Fasilitasi Pembiayaan Inovatif Non APBN, PINA Center for Private Investment Gelar Penandatangan Perjanjian Pendahuluan Dengan Investor dan Investee

JAKARTA – Aspirasi Presiden RI Joko Widodo untuk meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia, salah satunya hanya dapat tercapai dengan pembangunan infrastruktur secara masif. Hal ini tercermin dari alokasi pembiayaan untuk infrastruktur sebesar Rp 4.667 triliun atau setara USD 359 miliar pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.  Pada RPJMN 2020-2024, angka tersebut meningkat 23 persen menjadi Rp 6.174 triliun atau setara USD 441 miliar. Dari total pembiayaan infrastruktur yang begitu besar, kurang lebih 40 persen yang mampu ditopang oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sementara sisanya, sebesar 60 persen ditopang sumber non APBN atau non anggaran pemerintah.

“Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dengan mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, membentuk unit fasilitasi Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA) pada pertengahan 2017 yang berfungsi utama menghasilkan pembiayaan kreatif berbasis non anggaran pemerintah. Hingga akhir 2018, PINA Center for Private Investment telah membukukan financial close sebesar Rp 47 triliun atau setara USD 3,3 miliar, mencakup 11 proyek jalan tol, energi terbarukan, perkebunan, serat optik, dan bandara,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam acara Penandatanganan Perjanjian Pendahuluan antara PT Jasa Marga (Persero) Tbk dengan PT China Communications Construction Indonesia (CCCI) serta PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dan PT Jasa Sarana dengan PT ICDX Logistik Berikat (ILB) yang dilaksanakan di Ruang Rapat Benny S. Muljana, Gedung Bappenas, Senin (14/10). 

Dalam Penandatanganan Perjanjian Pendahuluan tersebut, Menteri Bambang menjelaskan bahwa struktur pendanaan yang difasilitasi PINA Center for Private Investment, antara lain terdiri atas direct equity financing yang dilakukan PT Jasa Marga (Persero) Tbk dengan PT CCCI senilai Rp 23,3 triliun. Sementara itu, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dan PT Jasa Sarana menandantangani perjanjian pendahuluan dengan PT ILB, di mana struktur pendanaannya menggunakan customized supply chain financing dengan nilai total Rp 5 triliun untuk PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dan Rp 1 triliun untuk PT Jasa Sarana. “Struktur customized supply chain financing ini adalah inovasi skema keuangan terbaru dari PINA Center for Private Investment yang diharapkan dapat menambah ruang modal kerja bagi BUMN/BUMD, juga fleksibilitas dalam leverage dan cashflow karena fleksibilitas dalam tenor dan bentuk pelunasan,” tegas Menteri Bambang.

Salah satu upaya inovasi lainnya dari PINA Center for Private Investment untuk menghasilkan pembiayaan kreatif adalah memfasilitasi terciptanya instrumen keuangan yang basis utamanya menambah modal (equity financing) untuk proyek-proyek infrastruktur. Terakhir, PINA Center for Private Investment berhasil mendorong instrumen Perpetual Notes yang telah dikeluarkan oleh PT PP (Persero) Tbk pada 2017 dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk pada 2018. Menteri Bambang menjelaskan terlaksananya pencapaian-pencapaian PINA Center for Private Investment tersebut tidak lain karena upaya inklusif PINA Center for Private Investment untuk senantiasa melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang terdiri atas pihak regulator dan institusi di bidang keuangan, kementerian/lembaga/pemerintah daerah, BUMN, swasta nasional dan juga asing, baik sebagai investee maupun investor dalam kebutuhan pembiayaan infrastruktur nasional. Koordinasi antar kementerian dan lembaga pemerintah adalah mutlak diperlukan bagi fasilitasi PINA Center for Private Investment.

“Selama ini, PINA Center for Private Investment bekerja sama dengan BKPM dalam menjaring investor-investor potensial luar negeri dengan melakukan berbagai aktivitas roadshow. Kementerian PUPR dan Kementerian BUMN mendukung PINA Center for Private Investment dalam berhubungan dengan BUMN sebagai pemilik proyek yang difasilitasi. Lembaga-lembaga seperti Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) juga membantu PINA Center for Private Investment dalam memetakan masalah terkait sektor BUMN yang difasilitasi PINA Center for Private Investment,” jelas Menteri Bambang dalam sambutannya. Lebih lanjut, Menteri Bambang menyatakan PINA Center for Private Investment akan terus mendorong upaya investasi swasta di sektor infrastruktur, konektivitas, energi, industri, serta perumahan. “Inovasi menjadi kata kunci dalam mendorong pembiayaan kreatif untuk menopang pembiayaan infrastruktur yang sangat masif. Tanpa inovasi, pembiayaan akan sulit mewujudkan target pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia,” ucap Menteri Bambang.

Hingga Oktober 2019, PINA Center for Private Investment telah memfasilitasi financial close senilai Rp 52 triliun, dengan target financial close 2019 sebesar Rp 84 triliun atau setara USD 6 miliar. Jumlah proyek yang saat ini masuk dalam fasilitasi PINA Center for Private Investment adalah sebanyak 29 proyek dengan total nilai sebesar Rp 630 triliun atau setara USD 44 miliar. Dari sisi investor, PINA Center for Private Investment saat ini memiliki sejumlah investor utama dari dalam dan luar negeri, di antaranya adalah PT Taspen, BPJS Ketenagakerjaan, dan Canada Pension Plan Investment Board (CPPIB). “Pencapaian-pencapaian PINA Center for Private Investment ini adalah hal yang membanggakan, mengingat usia PINA Center for Private Investment baru menginjak dua tahun. Ke depan, saya berharap PINA Center for Private Investment akan terus mampu untuk membangun ekosistem pembiayaan inovatif sehingga dapat mendukung percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkualitas,” pungkas Menteri Bambang.