Lapangan Kerja Indonesia Lampaui Target RKP 2018 dan RPJMN 2015-2019, TPT Turun Menjadi 5,34 Persen

JAKARTA – Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2018 yang dilaksanakan Badan Pusat Stastistik (BPS), dengan sampel sebanyak 200 ribu rumah tangga hingga ke tingkat kabupaten/kota yang menangkap fenomena di luar masa panen menyatakan bahwa hasil data Sakernas Agustus 2018 terlihat lebih tinggi daripada angka Sakernas Februari 2018.

Patut dicatat, data Agustus lebih baik jika digunakan untuk menggambarkan kondisi tahunan karena beberapa faktor, yakni masa tahun ajaran selesai sehingga banyak lulusan sekolah masuk angkatan kerja dan belum terserap pasar kerja, juga bukan merupakan masa panen besar sehingga terjadi perpindahan yang besar ke kelompok bukan angkatan kerja, dan jumlah angkatan kerja cenderung lebih kecil. Oleh karena itu, pembandingan harus merujuk angka pada periode yang sama di tahun sebelumnya atau year on year (yoy). Secara matematis, TPT akan membesar karena penyebut dalam rumus (angkatan kerja) berkurang banyak, meskipun jumlah pengangguran menurun.

“Jumlah lapangan kerja Indonesia pada 2018 telah melampaui target Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2018 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, yaitu meningkat 2,99 juta dibandingkan 2017. Dalam rentang 2015-2018, Pemerintah telah berhasil menciptakan 9,38 juta lapangan kerja. Secara absolut, jumlah pengangguran juga turun sebesar 40 ribu orang, sehingga Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) telah berhasil diturunkan menjadi 5,34 persen tahun ini. Jika pertumbuhan ekonomi mencapai target RKP 2019 sebesar 5,2-5,6 persen, TPT dapat diturunkan menjadi 4,8-5,2 persen pada 2019. Penurunan ini dapat dicapai dengan penciptaan kesempatan kerja sebanyak 2,6-2,9 juta orang dan lapangan kerja formal di sektor bernilai tinggi dapat menyerap angkatan kerja berpendidikan SMA ke atas,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro yang disampaikan dalam Forum Merdeka Barat 9 “Pengurangan Pengangguran” di Gedung Bappenas, Jakarta, Kamis (8/11). FMB 9 tersebut turut dihadiri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy serta Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.

Berdasarkan Sakernas Agustus 2018, jumlah penciptaan lapangan kerja pada 2016 sebesar 3,59 juta, 2017 sebesar 2,61 juta, dan untuk periode Agustus 2018 sebesar 2,99 juta. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan kesempatan kerja adalah sebesar 1,99 persen. Dari target penciptaan kesempatan kerja pada tahun 2015-2019 sebesar 10 juta orang, hingga 2018 pemerintah sudah dapat menciptakan 9,38 juta kesempatan kerja. Penciptaan kesempatan kerja paling rendah yang terjadi di 2015 (0,19 juta) karena (1) Pelemahan USD memukul impor bahan baku yang berpengaruh pada terpukulnya sektor industri, dan (2) pengurangan jumlah pekerja yang cukup besar pada sektor pertanian karena beralih ke sektor jasa. Berdasarkan wilayah, pengangguran terendah pada 2018 adalah Provinsi Bali (1,37 persen), Nusa Tenggara Timur (3,01 persen), dan Sulawesi Barat (3,16 persen). Sementara pengangguran tertinggi pada 2018 adalah Banten (8,52 persen), Jawa Barat (8,17 persen), dan Maluku (7,27 persen). Dibandingkan setahun yang lalu, TPT di perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,34 poin, sedangkan TPT perdesaan meningkat sebesar 0,03 poin. Kondisi ini dipengaruhi oleh jumlah pekerja di sektor pertanian yang menyusut. Para pekerja di desa yang keluar dari sektor pertanian namun belum memperoleh pekerjaan baru menjadi beban pengangguran di perdesaan.

Provinsi dengan TPT Tertinggi adalah Banten, Maluku, dan Jawa Barat. TPT Banten menurun dari 9,28 persen menjadi 8,52 persen. Ekonomi Banten Triwulan III tumbuh 5,89 persen dengan kontribusi sektor industri manufaktur yang besar. Sektor ini menarik banyak pendatang dengan keterampilan tidak sesuai kebutuhan industri. Kendala lain yang dihadapi Banten adalah tingginya upah minimum. Selain Banten, Maluku juga memiliki TPT yang menurun signifikan dari 9,29 persen menjadi 7,27 persen. Ekonomi Maluku Triwulan III tumbuh 6,34 persen, ditopang oleh sektor jasa administrasi pemerintahan dan jasa keuangan (penyerap lapangan kerja tertinggi, setelah pertanian. Meski TPT desa dan kota menurun, tetapi TPT perkotaan di Maluku masih jauh lebih tinggi dibanding perdesaan. TPT Jawa Barat TPT Jabar menurun dari 8,22persen menjadi 8,17 persen. Ekonomi Jabar Triwulan III tumbuh 5,2 persen dengan kontribusi terbesar dari sektor informasi dan komunikasi, real estate, serta akomodasi dan makan minum). Penciptaan lapangan kerja terjadi di sektor akomodasi dan makan minum, industri manufaktur, perdagangan, dan transportasi. TPT perdesaan meningkat 1,22 poin, tetapi TPT perkotaan turun 0,49 poin. Lapangan usaha banyak berkembang di daerah perkotaan. Kendala yang dialami Jawa Barat juga sama dengan Banten, yakni tingginya upah minimum.

