Menteri PPN/Kepala Bappenas: Pengembangan Inovasi Teknologi Perlu Agar Mendongkrak Perekonomian Indonesia dan ASEAN

Sabtu pagi di penghujung bulan Oktober, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro hadir dalam Eishenhower Fellowships unConference dengan tema “ASEAN Unity Through Changes and Innovation” di Sofitel Bali-Nusa Dua Beach Resort, Bali (29/10). Bersama, President of Whitman Strategy Group yang juga pernah menjabat sebagai Gubernur New Jersey Ms. Christine Todd Witman, dan Co-founder and Honorary Chairman of Acer Group Taiwan Mr. Stan Shih, Bambang Brodjonegoro menyampaikan sambutan kunci pada awal acara konferensi tersebut yang dipandu oleh Ibu Natalia Soebagjo, International Board Member of Transparency International.

Dalam konferensi alumni Eisenhower Fellowships yang ketiga ini, Menteri PPN/Kepala Bappenas menyampaikan bahwa di tengah kondisi perekonomian, politik dan institusional dunia yang kian mengkhawatirkan, ASEAN mampu tampil dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi global.  Dan diperkirakan dalam periode 2016 – 2020, pertumbuhan ekonomi ASEAN akan mampu mencapai angka 5.1%, dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi dunia yang diperhitungkan hanya sekitar 2.6%. Menurut Bambang, ASEAN mampu menjaga pertumbuhan ekonominya karena memiliki beberapa kekuatan. Posisi geografisnya yang strategis, adanya bonus demografi dan kaya akan sumber daya alam adalah beberapa contohnya.

Menteri PPN/Kepala Bappenas juga menjelaskan bahwa Indonesia sebagai bagian dari ASEAN juga telah mampu menjaga pertumbuhan ekonominya dengan baik. Namun demikian, Indonesia masih tertinggal cukup jauh jika dibandingkan negara Asia lainnya karena masih kurangnya inovasi, khususnya di bidang teknologi. Dalam beberapa laporan menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia belum mampu membiayai penelitian dan pengembangan (research and development, R&D) untuk mendukung inovasi teknologi. Hal ini berbeda dengan negara Asia seperti Jepang dan Cina yang terus menerus melakukan R&D untuk inovasi dan pengembangan di bidang teknologi, dan telah terbukti dengan adanya produk-produk dari dua negara tersebut yang telah mendunia. Karena itu pemerintah Indonesia mencoba mengembangkan Innovation Fund dengan melibatkan sektor swasta dan pihak akademisi untuk mempromosikan inovasi dan mengurangi kemungkinan resiko yang akan muncul. Lima kriteria utama dalam Innovation Fund ini, antara lain (1) teknologi yang mutakhir, (2) mampu menciptakan dampak yang besar bagi sektor-sektor utama, (3) berhubungan dengan kebutuhan nasional dan kesempatan ekonomi, (4) membangun kolaborasi antara pemerintah dan akademisi, serta (5) menunjukkan kapasitas dan komitmen dari para pelamar.

Bambang Brodjonegoro merupakan penerima beasiswa Eisenhower Fellowships (EF), The Single Region Program – Southeast Asia, Amerika Serikat, pada September – November 2002. Eisenhower Fellowships merupakan organisasi swasta, nirlaba, non-partisan yang menyelenggarakan program beasiswa jangka pendek sejak tahun 1953 bagi pemuda yang berpotensi menjadi pemimpin di berbagai bidang profesi dan kegiatan kemasyarakatan. Alumni EF tersebar di 50 negara mencakup sekitar 2000 orang. Sejak tahun 1959 hingga kini telah terdapat sekitar 60 orang alumni Indonesia dari beragam pengabdian. Selain Bambang Brodjonegoro, terdapat Mari Elka Pangestu, Natalia Soebagjo, Jerry Ng, Rusdian Lubis serta beberapa tokoh Indonesia lainnya yang merupakan para alumni EF.