Menteri Sofyan Dorong Restorative Justice
Berita Utama - Selasa, 10 Mei 2016
JAKARTA – Menteri PPN/Kepala Bappenas Sofyan Djalil mendorong upaya restorative justice dengan memperkenalkan lagi hukum adat dalam pidato Peluncuran Strategi Nasional Akses Terhadap Keadilan (SNAK) Tahun 2016-2019 yang merupakan pembaruan dari SNAK Tahun 2009 di Bappenas (10/05).
Menurut Menteri Sofyan, perkara-perkara kecil (petty crime) masih dapat diselesaikan dengan sistem hukum adat sebagai bagian dari restorative justice yang dapat dilakukan di Indonesia. Terutama untuk perkara-perkara kriminal yang kecil tidak perlu masuk dalam sistem peradilan.
”Kita perlu bekerja lebih progresif lagi, terutama memperkenalkan restorative justice. SNAK sudah bagus tetapi kita perlu lebih agresif. Pemerintah akan mendukung bagaimana mereform kondisi kelebihan beban di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan serta overcrowded dan kericuhan di penjara secara lebih substansial, termasuk menangani petty crime,” ujar Sofyan.
Salah satu cara untuk mengurangi kelebihan beban itu adalah dengan menguatkan lagi peran hukum adat dalam masyarakat untuk menangani perkara-perkara kecil (petty crime). Jadi masalah-masalah yang ada dalam masyarakat yang tak termasuk kriminal berat dapat diselesaikan dengan kearifan lokal setempat.
”Banyak sekali contoh orang yang bukan kriminal dimasukkan ke dalam penjara karena menjalankan regulasi dan undang-undang seperti selama ini. Padahal masalah-masalah kecil masih dapat diselesaikan dengan kearifan lokal. Hukum adat adalah restorative justice. SNAK perlu kita reform sedikit agar lebih agresif melalui pendekatan restorative justice,” jelas Sofyan.
Adapun SNAK Tahun 2016-2019 mengutamakan dampak dari berbagai reformasi hukum dan kebijakan untuk menjamin akses terhadap keadilan bagi semua warga Indonesia dengan berfokus pada: 1) perlindungan hukum serta akses masyarakat miskin dan terpinggirkan terhadap pelayanan dan pemenuhan hak-hak dasar; 2) mekanisme penyelesaian sengketa yang adil dan menjunjung hak asasi manusia; 3) bantuan hukum bagi masyarakat miskin, rentan dan terpinggirkan dan 4) pengelolaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam yang berkepastian hukum dan adil.
Dengan memusatkan perhatian pada keempat hal tersebut, SNAK Tahun 2016-2019 diarahkan untuk memperkuat kapasitas masyarakat dalam mengetahui dan mempertahankan haknya. Penerapan restorative justice salah satunya melalui penerapan hukum adat yang tepat dapat mendukung pemenuhan fokus-fokus tersebut.
Dalam acara Peluncuran SNAK Tahun 2016-2019 dipaparkan pula testimoni terkait Penyediaan Akses terhadap Keadilan yang disampaikan oleh perwakilan daerah antara lain Teuku Syafrizal (Prov. Aceh), Medio (Kalimantan Tengah), Patta Tope (Sulawesi Tengah), serta perwakilan BPHN Kristomo Constantinus dan perwakilan Ombudsman Adrianus Meliala.
Acara peluncuran SNAK 2016-2019 dihadiri pula oleh Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Stig Traavik dan Direktur Program Pembangunan PBB (UNDP) Indonesia Christophe Bahuet. SNAK merupakan hasil kerja sama antara Bappenas, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Kementerian Hukum dan HAM serta Ombudsman RI dalam proyek Strengthening Access to Justice in Indonesia (SAJI) yang didukung oleh UNDP Indonesia dan Kedutaan Besar Norwegia.