Bappenas: Pentingnya Peningkatan Kesehatan Reproduksi untuk Kualitas dan Daya Saing SDM Indonesia

Kementerian PPN/Bappenas bersama United Nations Population Fund, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengadakan Konferensi Nasional Kesehatan Reproduksi “Inovasi dan Pemberdayaan Masyarakat untuk Penguatan Layanan Kesehatan Reproduksi pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Covid-19” dalam rangka peluncuran Knowledge Hub Kesehatan Reproduksi Indonesia, dilanjutkan dengan Forum Ilmiah Tahunan ke-6 IAKMI secara virtual pada 25-26 November 2020. “Isu kesehatan reproduksi menjadi bagian mewujudkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing, yang menjadi aset utama Indonesia. Kesehatan reproduksi erat kaitannya dengan pencapaian target prioritas penurunan Angka Kematian Ibu, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Selain itu, kesehatan reproduksi merupakan isu global yang dituangkan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals dan strategi global PBB untuk kesehatan perempuan, anak dan remaja,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa secara virtual, Rabu (25/11).

Capaian pembangunan kesehatan reproduksi masih menghadapi tantangan yang besar, mengingat rendahnya angka prevalensi penggunaan kontrasepsi modern (modern Contraceptive Prevalence Rates) sebesar 57,2 persen dan angka kebutuhan ber-Keluarga Berencana yang masih sebesar 10,6 persen pada 2017. Di sisi lain, angka kelahiran pada remaja usia (Age-specific Fertility Rate) 15-19 tahun angkanya menurun cukup signifikan, menjadi 36 per 1.000 perempuan pada kelompok umur 15-19 tahun. Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan kesempatan pendidikan, pekerjaan, dan ekonomi bagi para remaja perempuan, serta peningkatan usia perkawinan. Namun faktanya, angka kelahiran di usia remaja tercatat semakin muda usia kelahirannya karena terdapat 0,179 kelahiran per 1.000 perempuan usia 10-14 tahun.

“Kesehatan reproduksi memegang peran yang sangat strategis dan merupakan kunci dalam rangka mewujudkan generasi yang unggul dan Indonesia maju,” ungkap Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Hasto Wardoyo. Fokus langkah promotif dan preventif di antaranya edukasi kesehatan reproduksi untuk mencegah perkawinan anak, kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman, Infeksi Menular Seksual, HIV/AIDS, kekerasan seksual, hingga risiko kematian ibu yang bersumber dari kehamilan yang tidak ideal atau yang sering di sebut empat terlalu, yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat, dan terlalu banyak. Pengetahuan kesehatan reproduksi perlu diberikan sejak usia dini, dengan pendekatan dari berbagai sektor, termasuk pendidikan, sosial, budaya dan agama. Diskusi, knowledge sharing, jejaring kemitraan, dan kajian evidence-based untuk penyusunan kebijakan juga menjadi strategi andalan.

“Upaya untuk memperbaiki kondisi ini mendapat tantangan yang besar dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi digital dan gaya hidup plural dan dinamis yang didukung oleh keterbukaan informasi publik. Namun demikian, kondisi tersebut juga dapat menjadi peluang untuk menciptakan inovasi dan kreasi baru dalam menjalankan program-program pemerintah dengan memanfaatkan platform digital,” tegas Menteri Suharso. Sementara itu, fokus langkah kuratif dan rehabilitatif meliputi peningkatan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau masyarakat, ketersediaan SDM kesehatan yang berkualitas dan kerja sama antar fasilitas pelayanan kesehatan, serta kebijakan spesifik dan afirmatif sesuai dengan kebutuhan, baik berdasarkan usia, kondisi sosial ekonomi, maupun variasi antarwilayah.