Bappenas: Indonesia Resmi Gunakan ASFR 10-14 Tahun Sebagai Salah Satu Indikator Capaian SDGs

JAKARTA – Dalam Webinar Kesehatan Reproduksi dan Kelahiran Usia Remaja: Sosialisasi Angka Kelahiran Menurut Umur (Age-Specific Fertility Rate/ASFR) 10-14 Tahun sebagai Indikator Sustainable Development Goals yang diselenggarakan pada Rabu (4/11), Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyampaikan apresiasi untuk Tim Koordinasi Data Kependudukan untuk Kebijakan Pembangunan serta para pihak yang telah berhasil menghasilkan rekomendasi agar ASFR 10-14 tahun dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs). “ASFR 10-14 tahun dapat menggambarkan kondisi fertilitas remaja di Indonesia dan bisa dimanfaatkan sebagai dasar dalam merumuskan kebijakan lintas sektor dalam upaya promotif dan preventif kesehatan reproduksi remaja,” tutur Menteri Suharso dalam sambutan secara virtual.

Penambahan indikator ASFR 10-14 tahun juga akan mempertajam kebijakan dan strategi peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kesehatan reproduksi remaja. Langkah ini menjadi bagian penting untuk mencapai tak hanya TPB/SDGs, tetapi juga Strategi Global PBB untuk Kesehatan Perempuan, Anak dan Remaja. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 telah mengamanatkan Reformasi Sistem Kesehatan Nasional yang turut mencakup penekanan pada peningkatan layanan kesehatan ibu, anak, Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan reproduksi. Strategi tersebut bertujuan untuk menekan penurunan fertilitas remaja perempuan melalui akses universal terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang menjadi upaya untuk melindungi remaja dari risiko perkawinan anak, kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV/AIDS dan kekerasan seksual. “Kita bersyukur, angka fertilitas remaja perempuan telah mengalami penurunan secara signifikan di seluruh dunia. Hal tersebut mengindikasikan peningkatan kesempatan pendidikan, pekerjaan, dan ekonomi bagi remaja perempuan, serta peningkatan usia perkawinan,”  ujar Menteri Suharso.

Kesehatan reproduksi remaja juga menjadi poin penting dalam upaya Indonesia dalam meningkatkan daya saing sumber daya manusia. The Global Competitiveness Index 4.0 Framework bahkan menempatkan kesehatan sebagai salah satu kriteria strategis untuk meningkatkan daya saing suatu negara, di samping faktor infrastruktur, stabilitas makro ekonomi, tenaga kerja, hingga kapabilitas inovasi.  “Kita semua harus menempatkan isu kesehatan reproduksi remaja sebagai bagian penting penguatan daya saing  Indonesia, khususnya dalam konteks bonus demografi. Dengan lapisan usia penduduk muda yang meningkat, perhatian terhadap di usia remaja harus didekati dari berbagai sisi, dari pendekatan pendidikan kesehatan, pendekatan, hingga pendekatan keagamaan. Kita harus upayakan langkah-langkah untuk melindungi remaja dari risiko perkawinan anak, kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, Infeksi Menular Seksual, HIV/AIDS, dan kekerasan seksual,” jelas Menteri Suharso.

Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Subandi Sardjoko menyatakan, dibutuhkan pemahaman kesehatan dan sosial yang lebih terbuka dari semua pemangku kepentingan untuk memahami tingkat morbiditas serta mortalitas ibu dan anak. “Sebagai tindak lanjut, diperlukan kerja sama dan komitmen dari kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, mitra pembangunan, organisasi masyarakat sipil, institusi penyedia layanan kesehatan, sektor swasta, maupun Organisasi Remaja dan Pemuda untuk melakukan sinkronisasi program dan berkolaborasi dalam menurunkan angka ASFR 10-14 tahun. Selain itu, diperlukan pula ketersediaan data dan informasi pendukung lain untuk menentukan lokasi sasaran dan intervensinya sehingga kualitas sistem registrasi vital perlu ditingkatkan agar dapat menghasilkan data kependudukan yang lebih akurat,” urai Subandi dalam webinar yang diselenggarakan Kementerian PPN/Bappenas bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, UNFPA Indonesia, Badan Pusat Statistik, serta sejumlah pemangku kepentingan lainnya.