Menuju Normal Baru, Bappenas Rumuskan Protokol Masyarakat Produktif Dan Aman Covid-19
Siaran Pers - Kamis, 21 Mei 2020
Kementerian PPN/Bappenas menggelar Konferensi Pers Perumusan Protokol Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 pada Kamis (21/5) melalui konferensi video. Konferensi pers yang dipimpin Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dan menghadirkan WHO Representative to Indonesia Dr. N. Paranietharan dan Tim Pakar Modeling Tim Pakar Gugus Tugas Covid-19 dr. Panji Fortuna Hadisoemarto tersebut bertujuan untuk merumuskan protokol masyarakat produktif dan aman Covid-19, menyusun kriteria langkah-langkah kesehatan terhadap penyebaran Covid-19, serta menentukan kebijakan penyesuaian pembatasan sosial.
Berdasarkan pengalaman keberhasilan negara lain dalam menangani pandemi Covid-19, prasyarat utama yang diperlukan untuk menjamin produktivitas dan keamanan masyarakat adalah: 1) penggunaan data dan keilmuan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk penyesuaian Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB); 2) Penyesuaian PSBB dilakukan melalui beberapa tahapan dan zona; 3) Penerapan protokol kesehatan yang ketat melalui disiplin dan pengawasan oleh aparat; dan 4) Review pelaksanaan penyesuaian PSBB yang dapat menimbulkan efek jera sehingga dimungkinkan adanya pemberlakuan kembali PSBB secara ketat apabila masyarakat tidak disiplin dalam beraktivitas. Prasyarat ini digunakan untuk menentukan kriteria langkah-langkah kesehatan yang perlu dilakukan dalam menentukan kebijakan penyesuaian pembatasan sosial.
Penyesuaian PSBB harus memenuhi tiga kriteria. Kriteria pertama dan menjadi syarat mutlak adalah epidemiologi, yaitu Angka Reproduksi Efektif atau Rt<1 selama dua minggu berturut-turut. Artinya, angka kasus baru telah menurun setidaknya selama dua minggu berturut-turut. Kriteria kedua adalah kapasitas sistem pelayanan kesehatan yang mensyaratkan kapasitas maksimal tempat tidur rumah sakit dan instalasi gawat darurat untuk perawatan Covid-19 lebih besar dari jumlah kasus baru yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Kriteria ketiga adalah surveilans, artinya kapasitas tes swab yang cukup. Sesuai dengan kriteria tersebut, beberapa daerah yang telah memenuhi kriteria dapat melakukan penyesuaian PSBB. Namun demikian, penerapan protokol Covid-19 sebagai New Normal atau menuju Normal Baru harus tetap diterapkan secara ketat. Pemantauan pelaksanaan protokol harus dilakukan secara rutin dan evaluasi terhadap dampak kebijakan juga dilakukan. Jika kemudian kasus kembali meningkat, maka pelaksanaan PSBB dapat diterapkan kembali.
“Jika Rt<1 dan penurunan kasus yang diikuti dengan pengurangan PSBB, bukan berarti virus sudah hilang, tetapi penyebaran virus sudah dapat dikendalikan. Oleh karena itu, masyarakat akan menuju Normal Baru beberapa bulan ke depan atau setidaknya sampai tersedia vaksin dan obat Covid-19 atau kasus Covid-19 dapat ditekan menjadi sangat kecil. Penerapan Normal Baru antara lain mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer secara rutin, pemakaian masker dan jaga jarak (physical distancing), penyediaan tes Covid-19, serta tetap dilakukannya tracing, test, dan isolasi secara sistematis,” ujar Menteri Suharso.
Beberapa hal penting perlu menjadi perhatian bersama. Pertama, beberapa minggu ke depan merupakan masa kritis yang berpotensi dapat meningkatkan penyebaran kasus Covid-19 karena memasuki masa Idulfitri, salat Id berjamaah, berkumpulnya masyarakat untuk silaturahmi, dan potensi arus mudik juga arus balik. Kedua, penerapan disiplin tinggi dalam implementasi protokol kesehatan Covid-19 seperti hidup bersih dan sehat (cuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer dan penggunaan masker), physical distancing, pelaporan kasus secara mandiri, dan kontrol sosial. Ketiga, proses adaptasi dengan kehidupan Normal Baru, terutama perubahan kebijakan dan aturan sesuai perkembangan Covid-19, optimalisasi teknologi digital, dan pelaksanaan protokol Covid-19 secara konsisten. Kementerian PPN/Bappenas juga berencana meluncurkan Dashboard Angka Reproduksi Efektif atau Rt yang diperbaharui secara harian untuk memantau perkembangan kasus sehingga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi berkala terkait efektivitas pelaksanaan kebijakan Covid-19.