Kolaborasi Kunci Atasi Pengangguran, Bappenas: Life Skills dan Lapangan Kerja Jadi Fokus Utama

Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas Maliki, menyampaikan pandangan terkait tantangan pengangguran generasi Z Indonesia. Maliki menyoroti tidak hanya generasi Z yang mengalami tingkat pengangguran tinggi, tetapi generasi X dan milenial juga menghadapi masalah serupa. Tingkat pengangguran milenial bahkan lebih tinggi dibandingkan generasi Z pada periode usia yang sama, yaitu 15-19 tahun. “Pada saat mereka lulus SMA atau SMK dan mencari kerja, mereka cenderung membutuhkan waktu yang lebih lama,” jelasnya dalam Indonesia Business Forum di TV One, Rabu (3/7).

Maliki juga menyoroti dampak pandemi Covid-19 terhadap pasar kerja, yang masih terasa hingga kini. “Recovery masih terjadi dan penciptaan lapangan kerja dalam dua tahun terakhir masih didominasi sektor informal. Hal ini menimbulkan tantangan tersendiri, karena pekerjaan informal seringkali tidak memberikan stabilitas yang sama dengan pekerjaan formal,” tegas Maliki.

Dalam konteks visi Indonesia Emas 2045, Maliki menegaskan penciptaan lapangan kerja formal sangat penting untuk mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. “Relasi antara penciptaan lapangan kerja dengan pengurangan kemiskinan masih menjadi PR besar,” katanya.

Terkait 10 juta generasi Z yang dianggap menganggur, Maliki menjelaskan angka tersebut tidak hanya mencakup pengangguran saja, tetapi juga mereka yang berada di usia 15-24 tahun, serta mereka yang tidak sekolah atau bekerja. Sekitar 3,8 juta adalah penganggur aktif, 4,3 juta mengurus rumah tangga, dan 1,6 juta lainnya adalah pekerja yang sudah putus asa mencari pekerjaan.

Ia juga menyoroti pentingnya life skills yang dimiliki lulusan sekolah. “Life skill dari para lulusan masih belum sesuai dengan apa yang diminta industri,” tambahnya. Selain itu, motivasi dan aspirasi untuk meningkatkan keahlian juga menjadi faktor penting dalam meningkatkan peluang mendapatkan pekerjaan.

Menurut pelaku bisnis Raymond Chin, masalah utama adalah ketidakseimbangan antara supply dan demand di pasar kerja. Fenomena ‘generasi mendang-mending’ membuat generasi Z membandingkan pilihan dan kesempatan sehingga sulit membuat keputusan yang jelas. Merespon hal tersebut, Maliki menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk menciptakan ekosistem yang mendukung penciptaan lapangan kerja berkelanjutan dan meningkatkan keterampilan generasi muda sesuai dengan kebutuhan industri.