Laporan Dari Korea Selatan: Implementasi Open Government dan Dampaknya Bagi Hukum, Ekonomi, dan Pembangunan Indonesia

SEOUL – Dalam pertemuan tingkat tinggi yang dihadiri para menteri pembangunan dari negara-negara anggota Open Government Partnership (OGP), Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menegaskan komitmen Indonesia untuk melaksanakan praktik open government yang memegang peranan penting untuk mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan. Mengusung nilai- nilai keterbukaan, inklusivitas, dan transparansi, Indonesia telah mengembangkan instrumen-instrumen kebijakan fiskal dan pembangunan sektoral untuk mengatasi ketimpangan sosial ekonomi dan wilayah yang kurang berkembang. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia, di antaranya kebijakan dana desa yang didistribusikan secara langsung sejak 2015. Pada 2018, pemerintah mengalokasikan dana desa sebesar 60 triliun rupiah per tahun untuk 74.957 desa. “Angka dana desa akan terus bertambah setiap tahunnya. Seiring dengan kenaikan tersebut, akuntabilitas penggunaan dana juga harus diperketat agar dana dapat bermanfaat dan berdampak langsung bagi masyarakat. Di sinilah peran open government sangat penting untuk memaparkan informasi penggunaan dana tersebut . Melalui Rencana Aksi Keterbukaan Pemerintah atau Open Government Indonesia (Renaksi OGI) 2018-2020, pemerintah mendorong partisipasi dan keterlibatan publik dalam perencanaan penganggaran,” tegas Menteri Bambang dalam sesi Open Government Partnership Asia-Pacific Regional Meeting Ministerial Roundtable yang berlangsung di Seoul, Korea Selatan (6/11).

Open government juga berkontribusi dalam kesuksesan program bantuan sosial. Studi yang dilakukan Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab (JPAL) atas program Beras untuk Rumah Tangga Miskin (Raskin) membuktikan bahwa transparansi dapat meningkatkan penerimaan program beras bersubsidi tersebut hingga 26 persen. Dalam Renaksi OGI 2018-2020 mendatang, Indonesia berkomitmen untuk mendorong komponen partisipatif dan transparansi terkait program raskin. Renaksi tersebut sekaligus menjadi salah satu strategi pemerintah untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), terutama bagi target pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan. Dengan implementasi open government, bukan hanya aspek hukum melalui Tujuan 16: Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh saja yang dapat tercapai, tetapi juga Tujuan 1: Tanpa Kemiskinan, Tujuan 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, dan Tujuan 4: Pendidikan Berkualitas. Kolaborasi TPB/SDGs dan open government juga akan mendorong penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan yang signifikan, juga kasus stunting (kekerdilan) pada anak Indonesia. “Dengan komitmen tersebut, kami memperluas pendekatan open government yang selama ini sudah dijalankan hingga ke pencapaian TPB/SDGs sekaligus tetap memastikan inisiatif dan inovasi untuk pemerintahan yang lebih terbuka, serta pertumbuhan ekonomi dan demokrasi yang lebih baik,” ujar Menteri Bambang.

Dalam pertemuan bilateral dengan CEO OGP Sanjay Pradhan, Indonesia menutup tahun terakhir sebagai anggota Steering Committee OGP 2015-2018 dengan implementasi open government yang sangat baik, dengan terus berupaya menjadi negara terdepan dengan pemerintahan terbuka, transparan, dan akuntabel, terutama untuk pemerintahan daerah. Meski masa jabatan sebagai Steering Committee telah berakhir, namun Indonesia tetap menjalankan open government, salah satunya dengan mengacu pada Paris Declaration. Indonesia juga telah mengadopsi tema penting dalam OGP, yaitu skema beneficial ownership transparency ke dalam RPJMN 2020-2024, untuk mencegah dan mengatasi kamuflase ekonomi yang dilakukan oleh segelintir pihak yang menguasai korporasi. Inisiatif open government juga akan berlanjut melalui kemitraan internasional seperti G20, ASEAN, dan MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea, Turki dan Australia). Selain itu, Indonesia juga berperan aktif dalam Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular, terutama untuk menyediakan asistensi dan advokasi terkait isu open government bagi Mongolia, Sri Lanka, dan Filipina.

 

Open Contracting untuk Mencegah Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Salah satu poin penting dalam pelaksanaan open government adalah open contracting. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis untuk membidik pembangunan ekonomi yang lebih baik. Pada 2018, bujet Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 2.220,7 triliun rupiah dialokasikan untuk mendukung program prioritas pemerintah untuk menurunkan kemiskinan, membangun infrastruktur, menambah nilai tambah perkembangan ekonomi, dan memastikan ketahanan energi dan stabilitas keamanan nasional tetap terjaga. Untuk itu, Pemerintah Indonesia sangat mendukung pengambilan kebijakan dengan prinsip keterbukaan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Indonesia sangat mendorong terjadinya akuntabilitas birokrasi dengan modernisasi sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah melalui reformasi kebijakan dan institusi. “Sejak 2010, kami membangun sistem yang disebut Electronic Procurement Services yang dilaksanakan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa (LKPP). Sistem ini digunakan seluruh institusi pemerintahan dalam proses perencanaan, pemilihan, dan pengawasan. Sistem menyediakan wadah bagi penyedia layanan untuk memberikan tawaran pengadaan secara transparan,” tegas Menteri Bambang.

Di era teknologi yang semakin menggempur, Pemerintah Indonesia berusaha memanfaatkannya untuk memperbaiki sistem pemerintahan dan pengambilan kebijakan. Di awal 2018, Presiden Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dengan mandat pembentukan e-Procurement yang terdiri atas sejumlah sistem pengadaan daring, di antaranya Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP), e-Tendering, e-Purchasing, e-Contract, e-Catalogue, dan Sistem Informasi Kinerja Penyedia (SiKAP), untuk mengakselerasi transparansi dan akuntabilitas pengadaan barang dan jasa sekaligus mendorong peran publik dalam prosesnya.

Kota Bandung, Jawa Barat dan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur adalah pencetus open contracting untuk pertama kalinya. Melalui aplikasi yang dinamakan Bandung Integrated Resources Management System (BIRMS), Pemerintah Kota Bandung menyediakan layanan open contracting yang memadai sehingga bisa diakses publik dan memudahkan proses pengadaan barang dan jasa. Dengan semangat yang sama, Kabupaten Bojonegoro juga menerbitkan dokumen pengadaan melalui Bojonegoro Open System Portal. “Pemerintah Indonesia sangat menyadari bahwa open contracting dapat membawa dampak yang sangat signifikan bagi upaya kami dalam mencegah korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kami terus mendorong terwujudnya pemerintah yang transparan dengan memperkuat sinergi Renaksi OGI 2018-2020 Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi 2019-2020,” tegas Menteri Bambang dalam Sidang OGP Asia-Pacific Regional Meeting yang mengangkat tema “Renewing Trust through Open Contracting”.