dengan kondisi terdapat 60 tenaga kerja produktif untuk mendukung 100 penduduk, angka ketergantungan penduduk di bawah 50, dan berkontribusi sebesar 0,22 persen poin terhadap pertumbuhan ekonomi. Periode bonus demografi dapat diperpanjang dengan menjaga Total Fertility Rate (TFR) di angka 2,1, menurunkan Infant Mortality Rate (IMR) dengan cepat, serta meningkatkan produktivitas. Bonus demografi pertama diikuti dengan bonus demografi kedua melalui peningkatan investasi.

Persiapan dan pemanfaatan bonus demografi mencakup daya saing tenaga kerja melalui pelaksanaan gerakan hidup sehat, perluasan cakupan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Ketenagakerjaan, perluasan pendidikan menengah universal, dan perkuatan keterkaitan pelatihan dan pendidikan vokasi dan industri. Selain itu, investasi didorong naik melalui pengembangan produk tabungan, deposit, saham, dan investasi jangka panjang, efisiensi dan kemudahan investasi, pengembangan instrumen pembiayaan pembangunan, dan sistem pensiun yang berkesinambungan.

Beberapa permasalahan yang perlu segera diselesaikan antara lain adalah rendahnya kualitas dan daya saing sumber daya manusia muda Indonesia dalam kompetisi baik di regional ASEAN maupun kompetisi global, terbatasnya data kebutuhan keahlian tenaga kerja, ketidaksesuaian keahlian pekerja dengan kebutuhan industri, masih banyaknya tenaga kerja yang belum tersertifikasi, serta belum kuatnya minat pemuda Indonesia untuk berwirausaha.

Mengingat tantangan demografi ini merupakan isu lintas sektoral, pemerintah sebagai pembuat kebijakan akan terus menguatkan koordinasi intensif dengan berbagai pemangku kepentingan dalam menyusun kebijakan perencanaan pembangunan nasional yang berkesinambungan. Kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah, pelaku usaha, industri, dunia pendidikan serta masyarakat perlu terus dilakukan dalam rangka menyiapkan potensi kelompok usia muda dalam menjawab tantangan demografi.  Optimalisasi fungsi dan peran Balai Latihan Kerja (BLK) dan lembaga pendidikan kejuruan di seluruh Indonesia dan pengembangan lembaga pendidikan dan pelatihan serta penyusunan standar kompetensi keahlian perlu terus didorong untuk meningkatkan kualitas dan daya saing tenaga kerja muda di Indonesia.