Making the SDG Everyone’s Business: Peluang Penciptaan Kesejahteraan dan Bisnis Berkelanjutan
Berita Utama - Selasa, 09 Oktober 2018
Nusa Dua – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang menegaskan bahwa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), sebagai komitmen ambisius dengan 17 tujuan, 169 target, dan 244 indikator, membutuhkan komitmen bersama untuk mewujudkan tujuan global akhir untuk mengentaskan kemiskinan, melindungi bumi, dan memastikan setiap orang memiliki kesempatan untuk merasakan perdamaian dunia dan kemakmuran yang sinergi dengan alam. TPB/SDGs seharusnya tak hanya dilihat sebagai tantangan, tetapi juga sebagai kesempatan. Lebih jauh, CEO Unilever Paul Polman, menyebutkan bahwa bisnis dengan prinsip berkelanjutan memiliki potensi senilai US$ 12 triliun dan menciptakan 380 juta lapangan pekerjaan sehingga TPB/SDGs adalah kesempatan terbesar untuk menciptakan kesejahteraan.
Dalam implementasinya, TPB/SDGs menciptakan kesempatan bisnis. Contohnya, isu ketahanan pangan membuka kesempatan bagi akuakultur berkelanjutan, industri pangan bagi masyarakat berpendapatan rendah, teknologi pertanian skala besar, dan pertanian urban. Lini bisnis ini relevan dengan Tujuan 1: Tanpa Kemiskinan, Tujuan 2: Tanpa kelaparan, dan Tujuan 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera. Contoh lainnya, adalah upaya pengurangan limbah adalah kesempatan bisnis bagi irigasi mikro, mengurangi limbah makanan, perubahan pola makan, hingga mengembalikan daerah terdegradasi. Upaya-upaya tersebut relevan dengan Tujuan 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggungjawab, Tujuan 14: Ekosistem Lautan, Tujuan 15: Ekosistem Daratan, dan Tujuan 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.
Hingga saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengembangkan skema Public Private Partnership (PPP) untuk 19 proyek yang bersinggungan dengan tak kurang dari 9 tujuan TPB/SDGs. Dunia bisnis dapat berkontribusi dalam proyek-proyek ini dengan menggunakan skema PPP tersebut dengan skala nasional dan/atau regional. Peluang untuk berinvestasi di sektor “green infrastructure” di Indonesia sangat terbuka lebar, contohnya di bidang transportasi, energi, perairan, pengelolaan limbah, dan aset lingkungan lainnya. Terdapat beberapa opsi untuk berinvestasi dalam green infrastructure ini, semisal green bond, green sukuk, dan blended finance, ketiganya sangat relevan dengan dampak sosial dan lingkungan yang akan diciptakan. Bisnis-bisnis ini berkaitan dengan Tujuan 7: Akses ke Energi, Tujuan 11: Pembangunan Berkelanjutan, dan Tujuan 9: Industri, Inovasi, dan Infrastruktur.
Selain itu, Indonesia juga telah mengembangkan skema kerja sama Partnership for Indonesia Sustainable Agriculture (PISAgro) terkait Tujuan 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi, Tujuan 10: Berkurangnya Kesenjangan, Tujuan 1: Tanpa Kemiskinan dan Tujuan 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. Skema tersebut sudah berhasil mewujudkan 20 perusahaan swasta, bank, organisasi internasional, organisasi masyarakat sipil, koperasi dan sekitar 500 ribu petani yang didukung pemerintah lokal. “Skema PISAgro tersebut juga sudah meningkatkan produktivitas sebesar 12 hingga 71 persen atau setara dengan 400 ribu hektar lahan pertanian dan menaikkan pendapatan sebesar 15 hingga 80 persen, sementara perusahaan swasta mendapatkan keuntungan dengan produk pertanian yang lebih baik dan suplai yang berkelanjutan,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam forum Making the SDGs Everyone’s Business: Indonesia’s Private Sector Living the Global SDGs Agenda yang digelar sebagai bagian dari 2018 International Monetary Fund-World Bank Group Annual Meetings, Nusa Dua, Bali, Indonesia, Selasa (9/10).
Sebagai contoh implementasi bisnis berkelanjutan di Indonesia, Kementerian PPN/Bappenas baru saja meluncurkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Provinsi Jambi dengan menggunakan skema blended finance. PLTMH tersebut dirancang untuk dapat menyediakan akses kelistrikan bagi 4 desa terpencil, dengan 803 rumah tangga dan 4,448 orang. Pembangkit tersebut adalah hasil kerja sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Bank Jambi, dan United Nations Development Programme (UNDP). Tipe kerja sama tersebut akan terus ditingkatkan dan memiliki prospek yang sangat baik, mengingat sesuai data World Giving Index 2017, Indonesia mendapat predikat the second most generous country. “Untuk meningkatkan implementasi bisnis berkelanjutan, BAZNAS baru saja meluncurkan “Fiqh Zakat on SDGs” yang berperan sebagai pedoman bagi para filantropi muslim untuk mendukung TPB/SDGs. Indonesia sudah sepatutnya bangga karena skema tersebut adalah yang pertama di dunia dan harus menjadi salah satu referensi utama bagi kaum muslim dunia untuk mengimplementasikan TPB/SDGs,” tutur Menteri Bambang.
Komitmen Indonesia dalam mengarusutamakan TPB/SDGs direalisasikan melalui Peluncuran Rencana Aksi Nasional TPB/SDGs yang dilangsungkan pada Juni lalu. RAN SDGs adalah sebuah upaya yang melibatkan kolaborasi pemerintah, organisasi masyarakat sipil, sektor swasta, filantropi, dan akademisi yang secara bersama-sama, membahas bagaimana kerangka kerja dan usaha bersama untuk mencapai indikator, target, dan gol SDGs dapat tercapai. RAN tersebut didanai dari berbagai sumber, di antaranya: 1) publik domestik dan internasional; dan 2) sektor swasta domestik dan internasional. Ada pula potensi pencampuran antara pendanaan publik dan swasta, termasuk sumber daya internasional dan domestik, dengan mengusung prinsip gotong royong untuk tujuan bersama.