Lapangan kerja di sektor pertanian, industri dan jasa mengalami dinamika yang berbeda, mengingat penciptaan kesempatan kerja terjadi di sektor jasa. Proporsi lapangan kerja sektor jasa terus meningkat, sedangkan pertanian berkurang. Proporsi lapangan kerja sektor industri pengolahan stagnan di antara 13 persen-15 persen. Selama 2015-2018, sektor jasa menyerap 9,77 juta pekerja, sedangkan industri hanya 2,99 juta orang. Transformasi struktural tenaga kerja terjadi dari sektor pertanian ke sektor jasa. Sementara itu, lapangan kerja formal dan informal proporsi lapangan kerja formal terus meningkat. Lapangan kerja formal adalah mereka dengan status buruh/pegawai/karyawan dan berusaha dibantu buruh tetap. Pada 2014, proporsi lapangan kerja formal mulai di atas 40 persen, dan meningkat perlahan. Tahun 2018 proporsi lapangan kerja formal mencapai 43,16 persen atau 53,5 juta orang.

Proporsi setengah penganggur atau tenaga kerja yang bekerja di bawah jam kerja normal atau kurang dari 35 jam seminggu dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan kini terus menurun. Karakteristik setengah penganggur di antaranya berpendidikan rendah, tinggal di perdesaan dan bekerja di kegiatan informal. Proporsi setengah penganggur 2018 tercatat 6,62persen atau setara dengan 8,21 juta orang, turun dari 8,45persen di 2014. Terkait Pendidikan Pekerja, Lapangan kerja masih didominasi oleh pekerja berpendidikan SMP ke bawah. Pekerja berpendidikan maksimal SMP ke bawah masih 58,77persen atau 72,88 juta orang. Untuk mengatasi isu tersebut, Pemerintah Indonesia mendorong perbaikan produktivitas kerja melalui pendidikan dan pelatihan kejuruan, dan pengembangan kewirausahaan dan peningkatan industri manufaktur padat pekerja.

TPT pencari kerja lulusan SMK sebesar 11,24 persen atau lebih tinggi dibandingkan tingkat pendidikan lainnya. Besarnya TPT tersebut disusul oleh lulusan SMA. Penyebab utamanya adalah lulusan SMA/SMK belum memiliki keahlian yang dibutuhkan di pasar kerja. Pemerintah menetapkan lima strategi untuk pengurangan pengangguran lulusan SMK. Pertama, peningkatan kerja sama dengan dunia usaha dengan pengembangan bidang keahlian SMK, penyelarasan kurikulum SMK dengan kebutuhan industri, pemagangan siswa dan guru di industri, penugasan instruktur ke SMK. Kedua, penguatan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan vokasi dengan peningkatan kompetensi guru dan pendidik vokasi, peningkatan penguasaan bahasa asing, dan peningkatan pendidikan karakter (soft skill) siswa SMK, peningkatan prasarana dan sarana SMK, pengendalian ijin pembangunan SMK yang tidak memenuhi standar mutu dan bidang keahlian baru yang tidak sesuai dengan kebutuhan industri, dan pengembangan kebijakan pengelolaan keuangan untuk SMK dalam pengembangan unit produksi dan teaching factoryKetiga, peningkatan sertifikasi lulusan SMK melalui penguatan lembaga sertifikasi kompetensi dan Sinkronisasi sistem sertifikasi di sektor pendidikan dengan di sektor ketenagakerjaan. Keempat, penguatan pendidikan kewirausahaan di SMK dengan Pengenalan kurikulum kewirausahaan dan kerja praktik kewirausahaan.

Selama 20 tahun, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) cenderung stagnan. Rata-rata TPAK laki-laki adalah 84 persen, sementara perempuan 50 persen. Pada 2018, tercatat 8,3 dari 10 laki-laki adalah AK, sementara perempuan hanya 5,2 dari 10. Meskipun TPAK perempuan secara umum stagnan, partisipasi perempuan berpendidikan tinggi dalam pekerjaan yang baik cenderung meningkat, sedangkan yang berpendidikan rendah terutama di perdesaan cenderung masuk lapangan kerja informal. Perempuan berpotensi untuk berkontribusi lebih besar kepada perekonomian Indonesia. Jika TPAK perempuan dinaikkan menjadi 64 persen, maka akan terdapat 20 juta angkatan kerja semi-skilled dan skilled baru. Di 2018, pertumbuhan upah buruh perempuan adalah 4,3 persen sedangkan laki-laki sebesar 2,3 persen. Upah tertinggi buruh laki- laki terdapat pada sektor pertambangan dan penggalian sebesar Rp 4,68 juta, sedangkan upah terendah pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar Rp 2,03 juta. Upah tertinggi buruh perempuan terdapat pada sektor pengadaan listrik dan gas sebesar Rp 4,42 juta, sedangkan upah terendah pada sektor jasa lainnya sebesar Rp 1,29 juta. Pada 2018, secara agregat, buruh laki mendapat Rp 3.064.920, sementara buruh perempuan mendapat Rp 2.398.674.

Kondisi ketenagakerjaan menunjukkan bahwa kendala terbesar yang dihadapi Indonesia bersumber dari terbatasnya keahlian (skill) angkatan kerja dan ketidakcocokan (mismatch) antara kebutuhan dengan ketersediaan tenaga kerja. Peningkatan kualitas dan keahlian angkatan kerja masih menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia. “Beberapa kebijakan yang ditempuh pemerintah di antaranya pengembangan pendidikan dan pelatihan vokasi, dan pemagangan pekerja di industri, pengembangan program link and match dengan dunia industri dengan dukungan informasi pasar kerja, pengembangan ekonomi lokal di perdesaan, peningkatan investasi padat pekerja dan formalisasi UMKM, serta perluasan cakupan dan skema perlindungan sosial bagi pekerja,” tutup Menteri Bambang.